Suara.com - Eksekutor penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan dituntut 1 tahun penjara. Tuntutan tersebut dinilai tak sebanding dengan dampak yang diterima oleh Novel. Untuk kembali mengingatkan, ini perjalanan kasus penyiraman air keras Novel Baswedan!
Kasus Novel Baswedan menjadi salah satu kasus teror yang menyita perhatian publik. Aksi teror tersebut menyebabkan mata Novel rusak.
Aksi penyiraman terjadi pada 11 April 2017 lalu. Saat itu, Novel hendak pulang usai menunaikan salat Subuh di Masjid Al Ihsan yang tak jauh dari kediamannya di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Saat berjalan dari masjid menuju kediamannya yang hanya berjarak 4 rumah dari masjid tersebut, ada dua orang pria tak dikenal mendekati Novel. Keduanya langsung menyiram suatu cairan ke arah wajah Novel.
Sontak, Novel mengerang kesakitan sehingga langsung dilarikan ke RS Mitra Keluarga Kelapa Gading. Cairan kimia tersebut masuk ke dalam mata hingga Novel terancam buta.
Ia sempat dirujuk ke RS Jakarta Eye Center Jakarta, kemudian dibawa ke Singapura untuk mendapatkan penanganan intensif.
Sebar Sketsa Eksekutor
Empat bulan kemudian tepatnya pada 24 November 2017, polisi menyebarkan sketsa wajah kedua terduga pelaku. Sketsa tersebut didapatkan dari keterangan saksi yang melihat kejadian.
Dalam kasus tersebut, ada sebanyak 66 orang saksi yang telah diperiksa selama kurang lebih 3 bulan setelah kejadian. Dari hasil pemeriksaan tersebut mengerucut kepada sketsa wajah yang akhirnya dibuat.
Baca Juga: JPU: Fakta Persidangan Tak Ungkap Aktor Lain di Balik Penyiraman Novel
Meski sketsa telah disebar, perkembangan kasus Novel belum juga menunjukkan kemajuan. Pelaku penyiraman belum juga berhasil ditangkap dan kasus tersebut justru jalan ditempat selama setahun lamanya.
Isu Keterlibatan Jenderal Polisi
Dalam sebuah wawancara, Novel menyebut adanya sosok jenderal yang menjadi dalang penyiraman air keras. Meski demikian, Novel tak menyebut siapa sosok jenderal tersebut.
"Saya mempunyai keyakinan dan dugaan kuat beberapa kejadian (teror KPK) pelakunya sama. Maksudnya oknum Polri yang terlibat jenderalnya sama," kata Novel di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Minggu (17/6/2018).
Bentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF)
Dua tahun berselang setelah kasus bergulir, Kapolri yang saat itu dijabat oleh Jenderal Tito Karnavian membentuk Tim Pencari Fakta. Tugas utama tim tersebut adalah menyelidiki kasus dan mencari siapa pelakunya.
Tim tersebut diketuai oleh Kapolda Metro Jaya yang saat itu dijabat oleh Irjen Idham Aziz dengan penanggung jawab Tito. Tim tersebut dibentuk pada 8 Januari 2019.
Berangkat dari pengakuan Novel mengenai keterlibatan jenderal, TGPF kasus Novel Baswedan memeriksa sejumlah perwira Polri berpangkat jenderal bintang tiga. Meski demikian, dari pemeriksaan tersebut belum juga menemukan titik terang.
"Jenderal aktif, semua kami periksa. Kami betul-betul bekerja independen. Kami enggak ada rasa takut," ungkap anggota TGPF, Hermawan Sulistyo, Selasa (9/7/2019).
Tudingan Merekayasa Kasus
Dua tahun lebih kasus Novel berada dalam kegelapan. Mata kiri Novel mengalami cacat permanen akibat insiden penyiraman air keras.
Novel justru dituding telah merekayasa kasus tersebut. Politisi PDIP Dewi Tanjung melaporkan Novel ke polisi atas tuduhan penyebaran berita bohong terkait teror air keras.
Dewi menuding bila Novel hanya berpura-pura terkena air keras dan mata yang luka hanyalah rekayasa semata. Ia merasa ada yang janggal dengan kondisi Novel setelah tersiram air keras.
"Ada beberapa hal yang janggal dari rekaman CCTV, yakni dari bentuk luka, dari perban, kepala yang diperban tapi tiba-tiba mata yang buta. Faktanya kulit Novel nggak apa-apa, hanya matanya. Yang lucunya kenapa hanya matanya sedangkan kelopaknya, semua tidak (rusak)," ungkap Dewi, Rabu (6/11/2019).
Novel enggan memberikan banyak tanggapan atas tudingan dari Dewi. Ia justru prihatin dengan sikap Dewi tersebut.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
- Ditunjuk Jadi Ahli, Roy Suryo Siapkan Data Akun Fufufafa Dukung Pemakzulan Gibran
Pilihan
-
Belajar dari Cinta Kuya: 5 Cara Atasi Anxiety Attack Saat Dunia Terasa Runtuh
-
Kritik Menkeu Purbaya: Bank Untung Gede Dengan Kasih Kredit di Tempat yang Aman
-
PSSI Diam-diam Kirim Tim ke Arab Saudi: Cegah Trik Licik Jelang Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
-
Pemain Eropa Telat Gabung, Persiapan Timnas Indonesia Terancam Kacau Jelang Hadapi Arab Saudi
-
STY Sudah Peringati Kluivert, Timnas Indonesia Bisa 'Dihukum' Arab Saudi karena Ini
Terkini
-
KPK Beberkan Peran Rudy Tanoesoedibjo di Dugaan Korupsi Bansos, Kuasa Hukum Justru Bersikap Begini!
-
Kasus Korupsi Sritex Resmi Masuk Meja Hijau, Iwan Lukminto Segera Diadili
-
Pesan Mendalam Jelang Putusan Gugatan UU TNI: Apakah MK Bersedia Berdiri Bersama Rakyat?
-
Pemerintah Finalisasi Program Magang Nasional Gaji Setara UMP Ditanggung Negara
-
Korupsi Bansos Beras: Kubu Rudy Tanoesoedibjo Klaim Sebagai Transporter, KPK Beberkan Bukti Baru
-
Polisi Ringkus 53 Tersangka Rusuh Demo Sulsel, Termasuk 11 Anak di Bawah Umur
-
DPR Acungi Jempol, Sebut KPU Bijak Usai Batalkan Aturan Kontroversial
-
Manuver Comeback dari Daerah: PPP Solok 'Sodorkan' Epyardi Asda untuk Kursi Ketua Umum
-
Mengapa Penculik Kacab Bank BUMN Tak Dijerat Pasal Pembunuhan Berencana? Ini Logika Hukum Polisi
-
PT Gag Nikel di Raja Ampat Kembali Beroperasi, Komisi XII DPR: Tutup Sebelum Cemari Geopark Dunia!