Hari ini, Kamis (11/8/2016), Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon, menerima perwakilan dari Organisasi Masyarakat Front Pancasila, di ruang rapat pimpinan DPR, gedung Nusantara III, Lantai II, Senayan, Jakarta.
Dalam pertemuan tersebut, Ketua Front Pancasila Arukat Djaswadi, menyampaikan beberapa hal terkait dengan persiapan pembacaan pidato kenegaraan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 16 Agustus 2016.
"Sehubungan dengan rencana Presiden RI untuk menyampaikan pidato kenegaraan pada tanggal 16 Agustus 2016, bersama ini kami yang tergabung dalam Front Pacasila bermaksud menyampaikan pokok-pokok pikiran kami," kata Arukat, Kamis (11/8/2016).
Arukat menambahkan, pokok pikiran yang dimaksud terutama terkait dengan ancaman munculnya kembali gerakan-gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI).
"Ini terkiat dengan kelangsungan berbangsa dan bernegara, kaitannya dengan adanya ancaman khususnya kebangkitan PKI gaya baru," tutur Arukat.
Menurut Arukat, setelah gagal memperjuangkan ideologinya Pada tahun 1948 dan 1965, akhir-akhir ini kembali ada indikasi bangkitnya gerakan PKI. Katanya, situasi bangsa yang kian lemah dalam berbagai bidang, kini telah dimanfaat oleh PKI.
"Pihak-pihak yang pernah menorehkan sejarah hitam terhadap Pancasila dan NKRI bermimpi untuk membangun kembali kekuatannya, setelah mereka gagal melakukan perebutan kekuasaan melalui pemberontakan PKI tahun 1948 dan 1965," kata Arukat.
Kepada Fadli Zon, Arukat membeberkan beberapa fakta yang membuktikan bahwa PKI secara sistematis melakukan upaya untuk bangkit agar dapat tampil di panggung perpolitikan Indonesia.
"Pertama, eks PKI berjuang memperebutkan pengakuan secara dejure melalui pencabutan Tap MPRS Nomor XXV/1966, gagasan class action eks PKI difasilitasi oleh LBH, ELSAM, kepada negara di depan PN Jakarta Pusat pada bulan Agustus 2015 yang mengklaim jumlah korban PKI selama Orba 20 Juta dan tuntutan kompensasi perorang menebus sampai 2,5 Milyar, namun tuntutan ini ditolak oleh PN Jakarta Pusat," kata Arukat.
"Kedua, upaya menunggangi Komnas HAM untuk kepentingan bangkitanya PKI dengan membentuk tum ad hoc 1965, nyata bahwa eks PKI diakomodasi. Sementara kasus-kasus lain, pemberontakan PKI 1948, pemberontakan PRRI, Permesta, DI/TII, RMS, tidak mendapatkan penanganan yang sama," Arukat menambahkan.
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Pramono Anung Beberkan PR Jakarta: Monorel Rasuna, Kali Jodo, hingga RS Sumber Waras
-
Hujan Ringan Guyur Hampir Seluruh Jakarta Akhir Pekan Ini
-
Jelang Nataru, Penumpang Terminal Pulo Gebang Diprediksi Naik Hingga 100 Persen
-
KPK Beberkan Peran Ayah Bupati Bekasi dalam Kasus Suap Ijon Proyek
-
Usai Jadi Tersangka Kasus Suap Ijon Proyek, Bupati Bekasi Minta Maaf kepada Warganya
-
KPK Tahan Bupati Bekasi dan Ayahnya, Suap Ijon Proyek Tembus Rp 14,2 Miliar
-
Kasidatun Kejari HSU Kabur Saat OTT, KPK Ultimatum Segera Menyerahkan Diri
-
Pengalihan Rute Transjakarta Lebak Bulus - Pasar Baru Dampak Penebangan Pohon
-
Diduga Lakukan Pemerasan hingga Ratusan Juta, Kajari dan Kasi Intel Kejaksaan Negeri HSU Ditahan KPK
-
Boni Hargens: 5 Logical Fallacies di Argumentasi Komite Reformasi Polri Terkait Perpol 10/2025