Suara.com - Kepala Subdit Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Roberto Pasaribu menjelaskan hasil pemeriksaan tiga pemuda yang telah menjadi tersangka terkait kasus peretasan ribuan website di 44 negara oleh Surabaya Black Hat.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, kata Roberto, para tersangka menganggap aksi peretasan situs di media sosial sudah menjadi hal lumrah di kalangan hacker.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan, mereka anggap hal lumrah di dunia hacking. Dalam hal ini mereka menyebutnya penetrasi testing," kata Roberto di Polda Metro Jaya, Selasa (13/3/2018).
Namun, menurut Roberto, aksi peretasan yang dilakukan komplotan SBH ini sudah berkategori tindak pidana.
"Tapi menurut kami itu ilegal karena kalau mau pentest harus ada izin dulu dari perusahaan yang bersangkutan," kata dia.
Roberto menjelaskan agar bisa mengakses ke jaringan sistem elektonik situs, para pelaku menggunakan metode Structured Query Language (SQL).
"Yang adik-adik lakukan ini menggunakan metode SQL, injection melalui koding untuk masuk ke sistem, mereka tidak pakai pinishing dan malwer," kata dia.
Dia juga menganggap cara peretasan kelompok SBH ini sangat mengancam kerusakan sistem di situs yang dijadikan sasarannya. Setelah meretas situs, para pelaku pun meminta uang tebusan agar situs yang sudah diretas kembali bisa diakses.
"Ini jelas bahaya karena bisa sebabkan kerusakan sistem. Selain kuasai sistem mereka capture data dan kirim ke admin. 'Hey ini kami dapatkan kelemahan dalam sistem kemanan anda. Apakah anda mau bayar atau tidak? Kalau tidak akan kami rusak’," kata Roberto.
Baca Juga: Retas Situs di 44 Negara, Surabaya Black Hat Untung Puluhan Juta
Dari hasil pemeriksaan sementara, keuntungan kelompok SBH yang telah meretas ribuan situs sejak 2017 lalu mencapai Rp200 juta.
Dalam kasus peretasan website ini, polisi telah menangkap tiga orang pemuda berinisial ATP, NA dan KPS. Mereka merupakan anggota inti kelompok hacker SBH. Ketiga pemuda yang berusia 21 tahun ini juga masih aktif sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Surabaya, Jawa Timur.
Polisi juga kini sedang memburu tiga anggota komplotan SBH yang masih buron.
Ketiga tersangka yang ditangkap dikenakan Pasal 29 ayat 2 Juncto Pasal 45 B, Pasal 30 Juncto Pasal 46, Pasal 32 Juncto Pasal 48 Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektonik. Para pemuda ini terancam hukuman pidana 12 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp2 miliar.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Penjaringan Ketua DPC PDIP Brebes Dinilai Tak Transparan, Pencalonan Cahrudin Sengaja Dijegal?
-
Bikin Riuh, Dito Ariotedjo Tiba-Tiba Tanya Ijazah Erick Thohir ke Roy Suryo
-
Kemendagri Batalkan Mutasi Kepala SMPN 1 Prabumulih, Wali Kota Arlan Terancam Sanksi
-
DPW dan DPC PPP dari 33 Provinsi Deklarasi Dukung M Mardiono Jadi Ketua Umum
-
Menteri HAM Natalius Pigai Sebut Orang Hilang 'Belum Terlihat', YLBHI Murka: Denial!
-
Dari Dirut Sampai Direktur, Jajaran BPR Jepara Artha Kini Kompak Pakai Rompi Oranye
-
Pemeriksaan Super Panjang, Hilman Latief Dicecar KPK Hampir 12 Jam soal Kuota Haji
-
Dikira Hilang saat Demo Ricuh, Polisi Ungkap Alasan Bima Permana Dagang Barongsai di Malang
-
Tito Karnavian: Satpol PP Harus Humanis, Bukan Jadi Sumber Ketakutan
-
Wamenkum Sebut Gegara Salah Istilah RUU Perampasan Aset Bisa Molor, 'Entah Kapan Selesainya'