News / Nasional
Sabtu, 13 Desember 2025 | 08:29 WIB
Seorang warga berjalan di depan rumah yang luluh lantak pascabanjir di Desa Bundar, Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Selasa (9/12/2025). [ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso]
Baca 10 detik
  • Busyro Muqoddas, mendesak Presiden Prabowo menetapkan status darurat kemanusiaan Sumatera dalam dua hari.
  • YLBHI menyatakan bencana telah memenuhi lima indikator status bencana nasional sesuai undang-undang yang berlaku.
  • Koalisi masyarakat sipil mengancam somasi susulan dan gugatan warga negara jika pemerintah tetap lamban merespons.

Suara.com - Jari-jemarinya menggerus dagu, menyetop sejenak kalimat yang sempat terucap. Tokoh Muhammadiyah, Busyro Muqoddas, tampak menahan kesedihan mendalam.

Ia menyusun ulang kata demi kata, menyampaikan pesan emosional bagi saudara sebangsa yang kini menjadi korban bencana ekologis di Sumatera.

"Maaf," ujar Busyro mengawali kalimat penutup dalam konferensi pers daring yang digelar Posko Nasional untuk Sumatera, Jumat (12/12/2025).

Ia melanjutkan, "Sahabat-sahabat kami di tiga wilayah itu (Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat), Anda tidak mungkin sendirian, ya. Kami dengan setia akan mendampingi dengan kemampuan yang ada," kata Busyro memastikan solidaritas anak bangsa bagi para korban.

Pernyataan tersebut bukan sekadar simpati, melainkan ultimatum.

Busyro mendesak Presiden Prabowo Subianto segera menetapkan status bencana nasional atas tragedi yang melanda Sumatera dua pekan terakhir. Tanpa basa-basi, ia memberikan tenggat waktu tegas.

"Segera dalam waktu dua hari ini paling lama itu menetapkan status darurat kemanusiaan untuk tiga wilayah itu," tegas Busyro.

Ultimatum ini tak hanya untuk Istana, tetapi juga dialamatkan ke Senayan.

Busyro meminta DPR tidak diam melihat penderitaan rakyat Sumatra.

Baca Juga: PLTU Labuhan Angin dan Pangkalan Susu Tetap Beroperasi di Tengah Banjir Sumut

"Mereka perwakilan rakyat, bukan perwakilan taipan-taipan dan sebagainya," imbuhnya.

Bagi Busyro, bencana yang telah menelan 990 korban jiwa dan 222 orang hilang per Kamis (11/12/2025) ini bukan bencana alam biasa.

Ia menyebutnya sebagai tragedi kemanusiaan, tragedi keadaban, serta runtuhnya etika moral kebangsaan.

Banjir bandang dan longsor yang membawa gelondongan kayu serta meluluhlantakkan permukiman, menurutnya, adalah buah dari kriminalisasi lingkungan, radikalisasi, hingga terorisme politik negara.

"Mengapa?" tanya Busyro retoris.

KLH tidak mengenyampingkan potensi pidana terhadap perusahaan-perusahaan yang diduga memperparah banjir Sumatera Utara. Foto: Masjid ambruk disapu banjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Sabtu (29/11/2025). [Antara]

Ia menegaskan kerusakan lingkungan di Aceh, Sumut, dan Sumbar adalah ulah kebijakan negara yang mengatasnamakan investasi, serupa dengan kasus di Rempang, Ternate, Morowali, hingga Pantai Indah Kapuk.

Load More