Suara.com - Tepuk tangan merupakan suatu bentuk apresiasi terhadap sesuatu. Biasanya tepuk tangan diberikan kepada seseorang yang baru saja menunjukkan karyanya. Di sisi lain, tepuk tangan juga dapat disimbolkan sebagai bentuk dukungan.
Seseorang yang mendapat tepuk tangan akan merasa dirinya diapresiasi karena apa yang telah dilakukannya. Namun ketika orang itu gaga sekalipun, tepuk tangan dapat menjadi pemicu semangat. Namun, tahukah kamu sejak kapan tepuk tangan ditunjukkan sebagai bentuk apresiasi?
Dilansir dari laman Todayifoundout, pemikiran bertepuk tangan untuk menunjukkan penghargaan berawal dari perilaku yang dipelajari. Misalnya, pada bayi, awalnya ia akan bertepuk tangan pada usia sekitar satu tahun.
Namun, bayi bertepuk tangan dengan sendirinya tanpa dorongan orangtua. Hal itu ditandakan atas respon bayi terhadap suara yang dihasilkan oleh tangannya. Dari hal tersebut terdapat pemikiran orangtua untuk mengajari mereka menggunakan gerakan tepuk tangan sebagai tanda antuasiasme.
Profesor Bella Itkin dari Sekolah Teater Universitas DePaul memiliki teori bahwa tepuk tangan berasal dari kegiatan di sekitar api unggun. Biasanya kegiatan tersebut terdapat acara menabuh dan menghentakkan kaki yang juga diiringi tepuk tangan.
Selain itu, dikatakan juga bahwa tepuk tangan berasal dari Yunani Kuno. Pada masa itu, mereka memiliki penonton yang ramai. Namun, hal ini tergantung pada suasana hati penonton dan kualitas pertunjukan. Penonton Yunani Kuno tidak segan melempar batu dan makanan ke artis yang tidak mereka sukai. Namun sebaliknya, ketika mereka senang atau antusias dengan pertunjukan, mereka akan menunjukkan perasaan dengan berteriak, menghentakkan kaki, dan apapun yang menimbulkan kebisingan sebanyak mungkin. Akhirnya, disimpulkan bahwa membuat suara merupakan bentuk apresiasi, seperti berteriak, berisul, serta tepuk tangan.
Terdapat referensi lain mengenai tepuk tangan, yaitu oleh Republik Romawi. Seorang pemain drama Romawi abad ke-3 SM yang terkenal, Plautus, sering memasukkan arahan dalam dramanya yang meminta salah satu aktor untuk melangkah maju setelah pidato terakhir untuk mengatakan "Valete et plaudite!". Kalimat latin tersebut berati “Selamat tinggal dan tepuk tangan”.
Sama halnya dengan Yunani, penonton Romawi juga akan memberikan suara riuh ketika melihat sebuah pertunjukkan. Namun, mereka tidak segan untuk memberikan reaksi negatif jika pertunjukannya tidak bagus.
Secara historis, penonton selalu didorong untuk mengekspresikan antusiasme berupa apresiasi ataupun reaksi negatif mereka dalam pertunjukan dengan cara tertentu.
Baca Juga: Malas ke Museum, Generasi Milenial Makin Jauh dari Sejarah Masa Lalu
Bagaimanapun, sejak pertama kali ditetapkan sebagai norma oleh orang Romawi Kuno, tepuk tangan sebagai tanda persetujuan telah menjadi fenomena yang sangat bertahan di banyak budaya manusia hingga saat ini. Hal itu sebagai bentuk apresiasi terhadap permainan, pidato, dan konser.
Namun, tepuk tangan tidak bisa dilakukan dalam semua kondisi. Misalnya, bertepuk tangan selama pertunjukan orkestra hari ini dianggap sangat tidak sopan.
Namun, komposer seperti Beethoven dan Mozart mengatakan, penonton akan memberikan reaksi tepuk tangan terhadap suatu pertunjukan yang dinilainya sulit dan mengesankan.
Misalnya, dalam sebuah surat kepada ayahnya pada 1778, Mozart mencatat kesenangannya pada penonton yang sering menyela pertunjukan dengan tepuk tangan.
Hal yang sama juga dikatakan pianis abad ke-19, Franz Liszt. Biasanya dalam pertunjukkan konser, penonton akan benar-benar hening. Namun, pada konsernya, penonton akan sangat ramai. Hal itu membuatnya senang karena merasa diapresiasi.
Praktik tepuk tangan selama pertunjukan klasik semacam itu sebagian besar telah mati pada akhir abad ke-19, sekitar waktu yang sama munculnya penonton pasif dalam berbagai jenis pertunjukan. Setelah itu, banyak komposer mulai menciptakan karya tanpa jeda untuk mencegah tepuk tangan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Link DANA Kaget Khusus Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cuan Rp 345 Ribu
- 7 Rekomendasi Parfum Terbaik untuk Pelari, Semakin Berkeringat Semakin Wangi
- Unggahan Putri Anne di Tengah Momen Pernikahan Amanda Manopo-Kenny Austin Curi Perhatian
- 8 Moisturizer Lokal Terbaik untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Solusi Flek Hitam
- 15 Kode Redeem FC Mobile Aktif 10 Oktober 2025: Segera Dapatkan Golden Goals & Asian Qualifier!
Pilihan
-
Tekstil RI Suram, Pengusaha Minta Tolong ke Menkeu Purbaya
-
Grand Mall Bekasi Tutup, Netizen Cerita Kenangan Lawas: dari Beli Mainan Sampai Main di Aladdin
-
Jay Idzes Ngeluh, Kok Bisa-bisanya Diajak Podcast Jelang Timnas Indonesia vs Irak?
-
278 Hari Berlalu, Peringatan Media Asing Soal Borok Patrick Kluivert Mulai Jadi Kenyataan
-
10 HP dengan Kamera Terbaik Oktober 2025, Nomor Satu Bukan iPhone 17 Pro
Terkini
-
5 Rekomendasi Kulkas 2 Pintu Watt Kecil yang Hemat Listrik dan Cocok untuk Keluarga Efisien
-
Lari Bagi Febby Rastanti Bukan Sekadar Olahraga, Tapi Cara Healing dan Menemukan Diri Sendiri!
-
Terpopuler: Viral Pejabat Salip Mobil Sultan HB X, Glamping Maut di Solok Belum Berizin?
-
4 Kebiasaan yang Justru Bikin Flek Hitam Makin Parah, Skincare Mahal Pun Tidak Ngefek
-
6 Shio yang Beruntung dalam Percintaan 13 Oktober 2025, Kamu Termasuk?
-
Sosok Tis'ah Djahri, Ibu Olla Ramlan yang Meninggal Dunia
-
Wonderful Indonesia Tourism Fair 2025: Panggung Dunia untuk Pesona Pariwisata Indonesia!
-
5 Rekomendasi Sunscreen Mengandung Kolagen untuk Hilangkan Kerutan, Murah Meriah Mudah Ditemukan
-
Sunscreen Seperti Apa yang Cocok untuk Usia 40 Tahun ke Atas? Simak Tips dari Dokter
-
Harga & Spesifikasi Mito Android TV 32 Inch, Suvenir Mewah di Pernikahan Amanda Manopo