Suara.com - Keraton Surakarta Hadiningrat atau yang lebih dikenal sebagai Keraton Solo merupakan salah satu warisan budaya Jawa paling megah dan bersejarah di Indonesia. Terletak di jantung Kota Surakarta, Jawa Tengah, keraton ini bukan hanya menjadi simbol kejayaan masa lalu, tetapi juga pusat kebudayaan yang masih hidup hingga kini.
Dengan arsitektur klasik yang menawan, ritual tradisional yang terus dijaga, serta koleksi benda pusaka yang menakjubkan, Keraton Solo menjadi destinasi wisata budaya yang tak lekang oleh waktu. Dikenal sebagai istana resmi raja Kasunanan Surakarta, keraton ini berdiri sejak abad ke-18 dan menjadi saksi perjalanan panjang sejarah kerajaan-kerajaan di Tanah Jawa.
Setiap sudutnya menyimpan cerita tentang kekuasaan, spiritualitas, dan seni yang diwariskan turun-temurun. Keraton Solo bukan sekadar bangunan megah, ia adalah pusat identitas budaya Jawa yang memelihara nilai-nilai luhur, filosofi hidup, serta kearifan lokal yang mendalam.
Bagi para pengunjung, berkeliling di kompleks Keraton Solo seolah membawa mereka ke masa lampau. Dari gapura megah hingga taman-taman yang tenang, dari meriam tua hingga bangsal upacara, semuanya menggambarkan kehidupan istana yang penuh tata krama dan simbolisme.
Karenanya, Keraton Solo menjadi magnet wisata budaya yang selalu memikat perhatian wisatawan lokal maupun mancanegara.
Berikut lima fakta menarik tentang Keraton Solo yang perlu Anda ketahui.
1. Berdiri Sejak Abad ke-18 dan Menjadi Penerus Mataram
Keraton Surakarta Hadiningrat dibangun pada tahun 1743 dan diresmikan pada 17 Februari 1745 (17 Suro 1670 tahun Jawa) oleh Sri Susuhunan Pakubuwana II. Pendirian keraton ini dilakukan setelah keraton lama di Kartasura hancur akibat pemberontakan. Dari tiga lokasi yang diusulkan sebagai tempat baru yaitu Kadipala, Sana Sewu, dan Sala, akhirnya dipilihlah Desa Sala (yang kini dikenal sebagai Surakarta) meski wilayahnya dahulu berupa rawa.
Keraton ini kemudian menjadi penerus sah Kesultanan Mataram setelah Perjanjian Giyanti tahun 1755 yang membagi kerajaan menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Sejak saat itu, Keraton Solo menjadi pusat kekuasaan dan kebudayaan Jawa bagian timur, mempertahankan tradisi kerajaan Mataram dalam versi khasnya.
Baca Juga: Raja Keraton Solo Pakubuwono XIII Wafat, Akhir Perjalanan Sang Pemersatu Takhta Mataram
2. Arsitektur Penuh Simbol dan Filosofi Jawa
Keindahan arsitektur Keraton Solo bukan hanya terletak pada bentuknya yang megah, tetapi juga pada makna filosofis di balik setiap detailnya. Misalnya, Gapura Gladag dan Kori Brodjonolo, dua pintu utama menuju keraton, melambangkan perjalanan spiritual menuju kesempurnaan batin. Nama “Brodjonolo” berasal dari kata brodjo (senjata tajam) dan nolo (hati), yang berarti manusia harus mengasah perasaannya sebelum memasuki wilayah suci.
Bangunan Sitihinggil atau “tanah yang tinggi” dibangun pada masa Pakubuwana III sekitar tahun 1766. Area ini menjadi tempat penting untuk upacara kerajaan dan penobatan raja. Tanah di tempat ini bahkan diambil dari daerah Tolowangi, yang konon memiliki aroma harum sebagai simbol kesucian.
Di sisi lain, menara Panggung Sangga Buwana menjadi bagian paling mistis keraton. Konon, menara setinggi lima lantai ini digunakan raja untuk bersemedi dan bertemu dengan Nyai Ratu Kidul, penguasa Laut Selatan.
3. Menyimpan Koleksi Benda Pusaka Bernilai Tinggi
Keraton Solo juga berfungsi sebagai museum hidup yang menyimpan ratusan koleksi bersejarah. Di antaranya terdapat gamelan kuno, wayang kulit, manuskrip Jawa klasik, serta perhiasan kerajaan dari emas dan batu permata.
Berita Terkait
-
Raja Keraton Solo Pakubuwono XIII Wafat, Akhir Perjalanan Sang Pemersatu Takhta Mataram
-
Nikahan Massal Anak Daro di Jakarta Coffee Week 2025: Saat Kopi, Budaya, dan Kolaborasi Menyatu
-
Efisiensi Tanpa Overthinking: Menata Ulang Budaya Kerja Lembaga Mahasiswa
-
Maluku Harmoni Alam, Laut, dan Budaya yang Memikat Dunia
-
Ketika Warung Pecel Lele Bertemu Streetwear: Cara Jakarta Merayakan Budayanya Sendiri
Terpopuler
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 7 Mobil Bekas Favorit 2025: Tangguh, Irit dan Paling Dicari Keluarga Indonesia
- 25 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 1 November: Ada Rank Up dan Pemain 111-113
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 5 Bek Kanan Terbaik Premier League Saat Ini: Dominasi Pemain Arsenal
Pilihan
-
Tak Tayang di TV Lokal! Begini Cara Nonton Timnas Indonesia di Piala Dunia U-17
-
Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Sri Mulyani: Sebut Eks Menkeu 'Terlalu Protektif' ke Pegawai Bermasalah
-
Prediksi Timnas Indonesia U-17 vs Zambia: Garuda Muda Bidik 3 Poin Perdana
-
Harga Emas Hari Ini di Pegadaian Kompak Stagnan, Tapi Antam Masih Belum Tersedia
-
Jokowi Takziah Wafatnya PB XIII, Ungkap Pesan Ini untuk Keluarga
Terkini
-
Tren Facelift Meningkat di Usia 20-an: Bukan Lagi Soal Kerutan, Tapi Tekanan Standar Kecantikan
-
5 Rekomendasi Deodorant Aroma Elegan Anti Lebay: Cocok Untuk Hijabers
-
Permata yang Terlupakan, Keindahan Alam Pantai Kuwaru dengan Hutan Pinus, Kolam Renang, dan Seafood!
-
5 Kandungan Skincare yang Harus Dihindari Ibu Hamil, Nggak Aman untuk Janin
-
Kenapa Pakai Sunscreen Wajah Malah Kusam? Bukan Salah Produk, Mungkin Ini Penyebabnya
-
Siapa Jay Alatas? Ayah Sabrina Alatas Punya Pekerjaan dan Jabatan Mentereng
-
Klaim Ramah Lingkungan Tisu Bambu Dipertanyakan, Produksi Masih Bergantung Batu Bara
-
Sunscreen Apa yang Ampuh untuk Flek Hitam? Cek 5 Produk Lokal Terbaik dan Murah
-
Siapa Owner Produk Viva Cosmetics? Skincare Lokal Terlaris Saat Ini
-
Sosok dr Abdul Azis: Ketua IDI Makassar yang Meninggal Dunia di Mekkah