Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana beramah tamah dengan Prabowo Subianto, Anies Baswedan, dan Wapres Jusuf Kalla di Istana Negara, Senin (16/10/2017). [Suara.com/Erick Tanjung]
Baca 10 detik
Survei terhadap pengguna media sosial milenial yang dilakukan lembaga Centre For Strategic and International Studies menunjukkan peta dukungan warganet terhadap Joko Widodo dan Prabowo Subianto jika mereka maju ke bursa pemilihan presiden tahun 2019.
Jokowi
Pengguna Facebook 30, 6 persen
Pengguna Twitter 22, 5 persen
Pengguna Path 21, 6 persen
Pengguna Instagram 26,5 persen
Prabowo
Pengguna Facebook 28,6 persen
Pengguna Twitter 24,6 persen
Pengguna Path 25,8 persen
Pengguna Instagram 29,6 persen
Survei CSIS bertajuk Ada Apa Dengan Milenial? Orientasi Sosial, Ekonomi dan Politik. Survei dimulai 23 hingga 30 Agustus 2017 dengan populasi milenial berusia 17-29 tahun dan non milenial diatas usia 17 tahun. Responden milenial sebanyak 600 orang dan non milenial sebanyak 851 orang. Responden berasal dari 34 provinsi. Survei dilakukan secara tatap muka. Tingkat margin of error untuk kategori milenial 4 persen dan non milenial 3,38 persen.
Peneilti CSIS Arya Fernandes menjelaskan hasil survei menunjukkan kaum milenial terbelah, sebagian mendukung Jokowi dan sebagian Prabowo.
"Kita melihat di sini di akun seperti Twitter, Path dan Instragam itu justru banyak penguna akun ini yang preferensi poltiknya ke Prabowo, sementara di Facebook juga begitu di Facebook banyak preferensi ke Jokowi selisihnya sangat tipis, tapi masih dalam batas margin of error," ujar Arya dalam jumpa pers di Pakarti Center, Tanah Abang, Jakarta, Jumat (3/11/2017).
Jokowi, kata Arya, sekarang lebih banyak melakukan sosialisisi kebijakan lewat media sosial untuk mendapatkan dukungan milenial.
"Jadi saya kira apa yang dilakukan pak Jokowi belakangan ini bisa dibaca dalam dua arah, pertama dia menyadari mungkin dia lemah di media sosial, kemudian aktif melakukan kampanye atau sosialisasi kebijakan dia media sosial. Kedua, adalah sosialisasi di media sosial nggak efektif untuk pemilih Jokowi dan milenial," kata Arya.
"Sementara Prabowo yang kita tahu nggak melakukan apa-apa justru, kalau banyak di berita yang buzer kemudian nggak efektif untuk pengaruhi kelompok dia (Jokowi) terutama untuk pemilihnya Jokowi atau memang dia menyadari Jokowi lemah disini. Jadi ada dua kemungkinan," Arya menambahkan.
Survei juga melihat tingkat kepemilikan akun media sosial. Facebook 81, 7 kaum milenial, dan 23,4 persen kaum non milenial.
Whatsapp 70,3 persen milenial dan 25,4 persen dari kalangan non milenial.
Kemudian 61,7 persen pengguna Blackberry Messenger dari kaum milenial dan 14,9 persen dari non milenial. Instagram sebanyak 54,7 persen dari kalangan milenial dan 9,6 persen dari non milenial
Pengguna Twitter dari kalangan milenial 23,7 persen persen dan 4,2 persen kalangn non milenial. Sementara pengguna Path dari kalangan milenial 16,2 persen dan 1,9 persen dari non milenial.
Jokowi
Pengguna Facebook 30, 6 persen
Pengguna Twitter 22, 5 persen
Pengguna Path 21, 6 persen
Pengguna Instagram 26,5 persen
Prabowo
Pengguna Facebook 28,6 persen
Pengguna Twitter 24,6 persen
Pengguna Path 25,8 persen
Pengguna Instagram 29,6 persen
Survei CSIS bertajuk Ada Apa Dengan Milenial? Orientasi Sosial, Ekonomi dan Politik. Survei dimulai 23 hingga 30 Agustus 2017 dengan populasi milenial berusia 17-29 tahun dan non milenial diatas usia 17 tahun. Responden milenial sebanyak 600 orang dan non milenial sebanyak 851 orang. Responden berasal dari 34 provinsi. Survei dilakukan secara tatap muka. Tingkat margin of error untuk kategori milenial 4 persen dan non milenial 3,38 persen.
Peneilti CSIS Arya Fernandes menjelaskan hasil survei menunjukkan kaum milenial terbelah, sebagian mendukung Jokowi dan sebagian Prabowo.
"Kita melihat di sini di akun seperti Twitter, Path dan Instragam itu justru banyak penguna akun ini yang preferensi poltiknya ke Prabowo, sementara di Facebook juga begitu di Facebook banyak preferensi ke Jokowi selisihnya sangat tipis, tapi masih dalam batas margin of error," ujar Arya dalam jumpa pers di Pakarti Center, Tanah Abang, Jakarta, Jumat (3/11/2017).
Jokowi, kata Arya, sekarang lebih banyak melakukan sosialisisi kebijakan lewat media sosial untuk mendapatkan dukungan milenial.
"Jadi saya kira apa yang dilakukan pak Jokowi belakangan ini bisa dibaca dalam dua arah, pertama dia menyadari mungkin dia lemah di media sosial, kemudian aktif melakukan kampanye atau sosialisasi kebijakan dia media sosial. Kedua, adalah sosialisasi di media sosial nggak efektif untuk pemilih Jokowi dan milenial," kata Arya.
"Sementara Prabowo yang kita tahu nggak melakukan apa-apa justru, kalau banyak di berita yang buzer kemudian nggak efektif untuk pengaruhi kelompok dia (Jokowi) terutama untuk pemilihnya Jokowi atau memang dia menyadari Jokowi lemah disini. Jadi ada dua kemungkinan," Arya menambahkan.
Survei juga melihat tingkat kepemilikan akun media sosial. Facebook 81, 7 kaum milenial, dan 23,4 persen kaum non milenial.
Whatsapp 70,3 persen milenial dan 25,4 persen dari kalangan non milenial.
Kemudian 61,7 persen pengguna Blackberry Messenger dari kaum milenial dan 14,9 persen dari non milenial. Instagram sebanyak 54,7 persen dari kalangan milenial dan 9,6 persen dari non milenial
Pengguna Twitter dari kalangan milenial 23,7 persen persen dan 4,2 persen kalangn non milenial. Sementara pengguna Path dari kalangan milenial 16,2 persen dan 1,9 persen dari non milenial.
Komentar
Berita Terkait
-
Presiden Prabowo 'Ketok Palu!' IKN Resmi Jadi Ibu Kota Politik 2028 Lewat Perpres Baru
-
Dapat Kesempatan Berpidato di Sidang Umum PBB, Presiden Prabowo Bakal Terbang ke New York?
-
MBG: Niat Baik Tanpa Kontrol? Tragedi Keracunan Ratusan Siswa di Balik Program Makan Bergizi Gratis
-
Iklan Presiden Prabowo di Layar Lebar, Bioskop Jadi Panggung Politik?
-
Rekam Jejak Ahmad Dofiri, Jenderal Pemecat Ferdy Sambo yang Kini Dipercaya Prabowo Reformasi Polri
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Koalisi Sipil Kritik Batalnya Pembentukan TGPF Kerusuhan Agustus: Negara Tak Dengarkan Suara Rakyat!
-
Menkeu Purbaya Bahas Status Menteri: Gengsi Gede Tapi Gaji Kecil
-
Semua Agama Dapat Porsi, Menag Nazaruddin Umar: Libur Nasional 2026 Sudah Adil
-
Presiden Prabowo 'Ketok Palu!' IKN Resmi Jadi Ibu Kota Politik 2028 Lewat Perpres Baru
-
Penggugat Ijazah Gibran Bantah Bagian dari Musuh Keluarga Jokowi: Saya Tidak Sedang Mencari Musuh!
-
Rekam Jejak Wahyudin Anggota DPRD Gorontalo, Narkoba hingga Video Rampok Uang Negara
-
Bongkar Gurita Korupsi Pertamina, Kejagung Periksa Jaringan Lintas Lembaga
-
Guntur Romli Murka, Politikus PDIP 'Rampok Uang Negara' Terancam Sanksi Berat: Sudah Masuk Evaluasi!
-
Dasco: UU Anti-Flexing Bukan Sekadar Aturan, tapi Soal Kesadaran Moral Pejabat
-
Harta Kekayaan Minus Wahyudin Moridu di LHKPN, Anggota DPRD Ngaku Mau Rampok Uang Negara