Suara.com - Kasus dr Qory Ulfiyah hingga saat ini masih menjadi sorotan. Pasalnya, alasan dr. Qory putuskan untuk kabur dari rumah rupanya karena alami KDRT dari pihak suami. Oleh sebab itu, kasus ini menuai banyak perhatian termasuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).
Melihat kasus dr. Qory, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengapresiasi keberanian dr. Qory yang mau mengambil tindakan tegas atas kasus KDRT dari suaminya itu. Menurutnya, itu adalah langkah tepat yang dapat dilakukan oleh korban KDRT.
“Jika merunut dari kronologi yang disampaikan oleh akun di “X” dan hasil penyelidikan aparat kepolisian, keputusan dr.Qory untuk meninggalkan rumah dan mencari perlindungan itu sudah sangat tepat,” ungkap Bintang dalam rilis yang diterima Suara.com, Senin (20/11/2023).
Selain itu, menurut Bintang dari kasus dr. Qory ini menunjukkan kalau korban harus memiliki keberanian untuk melapor. Apalagi saat ini sudah banyak undang-undang yang mengatur mengenai KDRT.
“Dengan berani melapor, maka pertolongan kepada korban dapat segera dilakukan, begitu pula upaya penyelamatan terhadap anak-anak korban. KDRT bukan lagi urusan privat, tapi sudah menjadi urusan Negara saat Undang-Undang pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT)
Untuk melaporkan KDRT ini juga bukan hanya kepada polisi. Kemen PPPA JUGA hotline layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08-111-129-129 sehingga masyarakat yang melihat, mendengar dan mengetahui adanya tindak kekerasan di sekeliling mereka bisa melapor ke kontak layanan tersebut.
Masalah KDRT ini juga tidak hanya harus diwaspadai oleh korban. Namun, pihak keluarga maupun masyarakat juga harus mewaspadai tanda-tanda adanya kekerasan dalam sebuah rumah tangga. Sementara untuk korban sendiri harus mewaspadai beberapa hal di antaranya:
- Jika kekerasan yang dilakukan terjadi berulang. Misalnya, adanya ketegangan, kekerasan, fase tenang, lalu memaafkan. Setelah itu, pelaku kembali mengulangi kesalahan yang sama. Hal ini harus diwaspadai.
- Tidak menyalahkan diri sendiri karena KDRT bukan merupakan kesalahan diri sendiri.
- Mengumpulkan bukti yang dapat mendukung adanya peristiwa KDRT. Ini menjadi langkah penting jika terjadi kondisi yang semakin memburuk. Bukti-bukti yang dapat mendukung bisa berupa pemeriksaan kesehatan (rekam medis), dan dokumentasi luka/memar akibat KDRT yang dialami.
- Menghubungi keluarga atau kerabat yang dapat dipercaya atau mencari bantuan pada tempat yang tepat.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
7 Spot Menonton Kembang Api di Solo, Mudah Akses dan Minim Halangan
-
Prediksi Puncak Arus Libur Nataru 2025/2026, Catat Jam Macetnya
-
30 Link Twibbon Hari Ibu Tema Haru dan Lucu Bisa Langsung Digunakan
-
Warna Rumah Bukan Sekadar Estetika: Cara Menciptakan Hunian yang Lebih Personal dan Hangat
-
Tasya Kamila Ungkap Alasan Bahasa Inggris Jadi Bekal Penting Anak Sejak Dini
-
7 Rekomendasi Sunscreen untuk Cegah Hiperpigmentasi Usia 35 Tahun ke Atas
-
Sepatu Carbon Plate dan Nylon Plate Apa Bedanya? Ini 8 Rekomendasi Terbaik untuk Lari
-
7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
-
Terpopuler: Beda Cara SBY vs Prabowo Tangani Banjir, Medali Emas Indonesia Cetak Rekor
-
Miles of Smiles: Ketika Lari Bersama Keluarga Menjadi Ruang Inklusif untuk Anak Down Syndrome