“Semua yang kita lihat di kota sudah banyak sekali tersentuh campur tangan manusia. Sementara kalau kita pergi ke hutan, semua masih terasa natural,” kata Nino, yang dulu sering diajak naik gunung oleh ayahnya yang seorang pencinta alam sejati.
Ia juga merasa, karena selama ini terbiasa hidup dalam kebisingan kota, di hutan ia bisa merasa sangat relaks. Sehingga, sangat mudah baginya untuk mencari inspirasi.
Yang merasakan momen seperti ini ternyata bukan hanya Laleilmanino. Ve, yang dulu sering keluar-masuk hutan, juga takjub. Hutan wisata yang jaraknya terbilang dekat dari Jakarta bisa diakses dengan begitu mudah.
“Ke Situ Gunung sudah seperti ke kafe saja, deh. Cuma dalam waktu relatif singkat, kita bisa mendapatkan suasana hening seperti ini. Kalau tahu begini, dari dulu saya sering-sering ke sini. Pemandangannya bagus banget,” kata Ve.
Ia juga mengamati, semua personel Laleilmanino telah terkoneksi dengan alam dengan cara mereka sendiri. Terlepas dari profesi mereka sebagai seniman, sebagai warga perkotaan mereka juga bisa melihat bahwa saat pandemi langit Jakarta bisa terlihat biru karena polusi yang minimal.
“Mereka juga telah menerapkan gaya hidup ramah lingkungan. Artinya, informasi terkait perubahan iklim dan jaga hutan sudah mereka rasakan sebagai bagian dari kehidupan mereka sehari-hari,” kata Ve lagi.
Insight terbesar: perubahan iklim itu nyata
“Sebelum pergi ke hutan kemarin, kami tahu ada isu tentang perubahan iklim dan tentang begitu banyaknya muatan perhatian yang dibutuhkan oleh alam. Hanya saja, kami tidak tahu secara mendetail tentang apa saja yang terjadi dan apa yang harus kami lakukan. Maka, penting sekali bagi kami untuk mengobrol lebih dalam dengan Kak Ve dan Kak Tian tentang isu tersebut, sekaligus merasakan isunya langsung di tempat yang sedang menjadi perhatian,” kata Nino.
Ve bercerita tentang pengalamannya mendokumentasikan dampak perubahan iklim di Indonesia. Mayoritas daerah yang ia teliti adalah daerah yang menjadi kekuatan Indonesia, yaitu lahan dan hutan, serta pesisir dan laut.
Baca Juga: Asyik Main Flying Fox di Tengah Hutan, Anak Ini Alami Kemacetan Tak Terduga
“Dulu kita belajar periode musim hujan dan musim kemarau. Kini kearifan lokal yang berbasis pada periode musim di masa lalu tak bisa berlaku lagi, karena musim telah bergeser. Masyarakat hutan yang bergantung pada kebun atau pertanian harus berinovasi memikirkan jenis bibit atau praktik berkebun atau bertani yang lebih produktif. Atau, masyarakat pesisir harus mencari alternatif, ketika tidak bisa melaut saat gelombang tinggi,” kata Ve.
Contoh lain yang diceritakan Ve adalah banjir rob dan bergesernya garis pantai, misalnya di utara Jawa atau utara Jakarta. Masjid yang awalnya berada di daratan sekarang berada hampir di tengah laut.
“Mendengar cerita-cerita seperti ini, kami seperti disadarkan kembali bahwa isu perubahan iklim ini memang sangat menyeramkan, ya. Jadi, kalau kita tidak beraksi sejak sekarang, kita sendirilah yang nanti akan merasakan kerugiannya,” kata Nino.
Saat Laleilmanino bertanya lebih jauh tentang penyebab kejadian tersebut, Tian menjelaskan, penyebabnya adalah aktivitas manusia yang berdampak pada perubahan iklim. Ia kemudian menambahkan soal kerusakan hutan, yang membuat anak muda perlu diingatkan kembali bahwa hutan punya kekayaan yang luar biasa, dan hanya akan terus bisa dinikmati, jika hutan terjaga dengan baik.
Enlightenment terpenting: Manusia harus turun tangan
Di tengah kegiatan jalan-jalan, Laleilmanino juga berkesempatan untuk berdiskusi dengan Ve dan Tian. Nino sempat bertanya, “Jika bukan manusia yang melakukan perbaikan terhadap alam, siapa lagi yang bisa? Bisakah alam memperbaiki diri sendiri?”
Berita Terkait
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Geger Keraton Solo: Putra PB XIII Dinobatkan Mendadak Jadi PB XIV, Berujung Walkout dan Keributan
-
Cetak 33 Gol dari 26 Laga, Pemain Keturunan Indonesia Ini Siap Bela Garuda
-
Jawaban GoTo Usai Beredar Usul Patrick Walujo Diganti
-
Waduh, Rupiah Jadi Paling Lemah di Asia Lawan Dolar Amerika Serikat
-
Tekad Besar Putu Panji Usai Timnas Indonesia Tersingkir di Piala Dunia U-17 2025
Terkini
-
Bukan Keburukan, Laporkan Kebaikan Teman Justru Bisa Tingkatkan Empati Remaja
-
7 Parfum Aroma Mawar untuk Wanita Dewasa, Wangi Elegan dan Tahan Lama
-
Kenali Jenis Kulit: Tips Dokter Kulit untuk Mendapatkan Hasil Perawatan Ideal
-
Atap Asbes Bisa Picu Kanker, Ini 5 Alternatif Lain yang Lebih Aman dan Awet
-
5 Rekomendasi Parfum Wanita Aroma Segar di Bawah Rp30 Ribu yang Mudah Ditemukan
-
7 Varian Parfum Scarlett yang Paling Wangi untuk Wanita Usia 40 Tahun
-
3 Pilihan Shade Cushion Mother of Pearl yang Cocok untuk Kulit Sawo Matang, Wajah Anti Abu-Abu
-
BLT Kesra Rp900 Ribu November 2025 Belum Cair? Cek Penyebab dan Solusinya
-
4 Lip Balm Viva Cosmetics untuk Merawat Bibir Kering dan Pecah-Pecah
-
Bye Pori-Pori Tersumbat! 5 Cushion Non Comedogenic Terbaik yang Bikin Kulit Bebas Kusam & Jerawat