Suara.com - Bulan Januari merupakan awal dari sebagian orang memulai tahun yang baru. Pada awal bulan ini tak sedikit orang yang menjadikan waktu ini untuk memulai resolusi-resolusi yang telah disusun.
Namun, tak sedikit juga orang yang merasakan Januari terasa sangatlah lama dibanding dengan bulan-bulan lainnya.
Tentu saja jika dibandingkan dengan bulan Desember yang lumayan penuh dengan tanggal merah dan perayaan seperti Natal akan terasa seru, ketimbang di bulan Januari yang membosankan.
Siapa sangka ternyata ada hal yang bisa menjelaskan alasan Januari terasa lama sekali. Berikut ulasannya.
Hipotesis Jam Dopamin
Ada seorang mahasiswa PhD di University College London (UCL) bernama Zhenguang Cai. Ia mempelajari soal persepsi waktu menjelaskan mengapa banyak orang merasa bulan Januari terasa begitu lama.
Salah satunya alasannya berasal dari kembalinya ke rutinitas setelah merasakan libur Natal.
"Ada kemungkinan bahwa memulai kembali pekerjaan setelah liburan Natal menyebabkan banyak kebosanan (dibandingkan dengan kesenangan selama liburan Natal), yang pada gilirannya menyebabkan kebosanan. kesan bahwa waktu melambat di bulan Januari," jelasnya dalam The New Statesman.
Fenomena ini pun paling mudah dijelaskan oleh hipotesis jam dopamin. Dalam hipotesis tersebut dikatakan bahwa semakin tinggi level dopamin seseorang, neurotransmitter yang ada di otak seseorang, yang berhubungan dengan motivasi dan penghargaan, dapat mempercepat jam internal diri dan membuat kalian merasa waktu berjalan lebih cepat.
Baca Juga: Prabowo Hadir di Perayaan Natal Bersama BUMN, Publik: Semoga Presiden 2024
Selain itu, fenomena ini juga akan turut menimbulkan beberapa orang yang mengalami mood buruk.
January Blues
Ternyata tidak hanya terasa lama saja, beberapa orang bisa mengalami mood yang buruk selama Januari.
Hal ini pun bisa disebut dengan 'January Blues'. Menurut seorang penulis dan terapis di Time Perspective Therapy, Rosemary Sword.
Januari blues merupakan bentuk depresi yang dirasakan seseorang setelah liburan atau bahkan sebelumnya. January blues sendiri biasanya paling lama terjadi selama beberapa pekan.
"Berbebda dengan January blues, yang merupakan depresi situasional dan terhubung dengan cara kita berpikir dan merasakan sesuatu. Seasonal Affective Disorder atau SAD merupakan depresi klinis yang disebabkan oleh faktor biologis seseorang," jelas Rosemary Sword.
Berita Terkait
Terpopuler
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 September: Klaim Pemain 108-112 dan Hujan Gems
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Thom Haye Akui Kesusahan Adaptasi di Persib Bandung, Kenapa?
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
- Saham DADA Terbang 2.000 Persen, Analis Beberkan Proyeksi Harga
Pilihan
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
Terkini
-
Tren Fesyen Wanita Karier 2025: Ini 5 Item Wajib Ada di Lemari
-
Eye Cream atau Moisturizer Dulu? Ini Urutannya untuk Skincare Malam
-
Berapa Biaya Sekolah di Orchid Park Secondary School seperti Gibran? Segini Kisarannya
-
8 Fakta Pernikahan Selena Gomez dan Benny Blanco, Ini Potret Intimate Wedding Mereka
-
Alasan Kakek Nenek Prabowo Subianto Dimakamkan di Belanda
-
Kurikulum Internasional dan Regulasi Nasional: Formula Baru Pendidikan Masa Depan
-
5.200 Pelari Gaungkan Semangat UMKM Indonesia, Sport dan Empowerment Jadi Satu
-
Wacana akan Jadi Ibukota Politik, Mengapa IKN Dibangun di Kalimantan Timur?
-
Siapa Ayah Prabowo Subianto? Silsilahnya Disorot usai Sang Presiden Ziarah Makam di Belanda
-
Ribuan Orang Keracunan MBG, Ini Nomor Hotline Pengaduan BGN Resmi