Suara.com - Seorang anak perempuan dengan inisial BL (15 ) dituntut delapan tahun pidana penjara oleh jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pekerja rumah tangga ini dituntut melakukan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan mati berdasarkan Pasal 76 C Jo Pasal 80 UU ayat 3 tentang Perlindungan Anak.
Kasus ini berawal ketika BL diperkosa oleh tetangganya pada bulan Juli 2016 di daerah Cikeusik. Saat ini pelaku perkosaan masih dalam proses penyidikan di Polsek Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Pengacara publik dari LBH Apik Jakarta, Zuma, mengatakan BL tidak melaporkan perkosaan yang dialaminya karena takut terhadap ancaman pelaku. Ia juga merasa hal ini aib yang membuat malu keluarganya sehingga dia tidak ingin meyusahkan keluarga.
"Kehidupan keluarga BL sangat miskin di daerah Banten, untuk itu ia memilih bekerja menjadi rekerja rumah tangga," kata Zuma yang mendampingi BL.
Zuma menambahkan tiga bulan pasca perkosaan, BL merasa sering mual dan muntah, lalu ibunya mengantar ia untuk memeriksakan diri ke Puskesmas Cikeusik. Dokter mendiagnosa BL sakit maag dan hanya diberikan obat. BL sendiri juga selalu mendapatkan menstruasi setiap bulan.” Karena kemiskinan dan pengetahuan BL sangat minim tentang kesehatan reproduksi mengakibatkan BL tidak tahu dirinya hamil.
Untuk membantu keluarga, BL melalui yayasan bekerja menjadi PRT karena hanya lulusan SMP. Kemudian yayasan yang menyalurkan memalsukan usianya dari 15 tahun menjadi 18 tahun. Yayasan juga hanya dan memberikan BL gaji Rp600 ribu dari Rp1,3 juta yang diberikan majikannya dalam masa kerja satu bulan sebelum kejadian.
"Bahwa BL anak perempuan korban yang sesungguhnya mengalami kekerasan berlapis, mulai dari kekerasan seksual, perdagangan anak dan kekerasan ekonomi sehingga tidak layak dihukum," kata dia.
Selama persidangan penuntutan, jaksa yang diwakili oleh Agnes Renitha dinilai tidak mempertimbangkan BL sebagai korban perkosaan, masih usia anak dan korban ekploitasi ekonomi. Padahal ancaman maksimal pasal 76C Jo Pasal 80 UU Perlindungan Anak adalah 15 tahun dan untuk anak adalah setengahnya yaitu 7,5 tahun.
Namun, JPU menuntut lebih dari ancaman pidana yang boleh diterapkan terhadap anak. Tingginya tuntutan yakni delapan tahun, kata Zuma, memperlihtkan JPU tidak memiliki perspektif gender dan kepentingan terbaik untuk anak. Selain itu, JPU dinilai telah melanggar hukum acara, dimana tuntutan diberikan di hari yang sama dengan permintaan keterangan terdakwa.
Padahal, katanya, konsideran tentang Sistem Peradilan Anak menegaskan perlindungan anak sangat penting. Dimana anak yang sedang menjalani proses peradilan tetap memperoleh hak-haknya sebagai seorang anak yang dilindungi oleh negara.
Kematian bayi yang dihasilkan dari perkosaan, menurut laporan WHO, merupakan salah satu bentuk dampak fatal dari kekerasan seksual, dimana korban tidak mendapatkan haknya atas penegakan hukum dan pemulihan.
Kasus BL bukanlah kasus pertama yang didampingi dan ditanggani oleh LBH APIK Jakarta. Direktur LBH Apik Jakarta, Veni Siregar, menyampaikan untuk tahun 2017 ini, sudah tiga kasus korban kekerasan seksual yang menjadi terdakwa atas kematian bayi yang dilahirkan akibat perkosaan.
“Berdasarkan kasus yang kami tangani, korban kekerasan seksual umumnya tidak mengetahui kehamilan dirinya, dan sudah datang ke dokter, namun dokter menyatakan tidak hamil, kemudian melahirkan tanpa pertolongan dan membuang bayinya. Peristiwa kematian bayi ini merupakan muara dari ketidakadilan jender terhadap perempuan. Setidaknya, ada masalah tingkat pengetahuan kesehatan reproduktif yang rendah, dokter yang tidak berperspektif jender, sehingga menyepelekan sakit perut yang dialami perempuan dan tidak adanya dukungan terhadap korban perkosaan. Isu ini seharusnya menjadi pertimbangan negara, khususnya dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Korban kekerasan seksual yang menjadi tersangka tindak pidana akibat kekerasan yang dialaminya, menjadi alasan meringankan pidana. Penjara bukan tempat terbaik untuk korban kekerasan seksual,” katanya.
Ketidaktahuan perempuan akan kehamilannya, menurut ahli kesehatan reproduksi Budi Wahyuni, yang juga menjadi ahli dalam kasus ini, menyatakan sangat dimungkinkan pada zaman ini masih ada anak yang tidak mengerti mengenai kehamilan karena tidak pernah ada informasi tentang itu. Pendidikan kesehatan reproduksi masih terus diperdebatkan, dan anak-anak akhirnya mendapatkan informasi yang tidak benar, misalkan kalau masih menstruasi berarti tidak hamil. Padahal kehamilan hanya bisa dibuktikan dengan tes urine dan USG menjelaskan bahwa perempuan apalagi anak-anak sangat mungkin tidak mengetahui kehamilannya.
Untuk itu LBH Apik Jakarta menyampaikan tuntutannya. Pertama, menuntut agar terdakwa BL dibebaskan dan mendapatkan rehabilitasi serta akses keadilan sebagai anak korban kekerasan seksual. Kedua, menuntut EN (20 tahun) untuk diproses atas perkosaan yang dilakukannya terhadap BL dan ikut bertanggungjawab secara pidana atas kematian bayi yang dilahirkan BL
Berita Terkait
-
Jeritan Keadilan, LPSK Ungkap Lonjakan Tajam Restitusi Korban Seksual Anak di 2025
-
Banyak Terjebak Praktik Ilegal, KemenPPPA: Korban Kekerasan Seksual Sulit Akses Aborsi Aman
-
Ironi Pahit: Rumah Sendiri Jadi Lokasi Paling Sering Terjadinya Kekerasan Seksual pada Perempuan
-
Kekerasan Terus Meningkat, Ini Cara Pemerintah Lindungi Anak dan Perempuan
-
Jangan Takut Lapor! KemenPPPA Tegaskan Saksi dan Korban KBGO Tak Bisa Dituntut Balik
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Gak Perlu Mahal, Megawati Usul Pemda Gunakan Kentongan untuk Alarm Bencana
-
5 Ton Pakaian Bakal Disalurkan untuk Korban Banjir dan Longsor Aceh-Sumatra
-
Kebun Sawit di Papua: Janji Swasembada Energi Prabowo yang Penuh Risiko?
-
Bukan Alat Kampanye, Megawati Minta Dapur Umum PDIP untuk Semua Korban: Ini Urusan Kemanusiaan
-
Tak Mau Hanya Beri Uang Tunai, Megawati Instruksikan Bantuan 'In Natura' untuk Korban Bencana
-
Jaksa Bongkar Akal Bulus Proyek Chromebook, Manipulasi E-Katalog Rugikan Negara Rp9,2 Miliar
-
Mobil Ringsek, Ini 7 Fakta Kecelakaan KA Bandara Tabrak Minibus di Perlintasan Sebidang Kalideres
-
Giliran Rumah Kajari Kabupaten Bekasi Disegel KPK
-
Seskab Teddy Jawab Tudingan Lamban: Perintah Prabowo Turun di Hari Pertama Banjir Sumatra
-
7 Fakta Warga Aceh Kibarkan Bendera Putih yang Bikin Mendagri Minta Maaf