Suara.com - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi menyampaikan kekecewaannya pada Presiden Joko Widodo (Jokowi), karena tidak merespon aspek pengendalian tembakau.
Sebaliknya, menurut Tulus, Jokowi justru malah sering menerima pihak industri rokok di Istana.
"Kami curiga presiden Jokowi bermain mata, karena begitu familiar dengan industri rokok, tapi tidak bisa berikan akses pada pengendali tembakau, kami kecewa atas respon yang tidak seimbang," ujar Tulus dalam acara diskusi Pengendalian Tembakau, Jumat (28/1/2022).
Sehingga Tulus meminta Presiden Jokowi untuk bersikap adil, dan mau mendengarkan dari berbagai pihak termasuk dengan cara merespon surat pihak pengendalian tembakau, yang berharap revisi Peraturan Pemerintah atau PP 109 Tahun 2012.
Adapun PP ini membahas tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Aktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Tujuannya agar pembatasan produk tembakau seperti rokok konvensional dan rokok elektrik lebih diatur dengan tegas.
Hal senada disampaikan Ketua Yayasan Lentera Anak, Lisda Sundari yang mengakui adanya kekhawatiran pihak pemerintah revisi PP 109 Tahun 2012 akan menghambat investasi di Indonesia.
Padahal kata Lisda, tujuan revisi tersebut bukan untuk menghambat investasi atau mematikan ekonomi, hanya menegakkan payung hukum yang tidak lagi kokoh, apalagi perokok anak di Indonesia terus bertambah dari tahun ke tahun.
Hal ini tercermin dalam data Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) terakhir di 2018, angka perokok anak di atas usia 10 hingga 18 tahun justru meningkat menjadi 9,1 persen.
"Revisi PP bisa hambat investasi, itu ketakutan berlebihan. Saat ini revisi belum dilakukan, tapi investasi perokok elektrik sudah banyak berdatangan dan jumlahnya tidak sedikit," terang Lisda.
Baca Juga: Aliansi Borneo Minta Jokowi Tunjuk Putra Daerah jadi Kepala Otorita IKN
Seperti diketahui Indonesia punya tugas rumah yang harus dikerjakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2025 yang harus menurunkan prevalensi perokok anak dari 9,1 persen menjadi 8,7 persen di 2025.
Sedangkan pada RPJMN 2014-2019 angka perokok anak cenderung naik dari 7,2 persen menjadi 9,1 persen di 2019.
"Revisi PP bukan hambat investasi, tapi memperkuat perlindungan payung yang bocor dikuatkan lagi, dan perkuat implementasinya," tutup Lisda.
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Datang Elkan Baggott, Belum Kering Tangis Timnas Indonesia
- Pondok Pesantren Lirboyo Disorot Usai Kasus Trans 7, Ini Deretan Tokoh Jebolannya
- Pengamat Pendidikan Sebut Keputusan Gubernur Banten Nonaktifkan Kepsek SMAN 1 Cimarga 'Blunder'
- Biodata dan Pendidikan Gubernur Banten: Nonaktifkan Kepsek SMA 1 Cimarga usai Pukul Siswa Perokok
- 6 Shio Paling Beruntung Kamis 16 Oktober 2025, Kamu Termasuk?
Pilihan
-
Patrick Kluivert Bongkar Cerita Makan Malam Terakhir Bersama Sebelum Dipecat
-
Dear PSSI! Ini 3 Pelatih Keturunan Indonesia yang Bisa Gantikan Patrick Kluivert
-
Proyek Sampah jadi Energi RI jadi Rebutan Global, Rosan: 107 Investor Sudah Daftar
-
Asus Hadirkan Revolusi Gaming Genggam Lewat ROG Xbox Ally, Sudah Bisa Dibeli Sekarang!
-
IHSG Rebound Fantastis di Sesi Pertama 16 Oktober 2025, Tembus Level 8.125
Terkini
-
Prodia Skrining 23.000 Lansia di Indonesia, Dukung Deteksi Dini dan Pencegahan Demensia
-
Turun Berat Badan Tanpa Drama, Klinik Obesitas Digital Ini Siap Dampingi Perjalanan Dietmu
-
Tips Jaga Kesehatan Kulit di Tengah Tumpukan Pekerjaan Akhir Tahun
-
RS Swasta Gelar Pameran Kesehatan Nasional, Ajak Publik Hidup Lebih Sehat dan Peduli Diri
-
Lawan Kanker: Tenaga Biomedis RI Digenjot Kuasai Teknologi Pencitraan Medis!
-
Lebih dari Sekadar Lari: Half Marathon dengan Pemandangan Ikonik Jakarta
-
Cuaca Panas Bikin Kulit Gatal dan Ruam Merah? Itu Tanda Alergi, Ini Obat yang Tepat
-
Peer Parenting: Rahasia Ibu Modern Membangun Generasi Luar Biasa
-
Rahmad Setiabudi Jadi Pelari Indonesia Tercepat di Chicago Marathon 2025
-
Kenapa Anak Muda Sekarang Banyak Terserang Vertigo? Ini Kata Dokter