Suara.com - Banyak yang berpendapat bahwa belajar bahasa asing lebih sulit dilakukan ketika Anda sudah dewasa. Benarkah ada masa emas untuk memelajari bahasa baru?
Meskipun sulit untuk dibuktikan, penelitian baru yang diterbitkan dalam jurnal Cognition, menunjukkan bahwa sebenarnya ada usia terbaik di mana memelajari suatu keterampilan baru menjadi lebih mudah dilakukan, termasuk dalam belajar bahasa asing.
Penelitian yang dilakukan oleh Massachusetts Institute of Technology di Amerika ini menyebutkan bahwa jika Anda ingin mencapai kemahiran yang serupa dengan seorang penutur asli, Anda harus mulai belajar bahasa asing sebelum usia 10 tahun.
Menariknya, anak-anak hingga usia 17 atau 18 tahun tetap memiliki keterampilan tinggi dalam memahami tata bahasa dari bahasa baru. Tetapi, mulai dari usia inilah kemampuan mereka mulai berkurang.
Dengan mengukur kemampuan gramatikal dari 670.000 orang dari berbagai usia dan kebangsaan menggunakan kuis, para ilmuwan mencari tahu usia dan berapa lama mereka telah belajar bahasa Inggris, sebelum kemudian para responden ini diminta untuk menentukan apakah sebuah kalimat benar secara tata bahasa.
Sekitar 246.000 peserta tumbuh dewasa hanya berbicara bahasa Inggris, sementara sisanya bilingual atau multibahasa. Kebanyakan merupakan penutur asli dari bahasa Finlandia, Turki, Jerman, Rusia, dan Hongaria. Mayoritas berusia 20-an sampai 30-an. Namun, peserta termuda berusia 10 tahun dan yang tertua di akhir 70-an.
Setelah menganalisis hasil kuis menggunakan komputer, para ilmuwan mengungkapkan bahwa pembelajaran tata bahasa terkuat ada pada anak-anak dan bertahan hingga masa remaja.
Tapi, tidak berarti belajar bahasa asing saat dewasa sudah tidak memungkinkan, ya.
Sebaliknya, hasil menunjukkan bahwa setelah usia 18, seseorang masih akan belajar dengan cepat, tetapi mungkin tidak mencapai kemampuan yang sama dari penutur asli.
Baca Juga: Diancam Dibunuh, Sultan HB X Yogyakarta Beri Jawaban Mengejutkan
“Ada kemungkinan akibat perubahan biologis. Ada juga kemungkinan bahwa itu adalah sesuatu yang dipengaruhi sosial atau budaya,” kata seorang peneliti, Josh Tenenbaum, yang juga seorang profesor ilmu saraf dan kognitif di Massachusetts Institute of Technology, seperti dilansir dari BBC.
Berita Terkait
Terpopuler
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
- Ditunjuk Jadi Ahli, Roy Suryo Siapkan Data Akun Fufufafa Dukung Pemakzulan Gibran
Pilihan
-
Pemain Eropa Telat Gabung, Persiapan Timnas Indonesia Terancam Kacau Jelang Hadapi Arab Saudi
-
PSSI Protes AFC, Wasit Laga Timnas Indonesia di Ronde 4 Kok dari Timur Tengah?
-
Kuliah di Amerika, Tapi Bahasa Inggris Anak Pejabat Ini Malah Jadi Bahan Ledekan Netizen
-
Shell Rumahkan Karyawan, BP Tutup 10 SPBU Akibat BBM Langka Berlarut-larut
-
Menkeu Purbaya Sindir Dirut Bank BUMN: Mereka Pintar Cuma Malas, Sabtu-Minggu Main Golf Kali!
Terkini
-
Apa Itu Sleep Therapy yang Dijalani Tasya Farasya? Insomnia Akut Sebelum Gugat Cerai Suami
-
Bukan Cuma Soal Juara: Ini Alasan Bakat Penting Buat Tumbuh Kembang Anak
-
Siapa Mertua Tasya Farasya? Sosoknya Pernah Tersandung Kasus Hukum
-
Apakah PPPK Paruh Waktu Bisa Diangkat Jadi PPPK Penuh Waktu?
-
Letak Nomor SKCK untuk Isi DRH PPPK 2025 Bukan di Pojok Atas, Ini yang Benar
-
Ustaz Khalid Basalamah Tamatan Apa? Terseret Kasus Korupsi Kuota Haji
-
Siapa Kembaran Tasya Farasya? Heboh Sang Selebgram Gugat Cerai Suami
-
Kisah Cinta Tasya Farasya dan Ahmad Assegaf: Pesta Nikah 7 Hari 7 Malam Berujung Cerai usai 7 Tahun
-
Harga Perhiasan Lisa BLACKPINK di Emmy Awards, Tembus Belasan Miliar!
-
Profil Ida Yulidina, Istri Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa Ternyata Dulunya Model