Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berdiskusi dengan sejumlah ahli hukum dari berbagai universitas di Indonesia terkait Revisi Undang-Undang KUHP (RKUHP).
Hasilnya, para ahli menilai RKUHP tersebut tidak mendukung KPK sebagai lembaga khusus yang berwenang dalam memberantas tindak pidana korupsi.
Para ahli hukum yang diajak diskusi itu berasal dari Universitas Andalas Padang, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Universitas Airlangga, dan Universitas Bosowa di Makassar.
"Tidak ada satu pasal pun yang menegaskan KPK masih berwenang sebagai lembaga khusus yang menangani korupsi di RUU KUHP," kata juru bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Kamis (31/5/2018).
Selain menghilangkan kewenangan khusus KPK. Para ahli menilai RKUHP tidak memberikan efek jera kepada para koruptor. Sebab, hukuman yang dikenakan justru lebih rendah dari pada yang ada dalam Undang-Undang Tipikor.
"Kemudian kodifikasi kehilangan tujuannya. Karena ternyata, sebagian pasal-pasal korupsi, HAM, narkotika dan terorisme tetap masih ada di luar KUHP dengan pengaturan masing-masing," lanjut Febri.
Oleh karena itu, RKUHP tersebut disebut para ahli sangat beresiko bagi lembaga-lembaga khusus seperti KPK, BNN, Komnas HAM, BNPT, PPATK dan lembaga khusus lainnya. Sebab, dapat menghilangkan kewenangan lembaga tersebut dalam menangani kejahatan-kejahatan serius dan luar biasa.
"Atau setidaknya akan jadi ruang untuk digugat dan diperdebatkan. Ini sangat mengganggu kerja penegakan hukum, termasuk pemberantasan korupsi," Febri menjelaskan.
Lebih lanjut Febri mengatakan, berbagai perlakuan khusus seperti pemberatan yang ada dalam undang-undang khusus tidak dikenal dalam RUU KUHP. Sebaliknya, berbagai keringanan dalam buku pertama RUU KUHP akan berlaku juga untuk tindak pidana khusus.
Febri menyatakan, secara mendasar, masuknya delik khusus dalam RUU KUHP adalah memberlakukan kejahatan serius dan luar biasa bagi masyarakat seperti kejahatan pada umumnya.
"Konsistensi menyikapi kejahatan-kejahatan serius seperti ini sangat dibutuhkan, khususnya untuk pemberantasan korupsi. Jangan sampai rencana pengesahan RUU KUHP kontra produktif bagi sejumlah upaya perang melawan korupsi, narkoba dan lainnya," tutup Febri.
Berita Terkait
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Gus Yahya Ngaku Sejak Awal Inginkan Islah Sebagai Jalan Keluar Atas Dinamika Organisasi PBNU
-
Rais Aam PBNU Kembali Mangkir, Para Kiai Sepuh Khawatir NU Terancam Pecah
-
Puasa Rajab Berapa Hari yang Dianjurkan? Catat Jadwal Berpuasa Lengkap Ayyamul Bidh dan Senin Kamis
-
Doa Buka Puasa Rajab Lengkap dengan Artinya, Jangan Sampai Terlewat!
-
Pedagang Korban Kebakaran Pasar Induk Kramat Jati Mulai Tempati Kios Sementara
-
Buku "Jokowi's White Paper" Ditelanjangi Polisi: Cuma Asumsi, Bukan Karya Ilmiah
-
Gibran Turun Gunung ke Nias, Minta Jembatan 'Penyelamat' Siswa Segera Dibangun
-
Mensos Salurkan Santunan Rp15 Juta bagi Ahli Waris Korban Bencana di Sibolga
-
Pengamat: Sikap Terbuka Mendagri Tito Tunjukkan Kepedulian di Masa Bencana
-
Anjing Pelacak K-9 Dikerahkan Cari Korban Tertimbun Longsor di Sibolga-Padangsidimpuan