Suara.com - Apa itu bencana hidrometeorologi? Mungkin istilah ini masih asing di telinga masyarakat umum. Bencana hidrometeolorologi adalah bencana yang diakibatkan oleh parameter-parameter meteorologi seperti banjir, kekeringan, badai, dan longsor. Di Indonesia, frekuensi kejadian bencana hidrometeorologi termasuk tinggi dan menyebabkan kerugian yang signifikan bagi pemerintah dan masyarakat.
Pada tahun 2017, terjadi 2.341 kali bencana hidrometeorologi di dunia. Sebanyak 92 persen dari jumlah itu merupakan bencana yang terjadi di Indonesia. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat menyusul fenomena perubahan iklim dan peningkatan kejadian cuaca ekstrem.
Kerugian akibat bencana sepanjang 2017 ditaksir mencapai Rp 30 triliun. Selain itu, 377 orang dilaporkan meninggal dan hilang, 1.005 orang luka-luka dan 3.494.319 orang mengungsi dan menderita. Bencana hidrometeorologi tersebut memiliki dampak yang besar terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.
Menyadari pentingnya wawasan dan informasi terkait dengan upaya peningkatan kesiapsiagaan akan bencana hidrometeorologi di Indonesia, alumni Geofisika dan Meteorologi ITB angkatan 1988 yang tergabung dalam Solidaritas ITB ‘88 menyelenggarakan suatu Seminar bertajuk “Waspada Bencana Hidrometeorologi: Kita Bisa Siaga!” pada Rabu (25/4/2018) di Jakarta. Acara ini merupakan acara Alumni ITB dari rangkaian kegiatan “Road to 30 Years ITB 88” sekaligus memperingati Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) yang jatuh pada 26 April 2018.
Seminar dibuka dengan sambutan oleh Ketua Solidaritas ITB ’88 dan Ketua Ikatan Alumni ITB. Acara kemudian dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh pembicara utama, Dr. Armi Susandi, MT. Dr. Armi memulai pemaparannya dengan data dan proyeksi peningkatan temperatur dunia hingga 2100 sebagai gambaran bahwa frekuensi bencana hidrometeorologi akan terus meningkat di masa mendatang. Kondisi ini perlu segera diantisipasi melalui dukungan teknologi prediksi potensi kebencanaan yang presisi dan akurat.
Riset yang dilakukan oleh Armi telah berhasil mengemas teknologi prediksi potensi kebencanaan ke dalam sistem informasi yang dapat diakses semua kalangan dan dilengkapi dengan aksi dan adaptasi dini yang tepat. Sejumlah sistem yang telah dihasilkan oleh Armi seperti MHEWS, FEWEAS Bengawan Solo dan Citarum, hingga SICA kini telah diuji di lapangan dan mendapatkan respon positif dari pemerintah dan masyarakat.
Armi menuturkan, inovasi teknologi di bidang prediksi kebencanaan akan semakin dibutuhkan seiring dengan peningkatan pertumbuhan penduduk dan dampak perubahan iklim. Hal inilah yang akan menjadi tantangan bagi pemerintah dan masyarakat untuk terus mengembangkan teknologi-teknologi tepat guna yang dapat memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana hidrometeorologi.
“Kita perlu memanfaatkan peluang-peluang yang semakin terbuka, seperti perkembangan prasarana teknologi komputasi, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan dukungan data yang semakin lengkap dan presisi”, tambah Armi.
Pemaparan yang disampaikan oleh Dr. Armi kemudian ditanggapi oleh sejumlah narasumber. Empat narasumber yang hadir adalah Nelly Florida Riama, MSc (Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG), Christian H. Siboro (Presiden Direktur PT. Netika Indonesia), Hj. Permana Sari, S.Si, MM, MBA (Anggota DPR RI/MPR RI), dan Dr. Albert Sulaiman (Ahli Model Pusat Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam BPPT).
Nelly menyampaikan bahwa BMKG sebagai Badan Pemerintah yang memiliki kewajiban untuk menyediakan layanan informasi mengenai cuaca, iklim, dan kegempaan terus berupaya membantu meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana terkait Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (MKG) dan secara khusus bencana hidrometeorologis dengan memberikan edukasi kepada masyarakat diantaranya untuk penggiat dan relawan bencana, petani serta nelayan melalui berbagai program kolaborasi dan kerjasama antara masyarakat dan pemerintah menjadi penting dalam menghadapi bencana.
“Di satu sisi, masyarakat harus memiliki kesadaran dan dipersiapkan agar mampu menghadapi bencana dengan siaga. Di sisi lain, para ahli dan petugas dengan kualifikasi yang baik dan jumlah yang cukup perlu disebar secara proporsional di daerah rawan bencana,” ujar Nelly.
Sementara itu, Christian menyoroti perlunya akselerator antara pemerintah dan masyarakat, misalnya media. Belajar dari pengalaman negara-negara yang sudah mapan dalam kesiapsiagaan bencana seperti Amerika Serikat dan Jepang, media perlu secara intensif menyampaikan prakiraan cuaca dan prediksi bencana kepada masyarakat. Informasi yang disampaikan pun seharusnya tidak hanya terpaku pada informasi suhu dan kemungkinan hujan, melainkan juga prediksi bencana yang bermanfaat bagi sektor transportasi, pertanian, dan industri.
“Lebih baik lagi kalau bisa dibuat dalam bentuk aplikasi sesuai kebutuhan industri, pertanian, transportasi, dan bidang-bidang lainnya,” lanjut Christian.
Albert Sulaiman dari BPPT juga turut menyampaikan inovasi yang sedang dikembangkan BRG dan BPPT. “BRG-BPPT saat ini telah membuat sistem monitoring tinggi muka air lahan gambut secara real time. Sistem ini akan menjadi Early Warning System untuk kebakaran lahan gambut, sekaligus mendukung tata kelola sumberdaya air gambut dan monitoring kegiatan restorasi yang meliputi rewetting dan revegetasi,” tukas beliau.
Sistem tersebut dilengkapi dengan alat yang dapat dioperasikan dalam sistem android. Alat ini bermanfaat untuk tata kelola air di lahan gambut termasuk monitoring potensi kebakaran lahan gambut terutama di musim kering.
Berita Terkait
-
Fakta di Balik Aisar Khaled Diusir di Bali, Ternyata Ini Biang Keroknya
-
Bantuan Banjir Berujung Ricuh: Influencer Aisar Khaled Ditegur Warga di Bali, Kenapa?
-
Tanggapi Komeng dan Pramono Soal Banjir, PSI Desak Pemprov DKI Ikut Perbaiki Wilayah Hulu
-
Nana Mirdad Balas Menohok Sentilan Netizen Soal Pamer Bantu Korban Banjir Bali
-
Solidaritas Komunitas Kripto, Salurkan Bantuan Logistik untuk Korban Banjir di Bali
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Semua Agama Dapat Porsi, Menag Nazaruddin Umar: Libur Nasional 2026 Sudah Adil
-
Presiden Prabowo 'Ketok Palu!' IKN Resmi Jadi Ibu Kota Politik 2028 Lewat Perpres Baru
-
Penggugat Ijazah Gibran Bantah Bagian dari Musuh Keluarga Jokowi: Saya Tidak Sedang Mencari Musuh!
-
Rekam Jejak Wahyudin Anggota DPRD Gorontalo, Narkoba hingga Video Rampok Uang Negara
-
Bongkar Gurita Korupsi Pertamina, Kejagung Periksa Jaringan Lintas Lembaga
-
Guntur Romli Murka, Politikus PDIP 'Rampok Uang Negara' Terancam Sanksi Berat: Sudah Masuk Evaluasi!
-
Dasco: UU Anti-Flexing Bukan Sekadar Aturan, tapi Soal Kesadaran Moral Pejabat
-
Harta Kekayaan Minus Wahyudin Moridu di LHKPN, Anggota DPRD Ngaku Mau Rampok Uang Negara
-
Dapat Kesempatan Berpidato di Sidang Umum PBB, Presiden Prabowo Bakal Terbang ke New York?
-
SPBU Swasta Wajib Beli BBM ke Pertamina, DPR Sebut Logikanya 'Nasi Goreng'