Suara.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan respons atas julukan "The King of Lip Service" yang dibuat oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia. Jokowi menganggap kritik tersebut adalah bentuk ekspresi dalam berdemokrasi.
Terkait itu, Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani menilai respons Jokowi seakan menempatkan kritik sebagai formalitas demokrasi. Hal tersebut terlihat konteks respons Jokowi yang hanya melihat kritik BEM UI cuma sebatas ekspresi mahasiswa.
"Anggapan tersebut terlihat dari konteks respons Presiden yang melihat kritikan tersebut sebagai bentuk ekspresi mahasiswa, bahkan juga menyebut sedang belajar mengekspresikan pendapat," kata Ismail dalam keterangan tertulis yang diterima Suara.com, Selasa (29/6/2021).
Dijelaskan Ismail, substansi kritik yang dilayangkan oleh BEM UI justru luput dari pembahasan Jokowi. Salah satunya adalah julukan "The King of Lip Service" yang dibuat dalam bentuk poster.
Dalam konteks ini, seharusnya Jokowi sebagai Kepala Negara bisa menjawab hingga menjelaskan kepada publik soal kritikan tersebut. Misalnya ucapan Jokowi yang rindu di demo oleh masyarakat hingga represifitas aparat kepada para pengunjuk rasa.
"Presiden seharusnya menjawab, serta menjelaskan kepada publik berbagai hal yang menjadi substansi kritikan BEM UI, seperti mengapa tidak kunjung muncul saat didemo, padahal sebelumnya Presiden mengucapkan kangen di demo. Yang terjadi justru represifitas aparat terhadap demonstran," jelasnya.
Tak sampai situ, lanjut Ismail, Jokowi seharusnya juga dapat menjelaskan ihwal pelemahan lembaga antirasuah KPK yang terjadi secara masif. Padahal, Jokowi berjanji melakukan penguatan KPK.
Sebagai Kepala Negara, Jokowi juga harus bisa menjelaskan ke publik soal pasal karet di UU ITE yang secara nyata dan kerap menimbulkan berbagai kriminalisasi. Kata Ismail, kritik yang dilayangkan BEM UI pada dasarnya juga sama seperti kritik organiasasi masyarakat sipil lainnuya.
Untuk itu, Ismail berpendapat jika Jokowi tidak melihat kritik BEM UI hanya sebatas kebebasan berekspresi saja. Sebab, dalam berbagai kritik selama ini, terdapat berbagai koreksi atas sejumlah persoalan di negeri ini.
Baca Juga: Disebut Planga-plongo hingga Bapak Bipang, Jokowi Ngaku Tak Ambil Pusing
"Kebebasan berpendapat tersebut justru menjadi konteks yang menjamin keberlangsungan aktivitas-aktivitas partisipasi masyarakat dalam mengkritisi pemerintah," papar dia.
Ismail menambahkan, pemerintah jangan memberikan respons secara formalitas saja. Sebab, respons secara formalitas hanya menunjukkan kualitas demokrasi yang rendah dan mencerminkan minimnya argumentasi dan kecakapan komunikasi publik pemerintah dalam menjawab kritikan publik.
Pesan Kepada Kampus
Ismail menambahkan, respons Jokowi yang diarahkan kepada sejumlah kampus untuk tidak menghalangi mahasiswa dalam berekspresi seharusnya menjadi teguran. Dalam hal ini, agar kampus tidak menjadi alat pasung kebebasan bagi mahasiswa.
"Termasuk jika bentuk ekspresi tersebut adalah kritikan kepada pemerintah dan rektorat kampus," papar dia.
Ismail mengatakan, seharusnya pejabat kampus juga harus lihai dalam berdemokrasi. Sehingga, ruang kampus bisa menjadi tempat untuk tumbuh dan berkembangnya kebebasan berpendapat.
Berita Terkait
-
AAI: JIka Jokowi Tak Mau Disebut King of Lip Service, Usut Peretasan Medsos BEM UI
-
Disebut Planga-plongo hingga Bapak Bipang, Jokowi Ngaku Tak Ambil Pusing
-
Dijuluki The King of Lip Service oleh BEM UI, Jokowi Tersenyum Lalu Tegaskan Ini
-
Selain The King of Lip Service, Jokowi Akui Sempat Dapat 5 Julukan Ini
Terpopuler
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- Calon Pelatih Indonesia John Herdman Ngaku Dapat Tawaran Timnas tapi Harus Izin Istri
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
Pilihan
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
-
4 Tablet RAM 8 GB dengan Slot SIM Card Termurah untuk Penunjang Produktivitas Pekerja Mobile
-
3 Fakta Perih Usai Timnas Indonesia U-22 Gagal Total di SEA Games 2025
-
CERPEN: Catatan Krisis Demokrasi Negeri Konoha di Meja Kantin
Terkini
-
Ratusan Rumah Luluh Lantak, Pemkab Agam Membutuhkan 525 Huntara Bagi Korban Banjir
-
Wagub Sumut Apresiasi Bantuan Korban Banjir dan Longsor dari Pemprov Bengkulu
-
Sidang Etik 6 Anggota Yanma Pengeroyok Matel di Kalibata Digelar Pekan Depan, Bakal Dipecat?
-
Menanti Status Bencana Nasional Sumatera sampai Warga Ingin Ajukan Gugatan
-
BGN Optimis, Program Makan Bergizi Gratis Mampu Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi hingga 8 Persen
-
BGN Minta SPPG Tidak Lagi Menggunakan Makanan Buatan Pabrik Pada Program MBG
-
Tak Hanya Ciptakan Lapangan Kerja, Waka BGN Sebut Program MBG Jalan Tol Pengentasan Kemiskinan
-
6 Anggota Yanma Mabes Polri Jadi Tersangka Kasus Tewasnya 2 Debt Collector, Ini Identitasnya
-
Dari OTT ke Jejak Dana Gelap Pilkada: Seberapa Mahal Biaya Kampanye Calon Kepala Daerah?
-
Prabowo ke Pengungsi Banjir Aceh: Maaf, Saya Tak Punya Tongkat Nabi Musa, Tapi Rumah Kalian Diganti