Lifestyle / Komunitas
Senin, 10 November 2025 | 15:46 WIB
Ilustrasi transformasi digital, Kolaborasi Datacomm dan Wavenet Percepat Transformasi Digital, Jumat (18/4/2025). [Pixabay]
Baca 10 detik
  • Banyak perusahaan di Indonesia gagal beradaptasi dengan disrupsi digital meski telah berinvestasi besar dalam teknologi.

  • Riset doktoral di Universitas Prasetiya Mulya menemukan bahwa kesiapan teknologi, SDM, dan lingkungan bisnis berpengaruh besar pada keberhasilan transformasi digital.

  • Temuan penelitian menegaskan bahwa agility organisasi dan partisipasi konsumen menjadi faktor penting untuk meningkatkan kinerja dan keberlanjutan bisnis.

 
 

Suara.com - Gelombang disrupsi digital terus menelan korban. Dari mal yang kehilangan pengunjung hingga ritel besar yang gulung tikar, banyak perusahaan di Indonesia gagal beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan perilaku konsumen dan kemajuan teknologi.

Hanya dalam dua tahun terakhir, GS Supermarket menutup seluruh gerainya di Indonesia, disusul LuLu Hypermarket yang lebih dulu menghentikan operasi.

Fenomena ini menunjukkan satu hal, transformasi digital bukan lagi pilihan strategis, melainkan syarat bertahan hidup bagi bisnis di era ekonomi digital.

Riset doktoral di Universitas Prasetiya Mulya menemukan bahwa kesiapan teknologi, SDM, dan lingkungan bisnis berpengaruh besar pada keberhasilan transformasi digital.

Namun, mengapa banyak perusahaan yang sudah berinvestasi besar dalam teknologi justru tidak berhasil?

Pertanyaan inilah yang mendorong Sonny Sintong Panutur, seorang praktisi telekomunikasi, untuk meneliti faktor-faktor kunci yang menentukan keberhasilan transformasi digital perusahaan di Indonesia.

Melalui riset doktoralnya di Universitas Prasetiya Mulya, Sonny menggali hubungan antara teknologi, sumber daya manusia, dan lingkungan bisnis terhadap peningkatan kinerja perusahaan, dengan fokus pada sektor ritel, TIK, dan keuangan. Sidang Terbuka Promosi Doktor tersebut digelar di Kampus Cilandak, Senin (20/10/2025).

“Transformasi digital bukan hanya soal mengadopsi teknologi baru, tapi tentang bagaimana organisasi mengubah cara berpikir, berstrategi, dan berinovasi,” ujar Sonny Sintong Panutur, promovendus Universitas Prasetiya Mulya. “Agility organisasi menjadi jantung dari kemampuan perusahaan untuk bertahan dan tumbuh di tengah ketidakpastian.”

Penelitian Sonny menggunakan metode campuran sekuensial (kuantitatif–kualitatif) dengan data dari 207 responden perusahaan, yang kemudian dianalisis menggunakan PLS-SEM melalui aplikasi Smart PLS.

Hasilnya menunjukkan bahwa keberhasilan transformasi digital sangat bergantung pada sinergi antara kesiapan teknologi, kompetensi SDM, dan kepekaan terhadap lingkungan bisnis.

Baca Juga: Kolaborasi Kelas Dunia! Jasa Raharja Gandeng Unpad, Deakin University dan DLI Cetak SDM Global

Wakil Dekan I SBE Prasmul, Dr. Agus Salim, CFA, menilai riset ini sebagai kontribusi penting bagi pengembangan ilmu manajemen dan kewirausahaan.

“Penelitian ini memperluas pemahaman bahwa transformasi digital bukan semata kesiapan teknologi, melainkan juga adaptasi manusia dan organisasi terhadap perubahan yang cepat,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Indrawan Ditapradana, Direktur Human Capital Management Telkomsel, yang menyebut temuan Sonny relevan dengan tantangan industri.

“Banyak perusahaan sudah berinvestasi besar, tapi gagal menyentuh aspek agility dan partisipasi konsumen, dua faktor yang justru menentukan efektivitas transformasi digital,” kata Indrawan.

Melalui penelitian ini, Universitas Prasetiya Mulya menegaskan komitmennya dalam mengembangkan riset yang tak hanya berorientasi akademik, tetapi juga memberikan solusi nyata bagi dunia bisnis Indonesia—membekali pelaku industri dengan pemahaman baru tentang bagaimana digital agility dapat menjadi kunci keberlanjutan bisnis di tengah ketidakpastian ekonomi.

Load More