Suara.com - Rencana Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk pendistribusian vaksin booster kedua atau dosis keempat nyatanya masih belum disambut di Indonesia.
Pertimbangan Kemenkes akan hal ini lantaran prediksi pandemi Covid-19 yang belum berakhir dan sejumlah negara lain yang sudah membagikan vaksin booster kedua tersebut.
"Perencanaan itu sudah ada pertimbangannya di Indonesia, karena pandemi jangka panjang," kata pihak Kemenkes.
Lantas, bagaimana kebenarannya? Simak sejumlah fakta seputar vaksin booster kedua di bawah ini.
1. Ada Prioritas Penerima Vaksin Booster Kedua
Melansir Antara, Juru bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril, pada Jumat (22/7/2022), Kemenkes bersama Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) sedang membahas secara intensif program vaksinasi dosis keempat untuk masyarakat umum di Indonesia.
Namun, prioritas penerima vaksin booster kedua ini ditujukan kepada kelompok berisiko tinggi, seperti tenaga kesehatan, tenaga pelayanan publik, dan lanjut usia (lansia).
2. Vaksin Sebelumnya Belum Memenuhi Target
Hal lain yang dibahas Kemenkes bersama ITAGI adalah kemampuan pemerintah dalam penyediaan stok vaksin untuk dosis keempat. Target vaksinasi booster sendiri diketahui belum memenuhi target.
Baca Juga: Aktivis Anak di Bali Menilai Kejahatan Seksual Meningkat di Masa Pandemi
Menurut data yang tercatat pada Dashboard Vaksinasi Kementerian Kesehatan RI, vaksinasi ketiga atau booster pertama baru mencapai 53,89 juta jiwa atau 25,88 persen dari target sasaran 208 juta jiwa lebih.
3. Belum Ada Rekomendasi Vaksinasi Booster Kedua
Ketua ITAGI Sri Rezeki Hadinegoro mengelak telah dimintai pendapat secara resmi perihal vaksin booster kedua oleh Kementerian Kesehatan.
ITAGI menurut Sri juga belum memberi rekomendasi terkait vaksinasi dosis keempat tersebut. Alasannya karena cakupan vaksin primer dan booster yang belum mencapai target.
Anjuran yang sama diberikan Ketua Satuan Tugas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zubairi Djoerban. Ia berharap pemerintah memprioritaskan vaksinasi booster pertama lantaran belum tercukupi.
4. Vaksin Booster Kedua Berisiko
Tag
Berita Terkait
-
Aktivis Anak di Bali Menilai Kejahatan Seksual Meningkat di Masa Pandemi
-
Beruntung! Anak Ini Bisa Hadir di Penikahaan Orang Tua Kandungnya
-
Update Covid-19 Global: Singapura Temukan 6 Kasus Varian Centaurus Penularan Lokal
-
3 Cara Download Sertifikat Vaksin Lewat WhatsApp, SMS dan PeduliLindungi
-
Masuk Mal di Kota Malang Wajib Sudah Vaksin Booster
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
50 Persen Penduduk Indonesia Berisiko Osteoporosis, Kenapa Gen X Paling Terancam?
-
Waduh! Studi Temukan Bukti Hewan Ternak Makan Sampah Plastik, Bahayanya Apa Buat Kita?
-
Terobosan Penanganan Masalah Bahu: Dari Terapi Non-Bedah hingga Bedah Minim Invasif
-
Cuaca Berubah-ubah Bikin Sakit? Ini 3 Bahan Alami Andalan Dokter untuk Jaga Imunitas!
-
Review Lengkap Susu Flyon: Manfaat, Komposisi, Cara Konsumsi dan Harga Terbaru
-
BPOM: Apotek Jangan Asal Berikan Antibiotik ke Pembeli, Bahaya Level Global
-
Teknologi Jadi Kunci: Ini Pendekatan Baru Cegah Stunting dan Optimalkan Tumbuh Kembang Anak
-
Gak Perlu Marah di Grup WA Lagi, Call Centre 127 Siap Tampung Keluhan Soal Program MBG
-
5 Pilihan Sampo untuk Dermatitis Seboroik, Mengatasi Gatal dan Kulit Kepala Sensitif
-
Alasan Penting Dokter Bukan Cuma Perlu Belajar Pengobatan, Tapi Juga 'Seni' Medis