Suara.com - Pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta,Nelson Nikodemus Simamora mengungkap adanya upaya pembungkaman yang dilakukan terhadap tenaga kesehatan di Wisma Atlet Covid-19, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Upaya tersebut tak hanya terjadi pada perawat saja, bahkan selevel dokter pun dipaksa untuk 'diam' terkait insentif yang tidak kunjung diberikan pemerintah.
Seorang perawat dengan nama samaran Indah Pertiwi bahkan mendapatkan intimidasi dari petugas Polri dan TNI karena kerap menyuarakan haknya sebagai garda terdepan dalam penanganan Covid-19.
Selain Indah, ada seorang dokter yang juga diminta untuk tidak berulah karena insentifnya tidak pernah diberikan.
"Ada salah satu dokter yang kemudian ikut menginisiasi gerakan jaringan tenaga kesehataan se-Indonesia itu kemudian juga disuruh membuat surat pernyataan," kata Nelson dalam paparannya yang disiarkan melalui YouTube LaporCovid19, Rabu (12/5/2021).
Nelson menganggap, apa yang dilakukan terhadap tenaga kesehatan itu termasuk dalam upaya pembungkaman seseorang dalam menyuarakkan pendapatnya. Menurutnya, cara seperti itu berlawanan dengan Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban.
"Jadi memang setiap orang yang kemudian muncul dan kemudian dianggap vokal akan kemudian dilakukan upaya-upaya untuk membungkam upaya mereka untuk bersuara," tegasnya.
Nelson menilai, seharusnya tenaga kesehatan itu juga merasakan adanya take and give dari pemerintah. Ketika tenaga kesehatan yang datang membawa nama kemanusiaan dalam penanganan Covid-19, maka pemerintah juga harus bisa memenuhi hak-hak mereka.
Ia juga menyinggung soal pekerjaan nakes yang tentu tidak mudah bahkan harus mempertaruhkan nyawanya.
Baca Juga: Tanya Hak Insentif, Nakes Wisma Atlet 'Diteror' Polisi hingga Disidang TNI
Kini, Nelson mengaku mengantongi bukti-bukti berupa jawaban dari pertanyaan para nakes soal insentif. Tidak menjawab siapa pihak yang menjawab, namun para nakes itu diminta untuk tidak berlagak seperti buruh.
"Kita melihat ada jawabannya kita punya bukti jawab-jawaban ya tenaga kesehatan bukan buruh," tuturnya.
Ia sepakat kalau nakes memang bukan buruh, tetapi hak memperoleh insentif atau gaji sekalipun harus diberikan kepada seluruh pekerja.
"Tapi kemudian sumber pendapatannya mereka ya itu. Kita tidak bisa kemudian banyak alasan bahwa itu bukan buruh, tapi pada kenyataannya seperti itu."
Berita Terkait
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- Innalillahi, Aktor Epy Kusnandar Meninggal Dunia
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
Pilihan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
-
6 HP Tahan Air Paling Murah Desember 2025: Cocok untuk Pekerja Lapangan dan Petualang
-
Drama Sidang Haji Alim: Datang dengan Ambulans & Oksigen, Ratusan Pendukung Padati Pengadilan
Terkini
-
Heboh 250 Warga Satu Desa Tewas Saat Banjir Aceh, Bupati Armia: Itu Informasi Sesat!
-
SLHS Belum Beres, BGN Ancam Suspend Dapur MBG di Banyumas
-
DPR Sentil Pejabat Panggul Beras Bantuan: Gak Perlu Pencitraan, Serahkan Langsung!
-
Investigasi Banjir Sumatra: Bahlil Fokus Telusuri Tambang di Aceh dan Sumut
-
Catatan AJI: Masih Banyak Jurnalis Digaji Pas-pasan, Tanpa Jaminan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
-
Geram Titiek Soeharto Truk Angkut Kayu Saat Bencana: Tindak Tegas, Bintang Berapa pun Belakangnya
-
Aplikasi AI Sebut Jokowi Bukan Alumnus UGM, Kampus Buka Suara
-
Mendagri Minta PKK Papua Pegunungan Pastikan Program Tepat Sasaran
-
Geger Tragedi Alvaro, Aturan Lapor Anak Hilang 1x24 Jam Masih Relevan?
-
Anggota Komisi IV Bela Raja Juli, Sebut Menhut Cuma Kebagian 'Cuci Piring' Soal Kerusakan Hutan