Suara.com - Setelah Prabowo Subianto resmi mendaftar sebagai salah seorang calon presiden untuk mengikuti Pemilu Presiden pada 9 Juli 2014 mendatang, Pemerintah Amerika Serikat (AS) diyakini mempunyai pemikiran baru. Salah satunya, sebagaimana diberitakan Reuters, Rabu (21/5/2014), adalah soal visa Prabowo.
Masalahnya, seperti dikutip Reuters pula dari New York Times, diketahui pada tahun 2000 lalu Departemen Luar Negeri (Deplu) AS menolak memberikan visa kepada Prabowo yang saat itu hendak menghadiri wisuda putranya di Boston. Pihak Deplu AS sendiri tidak menjelaskan penyebabnya.
Pada 2012, kepada Reuters lagi, Prabowo mengaku masih tidak diberikan visa oleh AS, atas tuduhan keterkaitannya dengan kerusuhan Mei 1998 yang menewaskan ratusan orang. Merujuk pada catatan Amnesty International, pada 1998, Prabowo yang saat itu memimpin Kopassus, dipecat dari ketentaraan atas tuduhan terkait dengan menghilangnya sejumlah aktivis yang diduga diculik. Prabowo sendiri membantah segala tuduhan itu.
Hanya saja kini, dengan ikut sertanya Prabowo sebagai kontestan Pilpres 2014, potensi menang membuatnya mungkin akhirnya akan diberikan juga visa. Tidak jauh-jauh, contoh untuk itu baru saja muncul dalam beberapa hari belakangan, yaitu Perdana Menteri (PM) India terpilih, Narendra Modi, yang pada 2005 lalu juga ditolak pengajuan visanya oleh AS.
Dilaporkan, visa Modi pada 2005 ditolak di bawah aturan Undang-Undang (UU) AS 1998 yang menolak masuknya warga asing yang "melakukan pelanggaran keras terhadap kebebasan beragama." Modi sebelumnya dituduh terkait dengan kerusuhan agama di wilayah Gujarat pada 2002, di mana lebih dari 1.000 orang yang mayoritas Muslim harus tewas.
Namun nyatanya, partai politik Modi menang telak dalam pemilu pekan lalu di India, negara yang oleh Presiden Barack Obama sebelumnya sudah disebut sebagai partner kerja sama strategis penting AS. Obama sendiri lantas segera memberi ucapan selamat kepada Modi, sekaligus langsung mengundang sang PM terpilih berkunjung ke Gedung Putih.
Pihak Deplu AS lantas menyebut bahwa Modi akan diberikan visa A-1 yang merujuk kepada para kepala negara. Terkait tuduhan terhadapnya di India, Modi sendiri diketahui juga senantiasa membantah, serta belum pernah menjalani persidangan.
Dalam aturan imigrasi AS, visa A-1 yang disertai dengan imunitas diplomatik, disebutkan bisa dirilis secara otomatis. Pengecualiannya adalah jika ditentang oleh Obama, selaku Presiden AS yang memiliki kewenangan menolak masuknya siapa pun yang dinilai sebagai pelaku "kejahatan atas kemanusiaan atau pelanggaran HAM serius lainnya, atau siapa pun yang sempat mencoba atau turut bekerja sama dalam kejahatan itu."
Salah seorang pejabat Deplu AS yang tidak disebutkan namanya, hanya memberikan komentar diplomatis ketika ditanya Reuters soal kemungkinan visa untuk Prabowo. Dia menegaskan bahwa Deplu AS tidak mau membicarakan kasus visa secara individual.
"Pemohon visa yang bepergian untuk urusan resmi atas nama pemerintah mereka menjadi bagian dari pengecualian terbatas dalam UU Imigrasi AS. Walau begitu, kami tidak bisa berspekulasi soal hasil dari aplikasi visa mana pun," ungkap sang pejabat.
Lebih jauh, pejabat Deplu AS itu pun menambahkan bahwa negaranya tetap "berkomitmen menjalin hubungan dekat dengan Indonesia dan berharap hubungan itu terus berlanjut." Sementara itu, salah seorang pengamat pun berpandangan bahwa sebagaimana Modi, Prabowo kemungkinan juga akan diberikan visa yang sama jika terpilih di Pilpres kelak.
Ernie Bower, pakar Asia Tenggara di Center for Strategic and International Studies (CSIS), menilai bahwa beberapa perkembangan terakhir di Asia Tenggara, mulai dari status darurat di Thailand hingga pendaftaran capres Prabowo, memang harus menjadi bahan pemikiran baru bagi pemerintah AS. Seperti diketahui pula, AS belakangan berupaya memperkuat pengaruh di Asia Tenggara, terutama seiring beberapa langkah agresif Cina di kawasan itu.
"Bagi Pemerintah AS, hal paling penting adalan fokus pada mandat (suara) rakyat Indonesia. Washington harus mendukung dan bekerja sama dengan kandidat mana pun yang terpilih nanti," kata Bower pula. (Reuters)
Terpopuler
- KPK: Perusahaan Biro Travel Jual 20.000 Kuota Haji Tambahan, Duit Mengalir Sampai...
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
Pilihan
-
Media Lokal: AS Trencin Dapat Berlian, Marselino Ferdinan Bikin Eksposur Liga Slovakia Meledak
-
Rieke Diah Pitaloka Bela Uya Kuya dan Eko Patrio: 'Konyol Sih, tapi Mereka Tulus!'
-
Dari Anak Ajaib Jadi Pesakitan: Ironi Perjalanan Karier Nadiem Makarim Sebelum Terjerat Korupsi
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
Terkini
-
Sejarah Panjang Gudang Garam yang Kini Dihantam Isu PHK Massal Pekerja
-
Pengamat Intelijen: Kinerja Listyo Sigit Bagus tapi Tetap Harus Diganti, Ini Alasannya
-
Terungkap! Rontgen Gigi Hingga Tato Bantu Identifikasi WNA Korban Helikopter Kalsel
-
Misteri Dosen UPI Hilang Terpecahkan: Ditemukan di Lembang dengan Kondisi Memprihatinkan
-
Dugaan Badai PHK Gudang Garam, Benarkah Tanda-tanda Keruntuhan Industri Kretek?
-
Israel Bunuh 15 Jurnalis Palestina Sepanjang Agustus 2025, PJS Ungkap Deretan Pelanggaran Berat
-
Mengenal Tuntutan 17+8 yang Sukses Bikin DPR Pangkas Fasilitas Mewah
-
IPI: Desakan Pencopotan Kapolri Tak Relevan, Prabowo Butuh Listyo Sigit Jaga Stabilitas
-
Arie Total Politik Jengkel Lihat Ulah Jerome Polin saat Demo: Jangan Nyari Heroiknya Doang!
-
Sekarang 'Cuma' Dapat Rp65,5 Juta Per Bulan, Berapa Perbandingan Gaji DPR yang Dulu?