Suara.com - Memukul anak dianggap sebagian orangtua merupakan cara yang paling tepat untuk menghukum anak. Namun faktanya ternyata salah besar. Sebuah penelitian justru menunjukkan adanya efek negatif dari hukuman fisik pada anak-anak.
Studi yang dilakukan pada 2012 menyoroti banyak konsekuensi berbahaya dari memukul anak, dan dengan jelas mengidentifikasi bahwa hukuman fisik hanya memiliki satu hasil positif, yaitu kepatuhan langsung jangka pendek. Sedangkan, efek negatif yang dihasilkan terdiri dari kerugian neurologis, fisik, perilaku, kognitif, emosional, dan indikator pembangunan sosial.
Berikut beberapa efek negatif memukul anak seperti dikutip HelloSehat.com:
1. Anak jadi agresif
Memukul anak merupakan model hukuman agresi untuk anak. Menurut Lynn Namka, EdD., memukul anak menimbulkan lebih banyak agresi pada anak, bahkan meskipun pada awalnya hal itu dilakukan untuk menghentikan perilaku tersebut.
Anak-anak tidak selalu bisa memahami perbedaan antara agresi fisik yang tidak diperbolehkan (seperti memukul dan mendorong), dan agresi fisik yang mereka terima sebagai hukuman. Menurut American Academy of Pediatrics, hukuman fisik dapat menyebabkan peningkatan agresi untuk anak-anak di sekolah.
2. Anak lebih mungkin melakukan penganiayaan fisik
Remaja yang menerima hukuman fisik, akan tiga kali lipat lebih mungkin untuk menganiaya anaknya sendiri ketika dewasa, menurut Murray A. Straus, pemimpin survey “Corporal Punishment by American Parents” pada 1999. Penelitian oleh Straus menemukan bahwa hanya 7 persen remaja yang tidak pernah dipukul melakukan penganiayaan fisik ketika dewasa. Sedangkan sebanyak 24 persen remaja yang pernah dianiaya secara fisik sebelumnya melakukan penganiayaan fisik terhadap anak mereka.
Memukul akan mengajarkan anak-anak bahwa menyakiti orang diperbolehkan, dan ini dapat menyebabkan mereka percaya bahwa cara memecahkan masalah adalah dengan memukul. Menurut Ask Dr Sears, anak-anak akan terus berpikir seperti itu hingga dewasa nanti, sehingga menyebabkan mereka untuk memukul anak atau pasangan mereka.
3. Gangguan perkembangan kognitif
Memukul anak memiliki dampak negatif pada perkembangan kognitif. Sebuah studi pada 1998 oleh Murray A. Straus dan Mallie J. Paschall, yang berjudul “Corporal Punishment by Mothers and Child’s Cognitive Development,” mengungkapkan bahwa anak-anak yang dipukul kurang mampu untuk bersaing dengan tingkat perkembangan kognitif yang diharapkan sesuai usia mereka.
Hal ini bahkan dapat menurunkan IQ mereka, catat Psychology Today. Memukul anak dapat mengurangi gray matter (jaringan penghubung abu-abu pada otak), yang merupakan bagian penting untuk kemampuan belajar anak.
4. Gangguan perkembangan emosional
Anak-anak yang secara fisik dihukum dapat terganggu secara emosional. Anak-anak yang secara fisik atau verbal dilecehkan lebih mungkin untuk menunjukkan gangguan psikologis, menurut Ask Dr Sears. Selain itu, U.S. Department of Health and Human Service menyatakan bahwa, memukul anak dianggap sebagai pelecehan fisik dan dapat membuat anak menjadi rendah diri, mengalami kerusakan otak, gangguan perhatian, dan juga penyalahgunaan zat.
Hal ini dapat menyebabkan kurangnya keterampilan sosial, kecemasan, dan depresi ketika anak-anak telah dewasa tanpa memandang status sosial ekonomi atau sejarah keluarga.
Stop mendisiplinkan anak dengan cara memukul!
Mendisiplinkan anak dengan memukul anak telah melampaui bentuk yang sebenarnya dari hukuman itu sendiri. Hal itu juga menjelaskan sistem di mana anak-anak tidak diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam disiplin mereka sendiri.
Anak-anak harus memahami apa kesalahannya dan bagaimana mereka dapat menebus kesalahan.
Pada anak usia dini, otak berkembang lebih cepat daripada organ lain dalam tubuh. Hal ini membuat usia dini merupakan periode yang sangat sensitif dan sangat penting dalam perkembangan otak.
Tekanan yang disebabkan oleh rasa sakit dan ketakutan akan dipukul dapat mempengaruhi perkembangan dan fungsi otak anak, menghambat pertumbuhan alami otak, dan mengakibatkan kelainan seumur hidup dan permanen pada otak.
Berita Terkait
Terpopuler
- Kecewa Kena PHP Ivan Gunawan, Ibu Peminjam Duit: Kirain Orang Baik, Ternyata Munafik
- Nasib Maxride di Yogyakarta di Ujung Tanduk: Izin Tak Jelas, Terancam Dilarang
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
- Gibran Dicap Langgar Privasi Saat Geledah Tas Murid Perempuan, Ternyata Ini Faktanya
Pilihan
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
Terkini
-
6 Parfum Aroma Bunga Segar yang Tahan Lama dan Cocok untuk Aktivitas Harian, Mana Pilihanmu?
-
Viral Olahraga Kombinasi Pilates dan Padel ala Warga Jaksel, Tuai Pro Kontra
-
Profil Kakek dan Nenek Prabowo Subianto yang Dikubur di Belanda
-
Love Scam Makin Marak, Detektif Jubun Ingatkan: Jangan Mudah Jatuh Hati di Dunia Maya
-
5 Body Lotion Murah Mengandung SPF untuk Lindungi Kulit dari UV dan Cegah Kanker
-
JPPI Desak Pemerintah Tetapkan KLB Akibat Ribuan Kasus Keracunan MBG: Apa Arti dan Dampaknya?
-
Kalender Jawa 28 September 20 Weton Minggu Pon: Sosok Mandiri Penarik Lawan Jenis
-
Kumpulan Prompt Gemini AI untuk Foto Acara Pernikahan dari Pengantin hingga Tamu Undangan
-
Dari Gamifikasi Hingga Live Streaming: Intip Tren Filantropi Digital yang Digandrungi Gen Z
-
Mengintip Garis Keturunan Prabowo Subianto dari Sultan HB I dan Sultan Agung Mataram