Suara.com - Risiko terserang diabetes tidak hanya berasal dari gaya hidup tidak sehat dan konsumsi gula berlebih.
Pakar mengatakan, orang yang tinggal di lingkungan dengan polusi udara tinggi juga berisi mengalami diabetes. Kok bisa?
"Polusi udara dapat meningkatkan risiko diabetes melalui mekanisme peningkatan stres oksidatif, peradangan kronis," kata dr. Rudy Kurniawan, Sp.PD dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), merujuk pada penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Therapeutic Advances in Endocrinology and Metabolism tahun 2019.
Rudy yang juga Founder Komunitas Sobat Diabet itu menuturkan, polutan dapat mengganggu metabolisme glukosa dan insulin dan bahkan dapat mengganggu metabolisme lemak tubuh.
Hubungan antara polusi udara dan risiko diabetes juga diperkuat temuan studi dalam jurnal Lancet Planetary Health pada Juli 2018 dan Diabetes ada Juli 2017. Dalam studinya, asisten profesor dari University of Colorado in Boulder, Tanya Alderete, PhD, seperti dikutip dari Every Day Health menemukan, peningkatan polusi udara meningkatkan faktor risiko diabetes tipe 2 seperti penurunan sensitivitas insulin dan penurunan produksi insulin pada anak-anak yang kelebihan berat badan dan obesitas.
Seperti yang dijelaskan Rudy, polusi membawa partikel halus, termasuk logam dan racun lainnya. Beberapa ahli berhipotesis, peradangan akibat partikel halus dalam polusi udara meningkatkan risiko diabetes tipe 2. Di sisi lain, Alderete menduga polusi udara mengubah usus dengan cara yang tidak sehat dan ini berpotensi berkontribusi terhadap diabetes tipe 2.
Dia menegaskan, polusi udara saja tidak menyebabkan diabetes tetapi merupakan konstelasi faktor risiko yang mencakup pola makan yang buruk, aktivitas fisik yang kurang ditambah paparan racun lingkungan yang lebih besar.
Berkaca dari hal ini, maka menjaga lingkungan menjadi lebih sehat menjadi penting. Rudy mengatakan, orang-orang mulai dapat berbuat sesuatu mulai dari mengurangi sampah plastik, memilah sampah sesuai jenisnya, mengurangi penggunaan kendaraan bermotor dan sebagainya.
"Intinya mengurangi beragam aktivitas yang meningkatkan pemanasan global karena aktivitas tersebut merupakan sumber polutan bagi bumi kita," kata dia, dilansir dari ANTARA, Sabtu (9/4/2022).
Baca Juga: Tidak Disangka, Ini Manfaat Besar Minum Air Putih untuk Pasien Diabetes Saat Buka Puasa
Dia juga mengingatkan orang-orang tetap menjaga kesehatan diri Anda mulai dari memilih makanan yang lebih sehat dan rutin berolahraga 30 menit per hari hingga 5 kali dalam sepekan.
Pentingnya menjaga kesehatan lingkungan sebagai bentuk investasi jangka panjang terhadap kesehatan diri dan generasi mendatang juga digaungkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bertepatan dengan peringatan Hari Kesehatan Dunia atau World Health Day pada 7 April ini.
Melalui kampanye "Our Planet, Our Health", WHO mengajak orang-orang di seluruh dunia mengambil lebih banyak tanggung jawab dan memusatkan perhatian pada tindakan yang diperlukan untuk menjaga kesehatan dan bumi tetap sehat.
“Krisis iklim adalah krisis kesehatan,” ujar Direktur Departemen Kesehatan Masyarakat & Lingkungan, WHO, Maria Neira melalui laman resmi WHO.
WHO mencatat, sekitar 24 persen dari semua kematian global terkait dengan lingkungan dan lingkungan yang lebih sehat dapat mencegah kematian ini. Di sisi lain, pandemi COVID-19 dapat menjadi pengingat hubungan manusia dan bumi.
Asma, penyakit jantung, penyakit paru-paru meroket karena lebih dari 90 persen orang menghirup udara tidak sehat akibat pembakaran bahan bakar fosil.
Berita Terkait
-
Bukan Sekadar Wacana! Pemprov DKI Libatkan Publik Susun 'Peta Jalan' Lingkungan Hidup Hingga 2055
-
Tiru Negara ASEAN, Kemenkeu Bidik Tarif Cukai Minuman Manis Rp1.700/Liter
-
Usia 20-an Kena Diabetes? Cek Kebiasaanmu Sekarang Juga!
-
Terobosan Baru Lawan Kebutaan Akibat Diabetes: Tele-Oftalmologi dan AI Jadi Kunci Skrining
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
50 Persen Penduduk Indonesia Berisiko Osteoporosis, Kenapa Gen X Paling Terancam?
-
Waduh! Studi Temukan Bukti Hewan Ternak Makan Sampah Plastik, Bahayanya Apa Buat Kita?
-
Terobosan Penanganan Masalah Bahu: Dari Terapi Non-Bedah hingga Bedah Minim Invasif
-
Cuaca Berubah-ubah Bikin Sakit? Ini 3 Bahan Alami Andalan Dokter untuk Jaga Imunitas!
-
Review Lengkap Susu Flyon: Manfaat, Komposisi, Cara Konsumsi dan Harga Terbaru
-
BPOM: Apotek Jangan Asal Berikan Antibiotik ke Pembeli, Bahaya Level Global
-
Teknologi Jadi Kunci: Ini Pendekatan Baru Cegah Stunting dan Optimalkan Tumbuh Kembang Anak
-
Gak Perlu Marah di Grup WA Lagi, Call Centre 127 Siap Tampung Keluhan Soal Program MBG
-
5 Pilihan Sampo untuk Dermatitis Seboroik, Mengatasi Gatal dan Kulit Kepala Sensitif
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis