Suara.com - ASI (Air Susu Ibu) biasanya diproduksi oleh tubuh wanita setelah melahirkan untuk memberikan nutrisi pada bayi. Namun, ada kondisi tertentu yang dapat menyebabkan ASI keluar meskipun seorang wanita belum hamil atau melahirkan.
Salah satu kondisi yang menyebabkan hal ini adalah hiperprolaktinemia, yaitu peningkatan kadar hormon prolaktin di dalam tubuh.
Hiperprolaktinemia sering dikaitkan dengan masalah kesehatan yang lebih serius seperti gangguan hormon atau stres berat. Stres merupakan salah satu faktor yang dapat memicu produksi hormon prolaktin secara berlebihan, sehingga memicu keluarnya ASI tanpa adanya kehamilan.
Menurut Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI) Biak Numfor dengan situs pafibiaknumfor.org, hiperprolaktinemia tidak hanya dipicu oleh stres, tetapi juga oleh beberapa faktor lainnya yang perlu diperhatikan, seperti adanya gangguan pada kelenjar pituitari atau penggunaan obat-obatan tertentu yang mempengaruhi produksi hormon prolaktin.
Penyebab Hiperprolaktinemia
Hiperprolaktinemia bisa terjadi karena berbagai alasan. Salah satu penyebab utamanya adalah adanya tumor jinak pada kelenjar pituitari yang disebut prolaktinoma. Tumor ini dapat meningkatkan produksi prolaktin, sehingga menyebabkan keluarnya ASI meski tidak ada kehamilan. Selain itu, beberapa kondisi medis seperti hipotiroidisme juga dapat menyebabkan peningkatan kadar prolaktin dalam tubuh.
Penggunaan obat-obatan tertentu, terutama antidepresan dan obat yang digunakan untuk mengatasi tekanan darah tinggi, juga bisa memicu hiperprolaktinemia. Obat-obatan ini bekerja dengan mempengaruhi otak dan hormon yang dihasilkan tubuh, termasuk prolaktin. Oleh karena itu, penting bagi wanita yang mengalami keluarnya ASI tanpa sebab yang jelas untuk segera memeriksakan diri ke dokter guna mengetahui penyebab pastinya.
Dampak Hiperprolaktinemia
Jika tidak segera diatasi, hiperprolaktinemia dapat menimbulkan beberapa komplikasi. Salah satunya adalah gangguan pada siklus menstruasi. Wanita dengan kadar prolaktin yang tinggi sering kali mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur atau bahkan berhenti sama sekali (amenore). Hal ini dapat menyebabkan masalah kesuburan, sehingga sulit bagi wanita untuk hamil.
Selain itu, hiperprolaktinemia juga dapat menyebabkan penurunan libido dan kekeringan pada vagina, yang dapat mempengaruhi kualitas kehidupan seksual. Dalam kasus yang lebih parah, wanita juga bisa mengalami osteoporosis atau kerapuhan tulang akibat rendahnya kadar estrogen dalam tubuh.
Pengobatan Hiperprolaktinemia
Pengobatan hiperprolaktinemia bergantung pada penyebab yang mendasarinya. Jika kondisi ini disebabkan oleh adanya tumor prolaktinoma, pengobatan biasanya melibatkan penggunaan obat-obatan seperti bromocriptine atau cabergoline, yang berfungsi untuk menurunkan kadar prolaktin dalam tubuh. Dalam beberapa kasus, operasi mungkin diperlukan untuk mengangkat tumor tersebut.
Jika hiperprolaktinemia disebabkan oleh penggunaan obat-obatan tertentu, dokter mungkin akan merekomendasikan perubahan obat atau dosis. Pengobatan hipotiroidisme dengan obat pengganti hormon tiroid juga dapat membantu menurunkan kadar prolaktin yang tinggi.
Kesimpulan
Hiperprolaktinemia adalah kondisi yang menyebabkan produksi ASI tanpa adanya kehamilan, yang sering kali dipicu oleh gangguan hormonal seperti stres atau adanya tumor pada kelenjar pituitari. Kondisi ini dapat menimbulkan berbagai dampak pada kesehatan reproduksi wanita, termasuk gangguan menstruasi dan masalah kesuburan. Oleh karena itu, penting untuk segera memeriksakan diri jika mengalami gejala-gejala hiperprolaktinemia, sehingga dapat ditangani dengan tepat dan menghindari komplikasi lebih lanjut.
Tag
Berita Terkait
-
Tips Mengatasi Rasa Takut ke Dokter Gigi
-
Ketahui Perbedaan Asuransi Jiwa Dan Asuransi Kesehatan, Mana yang Lebih Prioritas?
-
Kista Gigi: Penyebab dan Cara Mengatasinya
-
Bonus Demografi Indonesia di Tangan Milenial dan Gen Z, Apakah Mereka Siap Menerima Tantangan?
-
Indonesia Dilanda Cuaca Panas Ekstrem, Waspada 6 Gangguan Kesehatan Ini!
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- 7 Sunscreen yang Wudhu Friendly: Cocok untuk Muslimah Usia 30-an, Aman Dipakai Seharian
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- Pria Protes Beli Mie Instan Sekardus Tak Ada Bumbu Cabai, Respons Indomie Bikin Ngakak!
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 23 Oktober 2025: Pemain 110-113, Gems, dan Poin Rank Up Menanti
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Tak Sekadar Air Putih, Ini Alasan Artesian Water Jadi Tren Kesehatan Baru
-
Vitamin C dan Kolagen: Duo Ampuh untuk Kulit Elastis dan Imunitas Optimal
-
Smart Hospital, Indonesia Mulai Produksi Tempat Tidur Rumah Sakit yang Bisa 'Baca' Kondisi Pasien
-
Tren Minuman Bernutrisi: Dari Jamu ke Collagen Drink, Inovasi Kesehatan yang Jadi Gaya Hidup Baru
-
Perawatan Komprehensif untuk Thalasemia: Dari Transfusi hingga Dukungan Psikologis
-
Indonesia Kaya Tanaman Herbal, Kenapa Produksi Obat Alami Dalam Negeri Lambat?
-
Supaya Anak Peduli Lingkungan, Begini Cara Bangun Karakter Bijak Plastik Sejak Dini
-
Kemendagri Dorong Penurunan Angka Kematian Ibu Lewat Penguatan Peran TP PKK di Daerah
-
Gaya Hidup Modern Bikin Diabetes di Usia Muda Meningkat? Ini Kata Dokter
-
Saat Kesehatan Mata Jadi Tantangan Baru, Ini Pentingnya Vision Care Terjangkau dan Berkelanjutan