Suara.com - Mantan ketua umum PP Muhammadiyah, Buya Ahmad Syafii Maarif meninggal dunia di RS PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, Yogyakarta pukul 10.15, Jumat (27/5/2022).
"Muhammadiyah dan bangsa Indonesia berduka. Telah wafat Buya Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif pada hari Jumat tgl 27 Mei 2022 pukul 10.15 WIB di RS PKU Muhammadiyah Gamping," kata Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah.
Sebelum meninggal dunia, Buya Syafii Maarif sempat dilarikan ke rumah sakit karena sesak napas. Tetapi, Direktur RS PKU Muhammadiyah, Ahmad Faisol mengungkapkan saat itu kondisi Buya sempat membaik setelah melalui sejumlah pemeriksaan.
Sesak napas seperti yang dialami Buya Ahmad Syafii Maarif sebelum meninggal bisa disebabkan oleh banyak hal dan beberapa di antaranya bisa lebih serius.
Penyebab umum sesak napas termasuk latihan aerobik, aktivitas fisik yang intens, asma, kecemasan atau berada di ketinggian. Pada beberapa kasus, sesak napas bisa menjadi gejala dari kondisi yang mengancam jiwa.
Menurut para ahli Cedars-Sinai, amiloidosis jantung adalah kondisi medis terkait sesak napas yang sering diabaikan. Kondisi ini paling umum dialami pria usia 70 tahun ke atas.
Kondisi ini disebabkan oleh protein amiloid yang menumpuk di jantung. Hal ini menyebabkan kekakuan dan tekanan yang sering mengakibatkan gagal jantung.
"Gejala pertama bagi banyak pasien dengan amiloidosis jantung adalah sesak napas," kata Dr. Jignesh Patel, direktur Program Amiloidosis Jantung, dikutip dari Cedars Sinai.
Hal itu karena kemampuan jantung untuk mengisi darah di antara detak jantung menjadi lebih sulit ketika protein amiloid menempati ruang di dinding jantung sehingga mengakibatkan sesak napas.
Baca Juga: Benarkah Cacar Monyet Bisa Sangat Mematikan Bagi Manusia?
Dr. Patel mengatakan bahwa sebanyak seperempat pasien di atas usia 80 mungkin menderita amiloidosis jantung, tetapi banyak yang tidak terdiagnosis selama rata-rata 3 tahun.
Guna mendiagnosis kondisi ini, pasien perlu menjalani serangkaian tes, termasuk pemindaian pencitraan jantung, tes darah dan urine, dan tes genetik.
Perawatan untuk kondisi ini bervariasi tergantung pada tingkat keparahan dan jenis penyakitnya. Biasanya dimulai dengan obat-obatan, tetapi dapat mencakup transplantasi sumsum tulang atau transplantasi jantung.
Berita Terkait
-
Buya Syafii Maarif Meninggal Dunia, Ganjar: Beliau Tokoh Panutan yang Selalu Menyejukkan
-
Kilas Balik Momen Buya Syafii Maarif, Sosok Sederhana yang Mau Makan Bareng Jemaah hingga Pakai Celana Tambalan
-
Eks Ketum PP Muhammadiyah Buya Syafii Maarif Meninggal, Begini Sosoknya, Dikenal Pernah 'Membela' Ahok
Terpopuler
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 6 Shio Ini Diramal Paling Beruntung dan Makmur Pada 11 Desember 2025, Cek Kamu Salah Satunya?
- Kode Redeem FC Mobile 10 Desember 2025: Siap Klaim Nedved dan Gems Melimpah untuk Player F2P
Pilihan
-
Rencana KBMI I Dihapus, OJK Minta Bank-bank Kecil Jangan Terburu-buru!
-
4 Rekomendasi HP 5G Murah Terbaik: Baterai Badak dan Chipset Gahar Desember 2025
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
-
OJK: Kecurangan di Industri Keuangan Semakin Canggih
Terkini
-
Obat Autoimun Berbasis Plasma Tersedia di Indonesia, Hasil Kerjasama dengan Korsel
-
Indonesia Kian Serius Garap Medical Tourism Premium Lewat Layanan Kesehatan Terintegrasi
-
Fokus Mental dan Medis: Rahasia Sukses Program Hamil Pasangan Indonesia di Tahun 2026!
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat
-
Di Balik Prestasi Atlet, Ada Peran Layanan Kesehatan yang Makin Krusial
-
Terobosan Baru Pengobatan Diabetes di Indonesia: Insulin 'Ajaib' yang Minim Risiko Gula Darah Rendah
-
Di Balik Krisis Penyakit Kronis: Mengapa Deteksi Dini Melalui Inovasi Diagnostik Jadi Benteng Utama?