Suara.com - Menteri Koordinasi Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menanggapi isu dinasti politik yang kerap disangkut pautkan dengan keluarga Presiden Jokowi belakangan ini. Dia mengatakan dinasti politik tidak bisa dilarang sebab tidak ada hukum yang mengikat.
Menurutnya, dinasti politik itu biasanya terjadi di negara-negara yang tidak menganut sistem demokrasi. Namun apabila itu terjadi di negara demokrasi pun hukum tidak bisa melarangnya.
"Dinasti politik itu sebenarnya bukan berada di negara demokrasi biasanya. Kalau seperti yang terjadi di negara-negara demokrasi itu tidak ada larangan," kata Mahfud MD di acara Mata Najwa seperti dikutip Suara.com, Kamis (19/10/2023).
Misalnya, ketika anak presiden ikut pemilu atau menjabat sebagai presiden, wakil presiden selanjutnya. Tak ada aturan yang membatasi hal itu.
"Misalnya anak presiden jadi pejabat selanjutnya itu tidak ada larangan secara hukum tata negara," ujar Dia.
Dia sendiri mengaku sering mendapatkan pertanyaan mengapa dirinya tidak menindak atau hanya berdiam diri ketika melihat paraktik dinasti politik. Dia menyebut, dinasti politik tidak bisa dilarang sebab hukum membenarkan.
"Saya katakan, ketika orang kenapa Pak Mahfud diam, saya mau ngelarang pakai apa wong hukum membenarkan itu," imbuhnya.
Dia berpandangan, politik dinasti itu "pagarnya" lebih ke etika maupun moralitas akan dipertanyakan oleh masyarakat. Namun tak ada sanksi hukumnya.
"Pada soal kapantasan soal etik moralitas dia, maju itu untuk memenuhi kepentingan negara atau tidak," kata dia.
Baca Juga: Ganjar-Mahfud Siap Ikuti Tes Kesehatan Hari Minggu, Hasto Sindir Ada Capres Lain Deg-degan?
"Bukan hukum, tapi itu penilaian etik dan moral, kepantasan.Secara hukum dia nggak berdaya melarang," lanjutnya.
Menurut Mahfud, pelanggaran terhadap politik dinasti hanya bisa diprotes melalui sanksi sosial. Selain itu juga bisa disanksi secara politik dengan melihat kepercayaan masyarakat.
"Nah pelanggaran terhadap ini hanya bisa diprotes melalui sanksi sosial, mungkin sanski politik dalam pengertian kepercayaan publik kepadanya runtuh," ucapnya.
Namun, untuk dibawa ke ranah hukum hal itu tidak bisa karena tidak ada hukum yang mengikat.
"Tapi mau dipenjara itu nggak bisa, dibawa pengadilan itu nggak bisa," pungkasnya.
_____________________
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- 7 Sunscreen yang Wudhu Friendly: Cocok untuk Muslimah Usia 30-an, Aman Dipakai Seharian
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- Pria Protes Beli Mie Instan Sekardus Tak Ada Bumbu Cabai, Respons Indomie Bikin Ngakak!
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 23 Oktober 2025: Pemain 110-113, Gems, dan Poin Rank Up Menanti
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Ngaku Lagi di Luar Pulau Jawa, Ridwan Kamil Tidak Hadir Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta Besok
-
Paslon Bupati-Wakil Bupati Bogor nomor 2 Pecah Kongsi, Soal Pencabutan Gugatan Sengketa Pilkada ke MK
-
Miris, Warga Bali 'Dibuang' Adat Karena Beda Pilihan Politik
-
Meski Sudah Diendorse di Kampanye, Pramono Diyakini Tak akan Ikuti Cara Anies Ini Saat Jadi Gubernur
-
Pilkada Jakarta Usai, KPU Beberkan Jadwal Pelantikan Pramono-Rano
-
MK Harus Profesional Tangani Sengketa Pilkada, Jangan Ulangi Sejarah Kelam
-
Revisi UU Jadi Prioritas, TII Ajukan 6 Rekomendasi Kebijakan untuk Penguatan Pengawasan Partisipatif Pemilu
-
Menang Pilkada Papua Tengah, Pendukung MeGe Konvoi Keliling Kota Nabire
-
Pasangan WAGI Tempati Posisi Kedua Pilkada Papua Tengah, Siap Tempuh Jalur Hukum ke MK
-
Sah! KPU Tetapkan Pasangan MeGe Pemenang Pilgub Papua Tengah 2024