Suara.com - Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi dari Universitas Muslim Indonesia Makassar Fahri Bachmid mengatakan, ada sejumlah opsi kemungkinan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan usia minimum calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).
"Saya berpendapat ada beberapa kemungkinan serta varian putusan MK dalam perkara itu," kata dia, pada Sabtu (14/10/2023) kemarin.
Menurut dia, amar putusan untuk pengujian materiil, dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan syarat formil, pengajuan permohonan antara lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 10, Pasal 11, dan/atau Pasal 12, amar putusan, "menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima".
Namun demikian, kemungkinan berikutnya adalah dalam hal pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum, maka MK dalam amar putusan menyatakan, "Menolak permohonan pemohon".
Selanjutnya, kata dia, dalam hal pokok permohonan beralasan menurut hukum, maka MK dalam amar putusan menyatakan Mengabulkan permohonan Pemohon sebagian/seluruhnya; Varian putusan selanjutnya, kata dia, adalah dalam hal Mahkamah berpendapat bahwa permohonan pengujian materiil inkonstitusional bersyarat, maka amar putusan adalah mengabulkan permohonan pemohon.
Kemudian, dan yang terakhir, dalam hal dipandang perlu, Mahkamah dapat menambahkan amar selain yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
"Jika kita mencermati perkembangan persidangan MK dalam mengadili perkara "a quo" selama ini, sangat potensial akan terjadi dua kemungkinan," ungkap Fahri.
Kemungkinan pertama kata dia, MK dalam putusannya akan menurunkam batas usia dari capres/cawapres dari batas usia 40 menjadi 35 tahun.
Kemungkinan kedua, adalah tetap mempertahankan usia 40 tahun namun ditambahkan dengan suatu syarat khusus yaitu pernah menjabat atau menjadi kepala daerah dengan segala konsekuensi konstitusionanya, tentunya dengan melihat "experience/pengalaman" putusan-putusan MK sebelumnya.
Baca Juga: Kontroversi Ketua MK Anwar Usman, Ipar Penentu Nama Baik Jokowi
Dia menjelaskan hal itu, termasuk Mahkmah Konstitusi (MK) pernah mengabulkan seluruh permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Permohonan diajukan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam Nomor 112/PUU-XX/2022, amar putusan tersebut, MK menyatakan Pasal 29 huruf e UU KPK yang semula berbunyi, “Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan”, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, “berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan”, Kata dia, dapat saja MK membuat putusan dengan corak dan karakter yang demikian itu, sehingga batas usia 40 tahun eksistensi normanya tetap berlaku, tetapi ditambah keadaan hukum khusus agar dapat menjangkau subjek hukum tertentu.
"Segala kemungkinan itu dapat saja terjadi, dan jika itu yang terjadi, maka dinamika pada internal Hakim MK akan terbelah, pastinya ada sebagian Hakim MK yang akan mengajukan pendapat berbeda atau dissenting opinion," tegas Fahri, dikutip dari Antara.
Menurut dia, secara prinsip, pada hakikatnya MK tak berwenang untuk menetapkan norma terkait batas umur usia capres atau cawapres dalam tata norma hukum, oleh karena persoalan penentuan batas umur terkait persyaratan untuk mengisi jabatan-jabatan publik secara konstitusional yang didasarkan pada berbagai putusan MK telah meletakkan kaidah "open legal policy" merupakan domain pembentuk UU, yaitu DPR dan Presiden.
Berita Terkait
-
Kalau MK Kabulkan Gugatan Batas Usia, Gerindra: Bukan Jaminan Gibran Otomatis Jadi Cawapres Prabowo
-
Siapa Muhammad Al Fatih? Disebut Ketua MK Jadi Contoh Pemimpin Muda Saat Polemik Batas Usia Capres Cawapres
-
Rizal Ramli Plesetkan MK Jadi 'Mahkamah Keluarga', Gibran: Biar Warga yang Nilai
-
Putusan MK Batas Usia Capres Cawapres Mepet Pendaftaran Pemilu 2024, Akankah Sesuai Harapan Prabowo?
-
Kontroversi Ketua MK Anwar Usman, Ipar Penentu Nama Baik Jokowi
Terpopuler
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
- Fakta-Fakta Korupsi Bupati HSS Kalsel, Diduga Minta Dana Proyek Puluhan Miliar
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 3 Oktober: Klaim Ballon d'Or 112 dan Gems
Pilihan
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
Terkini
-
Ngaku Lagi di Luar Pulau Jawa, Ridwan Kamil Tidak Hadir Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta Besok
-
Paslon Bupati-Wakil Bupati Bogor nomor 2 Pecah Kongsi, Soal Pencabutan Gugatan Sengketa Pilkada ke MK
-
Miris, Warga Bali 'Dibuang' Adat Karena Beda Pilihan Politik
-
Meski Sudah Diendorse di Kampanye, Pramono Diyakini Tak akan Ikuti Cara Anies Ini Saat Jadi Gubernur
-
Pilkada Jakarta Usai, KPU Beberkan Jadwal Pelantikan Pramono-Rano
-
MK Harus Profesional Tangani Sengketa Pilkada, Jangan Ulangi Sejarah Kelam
-
Revisi UU Jadi Prioritas, TII Ajukan 6 Rekomendasi Kebijakan untuk Penguatan Pengawasan Partisipatif Pemilu
-
Menang Pilkada Papua Tengah, Pendukung MeGe Konvoi Keliling Kota Nabire
-
Pasangan WAGI Tempati Posisi Kedua Pilkada Papua Tengah, Siap Tempuh Jalur Hukum ke MK
-
Sah! KPU Tetapkan Pasangan MeGe Pemenang Pilgub Papua Tengah 2024