- Sri Susuhunan Pakubuwono XIII meninggal dunia pada usia 77 tahun setelah menjalani perawatan medis
- PB XIII dikenang sebagai tokoh kunci yang berhasil mengakhiri konflik dualisme kepemimpinan di Keraton Solo dengan saudaranya, KGPH Tejowulan, pada tahun 2012
- Selama lebih dari dua dekade memimpin, ia berjuang menjaga kehormatan keraton dan melestarikan tradisi serta kesenian luhur peninggalan Mataram
Suara.com - Kabar duka menyelimuti Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Sri Susuhunan Pakubuwono (PB) XIII, raja yang memimpin Keraton Solo, mengembuskan napas terakhirnya pada usia 77 tahun pada Minggu (2/11/2025) pagi. Wafatnya sang raja menjadi penutup babak penting dalam sejarah takhta Mataram, terutama perannya dalam menyatukan kembali keluarga keraton setelah konflik dualisme yang berkepanjangan.
Informasi mengenai wafatnya PB XIII dikonfirmasi oleh kuasa hukumnya, KPAA Ferry Firman Nurwahyu Pradotodiningrat. Ia menjelaskan bahwa sang raja tutup usia setelah menjalani perawatan medis intensif sejak 20 September lalu. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam, bukan hanya bagi keluarga besar keraton, tetapi juga bagi masyarakat Surakarta dan pemerhati budaya Jawa.
Pakubuwono XIII, yang lahir dengan nama Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hangabehi pada 28 Juni 1948, dikenang sebagai sosok pemimpin yang berjuang memulihkan wibawa dan kehormatan keraton di tengah masa-masa sulit. Warisan terbesarnya adalah keberhasilannya mengakhiri perpecahan yang melanda Kasunanan Solo pasca wafatnya sang ayah, PB XII.
Konflik Takhta dan Rekonsiliasi Bersejarah
Perjalanan PB XIII menuju takhta tidaklah mulus. Wafatnya PB XII pada 11 Juni 2004 memicu perseteruan internal yang serius. Dua putra mahkota, KGPH Hangabehi dan adiknya, KGPH Tejowulan, sama-sama diklaim sebagai penerus yang sah. Puncaknya, terjadi dualisme kepemimpinan yang membelah keluarga dan para abdi dalem.
Sebagian keluarga menobatkan Tejowulan sebagai raja pada 31 Agustus 2004. Namun, mayoritas keluarga besar melalui Forum Komunikasi Putra Putri (FKPP) PB XII menetapkan Hangabehi sebagai penerus dan menggelar upacara penobatan pada 10 September 2004. Peristiwa ini sempat memicu ketegangan hingga bentrokan fisik di lingkungan keraton.
Setelah bertahun-tahun berselisih, titik terang rekonsiliasi akhirnya tercapai pada tahun 2012. Melalui mediasi yang melibatkan DPR RI dan Pemerintah Kota Surakarta di bawah kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi), kedua kubu sepakat berdamai.
Tejowulan secara legawa mengakui Hangabehi sebagai Paku Buwono XIII yang sah. Sebagai imbalannya, Tejowulan dianugerahi gelar Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Panembahan Agung dan diangkat menjadi Mahapatih, mengakhiri dualisme yang mencoreng citra Keraton Solo.
Sosok Penjaga Tradisi Leluhur
Baca Juga: Ritual Tolak Bala! Keraton Solo Gelar Mahesa Lawung dengan Kepala Kerbau
Sebagai putra sulung dari 35 anak PB XII dari enam istri, Hangabehi tumbuh dalam lingkungan yang kental dengan nilai-nilai luhur budaya Jawa. Selama masa pemerintahannya, ia dikenal sebagai pemimpin yang rendah hati namun tegas dalam menjaga adat istana.
PB XIII secara konsisten mendorong pelestarian tradisi melalui penyelenggaraan upacara adat, pembinaan abdi dalem, serta pelestarian kesenian klasik seperti gamelan dan Tari Bedhaya Ketawang—tarian sakral yang hanya dipentaskan untuk raja yang bertahta.
Wafatnya PB XIII menandai akhir dari sebuah era. Ia akan selalu dikenang sebagai raja yang berhasil menyatukan kembali warisan leluhur Mataram dan meneguhkan nilai-nilai luhur budaya Jawa agar tetap lestari bagi generasi mendatang.
Berita Terkait
-
Persebaya Krisis Bek Hadapi Persis Solo, Misi Bangkit Tanpa 3 Pilar Kunci di GBT
-
Kembali Perkuat Lini Tengah, Fuad Sule Siap Tampil Perdana Bersama Persis Solo Lawan Persebaya
-
Fuad Sule Antusias Hadapi Persebaya, Bertekad Akhiri Tren Buruk Persis Solo
-
3 Pemain Andalan Persebaya Surabaya Absen saat Hadapi Persis Solo
-
Emosional Saat Diganti, Ini Penjelasan Saddil Ramdani
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
-
Statistik Suram Elkan Baggott Sepanjang 2025, Cuma Main 360 Menit
-
Pengguna PLTS Atap Meningkat 18 Kali Lipat, PLN Buka Kouta Baru untuk 2026
-
Bank Dunia Ingatkan Menkeu Purbaya: Defisit 2027 Nyaris Sentuh Batas Bahaya 3%
Terkini
-
Viral Video Main Golf di Tengah Bencana Sumatra, Kepala BGN Dadan Hindayana Buka Suara
-
Megawati: Kalau Diam Saya Manis, Tapi Kalau Urusan Partai Saya Laki-laki!
-
Amankan Nataru, Satpol PP DKI Sebar 4.296 Personel
-
Kemenkes Waspadai Leptospirosis Pascabanjir, Gejalanya Mirip Demam Biasa tapi Bisa Mematikan
-
Said Didu Bongkar 5 Kedaulatan RI yang 'Dirampas' Jokowi demi Oligarki Selama Satu Dekade
-
Dulu Besi Tangganya Dicuri, Kini Kabel CCTV JPO Daan Mogot Ditemukan Putus
-
Kemendagri Monitor Pengiriman Bantuan 101.000 Lembar Pakaian untuk Korban Bencana di Aceh
-
Banjir Sumatra Picu Risiko Penyakit Menular, Kemenkes Dorong Imunisasi Darurat
-
OTT 9 Orang Termasuk Jaksa di Banten, KPK Juga Amankan Uang Rp 900 Juta
-
Noel Siap Jalani Sidang Kasus K3, Penampilan Peci dan Sorban Jadi Sorotan