Suara.com - Sama seperti sakit fisik, gangguan kesehatan mental juga perlu pengobatan dari profesional. Akan tetapi, terapi masalah mental memang tidak harus selalu ke dokter dan mengonsumsi obat. Orang yang mengalami masalah mental bisa melakukan terapi maupun pengobatan ke psikolog atau psikiater. Atau mungkin bisa saja keduanya.
Meski sama-sama menangani gangguan kesehatan mental, psikolog dan psikiater sebenarnya sangat berbeda. Dikutip dari Ruang Guru, ketahui lima perbedaan psikolog dengan psikiater di bawah ini.
1. Beda Latar Belakang Pendidikan
Seorang psikolog harus menempuh pendidikan dan menyelesaikan pendidikan S1 dari ilmu psikologi. Setelah itu, perlu meneruskan program profesi untuk belajar praktik menjadi psikolog.
Sementara psikiater termasuk spesialisasi dari ilmu kedokteran. Untuk menjadi psikiater, harus menempuh pendidikan sarjana kedokteran untuk mendapatkan gelar dokter umum terlebih dahulu. Setelahnya, mengambil pelatihan residensi selama empat tahun dengan pengkhususan di bidang psikiatri. Setelah lulus masa residensi, psikiater akan bergelar dokter dan Sp.KJ atau spesialis kesehatan jiwa.
2. Beda Cara Pemeriksaan
Seorang psikiater menyelidiki penyebab gejala psikologi dari sisi medis dan kelainan susunan saraf pada pasien penyakit kejiwaan. Psikiater juga bertanggung jawab untuk mendiagnosis gangguan mental dan menentukan pengobatan yang dilakukan.
Sedangkan psikolog menyelidiki penyebab gejala psikologi dari sisi non medis seperti pola asuh, susunan keluarga, tumbuh kembang selama anak-anak hingga dewasa, juga pengaruh lingkungan sosial. Psikolog harus fokus pada terapi psikososial untuk perilaku, pikiran, dan emosi pasien.
3. Psikiater Boleh Memberikan Obat, Psikolog Tidak
Saat kuliah di kedokteran, psikiater juga mempelajari ketidakseimbangan kimia di dalam otak manusia. Sehingga seorang psikiater bisa memberikan resep dan terapi obat-obatan (farmakoterapi), terapi stimulasi otak, pemeriksaan fisik dan laboratorium sesuai kebutuhan pasien. Tentunya setelah dilakukan diagnosis gangguan mental terlebih dahulu.
Sementara, psikolog lebih fokus terhadap aspek sosial pasien. Seperti memberikan terapi psikologi atau psikoterapi. Selain itu, psikolog juga berkompeten untuk melakukan berbagai tes psikologi yang nantinya akan diinterpretasikan sebagai jawaban dari masalah yang dialami pasien seperti tes IQ, tes kepribadian, minat bakat, dan sebagainya.
4. Memberikan Terapi Terbaik dengan Cara yang Berbeda
Baik psikolog maupun psikiater sama-sama mendalami ilmu kejiwaan dan memiliki konsentrasi praktik yang sama, berupa upaya penanganan, pencegahan, diagnosis juga pemberian terapi. Keduanya bekerja sama untuk saling berkoordinasi dalam memberikan terapi terbaik bagi pasien. Hanya saja dalam bentuk yang berbeda.
Baca Juga: Baik Untuk Kesehatan Mental, Ini Manfaat Lain Ambil Cuti Bagi Pekerja
Psikolog melakukan terapi pada pasien setiap minggu untuk konseling psikososial. Psikiater juga akan melakukan terapi setiap minggu atau bulanan untuk psikoterapi atau psikofarmakologi. Hal itu tergantung pada kasus dan permasalahan yang dihadapi masing-masing pasien atau kebutuhan klinis pasien.
5. Psikolog Menjadi Tempat Untuk Berkonsultasi, Sedangkan Psikiater Untuk Pengobatan
Gangguan kesehatan jiwa bisa dikonsultasikan pada psikolog ataupun psikiater. Ada juga kasus pasien yang perlu berkonsultasi dengan keduanya. Hal ini sangat tergantung pada kasus dan permasalahan yang dihadapi pasien. Bisa saja, seorang pasien yang berkonsultasi ke psikolog juga akan direferensikan ke psikiater karena membutuhkan terapi berupa obat.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
Terkini
-
Terobosan Baru Lawan Kebutaan Akibat Diabetes: Tele-Oftalmologi dan AI Jadi Kunci Skrining
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?
-
Gaya Hidup Modern Picu Kelelahan, Inovasi Wellness Mulai Dilirik Masyarakat Urban
-
Rahasia Anak Tumbuh Percaya Diri dan Kreatif, Jessica Iskandar Beberkan Kuncinya
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia