Suara.com - Program capres nomor urut 2, Prabowo Subianto yang ingin bangun 300 fakultas kedokteran menuai banyak sorotan, termasuk dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Pasalnya, pembangunan 300 fakultas kedokteran itu justu berisiko sebabkan banyaknya dokter menganggur.
“300 fakultas kedokteran itu sangat berlebihan karena yang menjadi masalah ini yang belum tersampaikan. Pada saat pembicaraan fakultas kedokteran, ini juga berdampak pada saat sekolah biaya pendidikan yang mahal dan kemudian dia bekerja tidak ada tempat pekerjaan maka sangat disayangkan,” kata Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dr. M. Adib Khumaidi, SpOT dalam media briefing bersama IDI, Senin (5/2/2024).
Sementara itu, permasalahan yang terjadi pada masalah dokter ini adalah kurangnya pemerataan yang ada. Dr. Adib mengatakan, pusat pemerataan dokter masih berfokus di Indonesia bagian Barat. Padahal, masih ada berbagai daerah yang membutuhkan dokter, baik spesialis maupun umum.
“Dari 226.190 dokter, 150.000-nya berada di wilayah Waktu Indonesia Barat,” ungkap Dr. Adib.
Namun, apa yang sebenarnya menjadi penyebab dokter masih kurang merata di Indonesia?
Dr. Adib mengungkapkan, terdapat berbagai faktor penyebab dokter tidak merata di Indonesia, di antaranya sebagai berikut.
1. Sarana dan prasarana yang terbatas
Dr. Adib mengungkapkan, penyebaran dokter di Indonesia masih belum merata karena sarana dan prasarana yang terbatas. Masih banyak infrastruktur dan fasilitas pendukung yang belum lengkap di beberapa daerah.
2. Keterbatasan alat kesehatan dan obat
Baca Juga: Relawan Bobby Nasution Yakin Prabowo-Gibran Menang Mutlak di Kepulauan Nias
Kendala kurangnya obat dan alat kesehatan juga menjadi masalah di beberapa daerah. Hal ini yang membuat penyebaran dokter belum merata. Pasalnya, alat kesehatan dan obat menjadi faktor penting kinerja dokter.
3.Insentif dan jenjang karier
Alasan lain mengapa penyebaran dokter belum merata karena rendahnya insentif dan ketidakjelasan perkembangan karier dokter. Hal itu membuat para dokter memilih untuk bekerja di pusat.
4. Tidak bertahan jangka panjang
Kebijakan terkait intensif ini juga memengaruhi dokter tidak bertahan lama. Hal ini membuat para dokter hanya bekerja di beberapa daerah terpencil sementara waktu.
5. Fasilitas dan lapangan kerja
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
Terkini
-
Tak Sekadar Air Putih, Ini Alasan Artesian Water Jadi Tren Kesehatan Baru
-
Vitamin C dan Kolagen: Duo Ampuh untuk Kulit Elastis dan Imunitas Optimal
-
Smart Hospital, Indonesia Mulai Produksi Tempat Tidur Rumah Sakit yang Bisa 'Baca' Kondisi Pasien
-
Tren Minuman Bernutrisi: Dari Jamu ke Collagen Drink, Inovasi Kesehatan yang Jadi Gaya Hidup Baru
-
Perawatan Komprehensif untuk Thalasemia: Dari Transfusi hingga Dukungan Psikologis
-
Indonesia Kaya Tanaman Herbal, Kenapa Produksi Obat Alami Dalam Negeri Lambat?
-
Supaya Anak Peduli Lingkungan, Begini Cara Bangun Karakter Bijak Plastik Sejak Dini
-
Kemendagri Dorong Penurunan Angka Kematian Ibu Lewat Penguatan Peran TP PKK di Daerah
-
Gaya Hidup Modern Bikin Diabetes di Usia Muda Meningkat? Ini Kata Dokter
-
Saat Kesehatan Mata Jadi Tantangan Baru, Ini Pentingnya Vision Care Terjangkau dan Berkelanjutan