Lifestyle / Komunitas
Jum'at, 03 Oktober 2025 | 07:14 WIB
Ilustrasi kondisi stres (Pixabay)

Suara.com - Setiap orang pasti pernah menghadapi tekanan, kesedihan, atau situasi sulit dalam hidup. Cara seseorang merespons kondisi itu disebut coping mechanism. Namun, tidak semua cara yang dipakai sehat. Ada sejumlah kebiasaan yang awalnya dimaksudkan untuk meredakan stres justru bisa berubah menjadi masalah baru.

Menyadur Positive Psychology, coping mechanism yang tidak sehat sebagai strategi maladaptif. Meski memberi kelegaan sesaat, kebiasaan ini berisiko menimbulkan dampak psikologis, emosional, hingga fisik dalam jangka panjang.

1. Penyalahgunaan Zat

Mengonsumsi alkohol, narkoba, atau obat pereda sakit kerap dijadikan pelarian. Sayangnya, cara ini hanya menutup masalah sementara. Jika berlanjut, bisa menimbulkan kecanduan yang memperparah kondisi kesehatan mental maupun fisik.

2. Menghindar dan Menyangkal

Ada orang yang memilih pura-pura tidak punya masalah atau menekan perasaan buruk. Padahal, sikap ini justru membuat stres makin menumpuk. Tanpa berani menghadapi kenyataan, masalah tak pernah selesai dan perkembangan emosional jadi terhambat.

3. Melukai Diri Sendiri

Beberapa orang melampiaskan rasa sakit dengan menyakiti tubuh, misalnya menggores atau membakar kulit. Meski memberi rasa lega sesaat, perilaku ini berbahaya karena bisa menimbulkan luka serius sekaligus memperburuk kondisi emosional.

4. Pikiran Negatif

Baca Juga: 5 Stages of Grief dalam Perceraian, Kamu di Tahap Mana?

Kebiasaan menghujat diri sendiri membuat rasa percaya diri turun drastis. Pikiran pesimistis yang terus berulang dapat memperbesar tekanan batin. Akibatnya, orang jadi sulit maju dan terjebak dalam lingkaran stres.

5. Makan Berlebihan

Sebagian orang melarikan diri ke makanan saat stres, yang dikenal dengan istilah emotional eating. Walaupun menenangkan sementara, kebiasaan ini sering berujung pada rasa bersalah, berat badan naik, hingga masalah kesehatan lain.

6. Menyendiri

Menarik diri dari lingkungan sosial mungkin terasa aman, tetapi isolasi justru memperburuk kondisi. Tanpa interaksi positif, seseorang kehilangan dukungan emosional yang sebenarnya bisa membantu penyembuhan.

7. Menunda Pekerjaan

Prokrastinasi atau menunda tugas sering dianggap solusi agar terhindar dari rasa takut gagal. Namun, makin lama tugas menumpuk, makin besar pula beban pikiran. Ujung-ujungnya justru menambah stres dan rasa bersalah.

8. Terlalu Sibuk Bekerja

Sebagian orang menutupi masalah pribadi dengan bekerja berlebihan. Awalnya terlihat produktif, tetapi lama-kelamaan bisa memicu kelelahan, mengganggu kehidupan sosial, hingga meningkatkan risiko burnout.

9. Agresif

Melampiaskan emosi dengan marah atau bersikap kasar pada orang lain bukan jalan keluar. Selain merusak hubungan, kebiasaan ini membuat orang terdekat menjauh sehingga masalah terasa makin berat.

10. Layar Berlebihan

Menghabiskan waktu terlalu lama di depan layar, baik bermain gim, menonton, atau berselancar di media sosial, juga bisa menjadi pelarian. Jika berlebihan, kebiasaan ini membuat orang mengabaikan tanggung jawab, hubungan nyata, bahkan kesehatan diri.

Meski bentuknya berbeda, semua mekanisme ini memiliki pola serupa: awalnya tampak menolong, tetapi lama-lama justru berubah menjadi masalah utama. Singkatnya, cara kita mengatasi krisis emosional bisa berbalik menjadi sumber krisis baru.

Hidup memang penuh tantangan, dan wajar bila setiap orang mencari jalan keluar untuk mengurangi tekanan. Namun, penting menyadari bahwa tidak semua cara itu tepat. Menyadari risiko dari kebiasaan buruk adalah langkah pertama untuk beralih ke strategi yang lebih sehat.

Kontributor : Gradciano Madomi Jawa

Load More