Suara.com - Beberapa waktu lalu, ramai topik soal konsumsi daging rendah dengan risiko stunting pada anak yang beredar di Twitter. Topik ini bermula saat akun @beritaKBR mengunggah cuplikan podcast bersama pengusaha makanan vegan.
Dalam cuplikan tersebut, narasumber membahas soal produksi burger dari daging sapi yang mengancam perubahan iklim. Unggahan itu menimbulkan kontra di kalangan warganet. Banyak yang menganggap argumen itu tidak relevan di Indonesia yang konsumsi dagingnya masih rendah atau under-consumed.
Kemudian banyak pula warganet yang menghubungkan rendahnya konsumsi daging sapi di Indonesia dengan stunting pada anak. Lantas benarkah hal ini?
Menurut Sitta Muftiya S. Gz, stunting pada anak bukanlah masalah kekurangan makan daging sapi semata. Sebab, salah satu pemicu stunting pada anak adalah kekurangan gizi, terutama protein.
Sumber makanan protein yang paling lengkap (bioavabilitas tinggi) adalah protein hewani seperti telur, ikan, daging ayam/unggas, sapi, kambing, dan sebagainya.
"Karena sumber makanan hewani ini harganya lumayan tinggi di pasaran, sehingga sulit dijangkau oleh kalangan ekonomi bawah. Jadi banyak kasus stunting itu terkait dg kondisi kemiskinan," ujar Sitta Muftiya saat dihubungi Suara.com melalu WhatsApp, Kamis (31/3/2022).
Ia menambahkan, mengenai pemilihan protein hewani tidak terbatas pada daging sapi saja. Pada masyarakat pesisir misalnya, bisa mengonsumsi hasil laut yang tak kalah kandungan proteinnya.
"Intinya pada kandungan protein yang dibutuhkan untuk tumbuh kembang anak. Semua jenis makanan hewani juga sama-sama mengandung protein. Pada ikan dan hasil laut lainnya, justru selain tinggi kandungan protein juga kaya omega-3 sebagai nutrisi otak," jelasnya.
Sehingga, rendahnya konsumsi daging sapi tidak berkorelasi dengan stunting pada anak. Hal yang perlu digarisbawahi adalah asupan protein yang diterima anak.
Baca Juga: Jelang Ramadhan, Harga Daging Sapi di Kota Bogor Terpantau Masih Relatif Tinggi
Bolehkah Anak Menjalani Pola Makan Vegan?
Terkait dengan pola makan vegan, Sitta Muftiya sendiri menekankan bahwa para Ahli Gizi sudah sepakat kalau diet vegan tidak dianjurkan untuk anak, mengingat pentingnya asupan protein hewani untuk mencegah stunting.
Namun untuk pola makan vegan yang masih longgar penerapannya, seperti memperbolehkan minum susu atau telur, maka akan lebih baik daripada vegan murni (vegetarian).
Meski demikian, jika diterapkan untuk jangka panjang tidak memungkiri bisa berdampak pada kekurangan gizi karena sumber proteinnya sangat terbatas. Sebab meski pola makan vegan bisa menggunakan sumber protein nabati yang sangat banyak, bioavabilitas protein nabati jauh lebih rendah dari protein hewani.
"Bioavabilitas adalah kelengkapan asam amino suatu protein. Kelengkapan asam amino inilah yang menentukan kualitas suatu protein. Sehingga sulit sekali jika dalam masa pertumbuhan anak-anak hanya mengandalkan protein nabati. Karena biovabilitasnya rendah, sehingga anak masih belum tercukupi kebutuhan proteinnya," jelas Ahli Gizi alumni Univesitas MH. Thamrin Jakarta ini.
Berita Terkait
Terpopuler
- Sama-sama dari Australia, Apa Perbedaan Ijazah Gibran dengan Anak Dosen IPB?
- Bawa Bukti, Roy Suryo Sambangi Kemendikdasmen: Ijazah Gibran Tak Sah, Jabatan Wapres Bisa Gugur
- Lihat Permainan Rizky Ridho, Bintang Arsenal Jurrien Timber: Dia Bagus!
- Ousmane Dembele Raih Ballon dOr 2025, Siapa Sosok Istri yang Selalu Mendampinginya?
- Jadwal Big 4 Tim ASEAN di Oktober, Timnas Indonesia Beda Sendiri
Pilihan
-
Dokter Tifa Kena Malu, Kepala SMPN 1 Solo Ungkap Fakta Ijazah Gibran
-
Penyebab Rupiah Loyo Hingga ke Level Rp 16.700 per USD
-
Kapan Timnas Indonesia OTW ke Arab Saudi? Catat Jadwalnya
-
Danantara Buka Kartu, Calon Direktur Keuangan Garuda dari Singapore Airlines?
-
Jor-joran Bangun Jalan Tol, Buat Operator Buntung: Pendapatan Seret, Pemeliharaan Terancam
Terkini
-
Apa Itu Tylenol: Obat yang Diklaim Donald Trump Bisa Bikin Autis
-
Mengenal Osteosarcoma, Kanker Tulang Ganas yang Mengancam Nyawa Anak dan Remaja
-
Viral Guyonan Lelaki Manja saat Sakit, Dokter Saraf Bongkar Fakta Toleransi Nyeri
-
Bukan Cuma Pekerja, Ternyata Orang Tua juga Bisa Burnout karena Masalah Membesarkan Anak
-
Benarkah Diet Keto Berisiko untuk Kesehatan? Ini Jawaban Ahli
-
Tren Mengkhawatirkan! Mengapa Kasus Kanker pada Anak Muda Meningkat?
-
Gaya Hidup Higienis: Kebiasaan Kecil yang Berdampak Besar bagi Tubuh
-
Mengenal Penyakit Lyme yang Diderita Bella Hadid: Bagaimana Perawatannya?
-
Terapi Imunologi Sel: Inovasi Perawatan Kesehatan untuk Berbagai Penyakit Kronis
-
72% Sikat Gigi Dua Kali Sehari, Kok Gigi Orang Indonesia Masih Bermasalah? Ini Kata Dokter!