Suara.com - Nasihat paling sering dilontarkan kepada orang yang sedang mengalami kepanikan, kecemasan, atau menghadapi trauma adalah untuk mengambil napas.
Mengatur napas memang terbukti menurunkan detak jantung, sehingga tubuh bisa kembali rileks. Tetapi, mengatur bukanlan 'obat' yang dapat digunakan pada semua kondisi.
Menyadur Psychology Today, berikut beberapa situasi yang kemungkinan tidak akan mereda hanya dengan mengatur napas:
1. Mengalami serangan panik
Serangan panik dapat membuat napas terasa berat. Kondisi yang disebut hiperventilasi ini terjadi ketika tubuh memiliki lebih banyak oksigen daripada karbondioksida.
Faktanya, mengambil napas lebih banyak atau lebih dalam saat hiperventilasi justru kontraproduktif. Sebab, dalam situasi tersebut ada terlalu banyak oksigen dalam tubuh.
"Mengambil napas dalam-dalam, terutama yang cepat, pada dasarnya memperpanjang dan memperburuk siklus hiperventilasi," kata psikolog sekaligus penulis Julia Englund Strait.
2. Kecemasan sebagai respons terhadap trauma
Banyak penyintas trauma tidak merasa aman ketika berfokus pada sensasi fisik mereka. Para penyintas ini mungkin pernah mengalami trauma medis, serangan seksual. atau disosiasi.
Baca Juga: Lakukan Teknik Pernapasan 456 untuk Bantu Menenangkan Diri, Begini Caranya
Mengambil napas dalam-dalam justru dapat membuat kecemasan mereka meningkat. Bahkan, ini teknik pernapasan dapat menjadi pemicu, karena mereka berpikir harus melakukannya secara benar.
"Fokus pada napas dapat menjadi pemicu kecemasan bagi sebagian orang dan menyebabkan serangan panik, karena pikiran... bagaimana seharusnya Anda bisa melakukannya, (atau) bagaimana Anda melakukannya secara salah," imbuh Strait.
3. Saat sedang tidak dapat mengambil napas
Ada beberapa kondisi ketika seseorang tidak dapat mengambil napas, seperti dalam masalah medis, kurangnya latihan dalam teknik pernapasan, atau tidak mengetahui teknik pernapasan mana yang cocok.
Apa pun alasannya, seseorang tidak perlu mengambil napas untuk mengontrol respons traumanya. Cobalah trategi dan intervensi koping lain yang sesuai.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Sepatu Lokal Senyaman On Cloud Ori, Harga Lebih Terjangkau
- 5 Body Lotion Niacinamide untuk Cerahkan Kulit, Harganya Ramah Kantong Ibu Rumah Tangga
- Menguak PT Minas Pagai Lumber, Jejak Keluarga Cendana dan Konsesi Raksasa di Balik Kayu Terdampar
- 5 HP Murah Terbaik 2025 Rekomendasi David GadgetIn: Chip Mumpuni, Kamera Bagus
- 55 Kode Redeem FF Terbaru 9 Desember: Ada Ribuan Diamond, Item Winterlands, dan Woof Bundle
Pilihan
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
-
OJK: Kecurangan di Industri Keuangan Semakin Canggih
-
PT Tusam Hutani Lestari Punya Siapa? Menguasai Lahan Hutan Aceh Sejak Era Soeharto
-
Harga Minyak Melonjak: AS Sita Kapal Tanker di Lepas Pantai Venezuela
Terkini
-
Tantangan Kompleks Bedah Bahu, RS Ini Hadirkan Pakar Dunia untuk Beri Solusi
-
Pola Hidup Sehat Dimulai dari Sarapan: Mengapa DIANESIA Baik untuk Gula Darah?
-
Dapur Sehat: Jantung Rumah yang Nyaman, Bersih, dan Bebas Kontaminasi
-
Pemeriksaan Hormon Sering Gagal? Kenali Teknologi Multiomics yang Lebih Akurat
-
Di Balik Prestasi Atlet, Ada Peran Layanan Kesehatan yang Makin Krusial
-
Terobosan Baru Pengobatan Diabetes di Indonesia: Insulin 'Ajaib' yang Minim Risiko Gula Darah Rendah
-
Di Balik Krisis Penyakit Kronis: Mengapa Deteksi Dini Melalui Inovasi Diagnostik Jadi Benteng Utama?
-
Cara Mencegah Stroke Sejak Dini dengan Langkah Sederhana, Yuk Pelajari!
-
12 Gejala Penyakit ISPA yang Wajib Diwaspadai, Serang Korban Banjir Sumatra
-
Stop Gerakan Tutup Mulut! 3 Metode Ampuh Bikin Anak Lahap MPASI di Usia Emas