Suara.com - Polemik rencana pelabelan potensi bahaya Bisfenol A atau BPA—bahan kimia yang bisa menyebabkan kanker dan kemandulan—pada galon berbahan polikarbonat (bahan plastik keras) pada galon oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) masih terus berlanjut.
Menanggapi hal tersebut, FMCG Insights meminta Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (Aspadin) tidak mengintervensi BPOM. “Apalagi asosiasi itu sampai mengeluarkan pernyataan ‘sapu jagat’ yang menjamin seratus persen bahwa air minum dalam galon guna ulang aman dikonsumsi,” kata Koordinator Advokasi FMCG Insights, Willy Hanafi dalam keteranganya, Kamis, (3/3/2022).
Menurut Willy, Aspadin sebagai lobi dagang industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), sebaiknya membiarkan BPOM berkonsentrasi menjalankan amanatnya sesuai undang- undang dan peraturan.
Sebagai lembaga pemerintah yang berwenang mengawasi mutu dan keamanan pangan di Indonesia, lanjutnya, BPOM pasti telah memiliki kajian mendalam, pertimbangan matang dan antisipasi akan masa depan, sehingga sampai mempertimbangkan untuk membuat aturan pelabelan potensi bahaya BPA pada manusia.
“Janganlah pengusaha sedikit-sedikit mengintervensi kerja serta tugas lembaga pemerintah dalam urusan yang sangat penting ini,” ujar mantan Direktur LBH Bandung ini.
Willy menanggapi pernyataan Ketua Umum Aspadin, Rachmat Hidayat, yang mendesak BPOM menghentikan pembahasan rancangan peraturan pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang.
Pada 30 Januari 2022, Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Rita Endang, mengungkap bahwa pihaknya menemukan "sejumlah kecenderungan mengkhawatirkan" terkait luluhnya BPA pada galon guna ulang yang berbahan polikarbonat.
Penemuan itu, menurut laporan tersebut, berdasarkan atas uji sampel postmarket yang dilakukan BPOM selama periode 2021- 2022 di seluruh Indonesia. Hasilnya adalah kelompok rentang bayi (usia 6-11 bulan) berisiko terpapar BPA 2,4 kali dari batas aman sementara anak-anak (usia 1-3 tahun) 2,12 kali.
Menurut Rita, BPOM mulai merencanakan revisi pelabelan BPA pada galon berbahan polikarbonat antara lain karena belajar dari tren di banyak negara. Di sejumlah negara, galon berbahan polikarbonat sudah dilarang beredar jika tidak mencantumkan label peringatan potensi bahaya BPA. Negara Bagian California di Amerika Serikat misalnya telah menerapkan aturan tersebut sejak 2015.
Berdasarkan itulah, Willy mengingatkan industri air kemasan yang masih menggunakan galon berbahan polikarbonat—yang mana berisiko mengalami peluruhan BPA—untuk mengantisipasi dan beradaptasi dengan kemajuan dan perkembangan sains. Menurutnya, pengetahuan umat manusia selalu berkembang, oleh karena itulah manusia menjadi makhluk yang paling bisa bertahan.
“Sesuatu yang dulu kita anggap aman, belum tentu saat ini sama sekali tidak berisiko,” katanya.
Karenanya, dia menyesalkan pihak asosiasi yang terlalu cepat menuding wacana pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang sebagai bagian dari kampanye hitam atau hoaks terhadap industri. Bahkan, pihak asosiasi, menurut Willy, sampai menyatakan rancangan peraturan BPOM dimaksud terkesan telah membenarkan kampanye hitam atau hoaks.
“Percayakan persoalan ini kepada BPOM, sehingga mereka bisa mengerjakan tugas dan fungsi mereka dengan baik,” tegas Willy. “Jika kita tak percaya pada BPOM, siapa lagi yang harus kita percayai untuk mengawasi mutu dan keamanan pangan di negeri ini.”
Willy juga mengaku heran kepada asosiasi yang selalu mengaitkan wacana pelabelan BPA dengan isu sampah plastik. Padahal, menurutnya, jika aturan pelabelan BPA pada galon guna ulang terbit, sampah plastik tidak sekonyong-konyong bertambah banyak.
"Persoalan polusi sampah plastik AMDK yang menjadi keprihatinan nasional berlatar banyak hal, termasuk tingginya produksi kemasan ukuran gelas yang notabene lebih mudah tercecer dan mengotori lingkungan," kata Willy.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Dari Donor Kadaver hingga Teknologi Robotik, Masa Depan Transplantasi Ginjal di Indonesia
-
Banyak Studi Sebut Paparan BPA Bisa Timbulkan Berbagai Penyakit, Ini Buktinya
-
Rahasia Hidup Sehat di Era Digital: Intip Inovasi Medis yang Bikin Umur Makin Panjang
-
Pentingnya Cek Gula Darah Mandiri: Ini Merek Terbaik yang Banyak Dipilih!
-
Prestasi Internasional Siloam Hospitals: Masuk Peringkat Perusahaan Paling Tepercaya Dunia 2025
-
Anak Bentol Setelah Makan Telur? Awas Alergi! Kenali Gejala dan Perbedaan Alergi Makanan
-
Alergi Makanan Anak: Kapan Harus Khawatir? Panduan Lengkap dari Dokter
-
Pijat Bukan Sekadar Relaksasi: Cara Alami Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental
-
3.289 Kasus Baru Setiap Tahun: Mengenal Multiple Myeloma Lebih Dekat Sebelum Terlambat
-
Konsistensi Lawan Katarak Kongenital, Optik Ini Raih Penghargaan Nasional