Anto menambahkan, penggunaan aerator berbeda dari memberikan oksigen yang sangat dibutuhkan kepada pasien Covid-19 gejala berat.
Selain itu, Koordinator Kelompok Penelitian Otomasi Industri, Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik LIPI, Hendri Maja Saputra mengatakan bahwa ia dan timnya sudah mencoba bereksperimen menggunakan alat seperti yang ditampilkan dalam video tersebut.
Dari hasil pengukuran, udara yang dihasilkan alat tersebut tidak menunjukkan adanya peningkatan fraksi oksigen, yakni masih sekitar 21 persen.
Sedangkan untuk oksigen murni, fraksi oksigennya seharusnya mencapai di atas 90 persen.
“Hasilnya tidak benar (menghasilkan oksigen yang bisa digunakan untuk pasien Covid-19),” kata Hendri saat dihubungi Kompas.com, Kamis (1/7/2021).
Artinya, aerator atau alat yang dibuat dalam video viral tersebut, yang diklaim dapat digunakan pada pasien Covid-19 yang membutuhkan oksigen, menunjukkan bahwa fraksi oksigen yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diinginkan.
Hendri menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil uji yang dilakukan bersama timnya, alat aerator yang direkayasa untuk menghasilkan oksigen bagi pasien Covid-19 dalam video viral itu, artinya sama saja seperti kita menghirup udara bebas, karena nilai fraksi oksigennya sama saja.
“Jadi hasil pengujian kami, cara tersebut tidak bisa digunakan untuk alternatif menghasilkan (oksigen) sebagaimana tabung oksigen. Inovasi ini perlu dibuktikan secara ilmiah,” ungkap Hendri.
Sementara itu, dokter spesialis paru Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Prasenohadi menyampaikan, aerator sebenarnya alat yang digunakan di akuarium dan berfungsi untuk menghasilkan gelembung udara agar udara dan oksigen dalam udara tadi terdifusi dalam air akuarium, membuat air akuarium kaya akan oksigen untuk pernapasan ikan dalam air.
Baca Juga: Pasokan Oksigen RSUP Dr Sardjito Dikabarkan Menipis, Berisiko Ganggu Perawatan Pasien
Sedangkan alat bantu pernapasan untuk manusia telah tersedia dan diproduksi dengan kualitas yang sesuai standar.
Meski belum ada kajian ilmiah, ia menduga alat tersebut hanya menghasilkan udara yang lebih dingin dan lembab. Kelembaban tersebut penting agar saluran napas tidak kering atau terjadi iritasi.
“Mungkin dampak negatif penggunaan alat ini tidak ada dan masih harus dibuktikan. Tetapi, jika alat ini digunakan oleh orang normal, maka saluran pernapasannya akan menjadi lebih lembab. Bahkan, mungkin akan timbul infeksi atau penyakit tertentu lainnya,” katanya.
Mengingat saluran pernapasan maupun organ dalam lainnya membutuhkan ilmu khusus, Pras pun mengimbau masyarakat untuk tidak mengembangkan alat kesehatan dari pemahaman sehari-hari.
Hal ini penting untuk mencegah efek samping atau dampak negatif dari pengembangan alat kesehatan tanpa riset dan kajian ilmiah.
Lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi di tanah air sejak beberapa pekan ke belakang, turut membuat permintaan alat kesehatan (alkes) dan juga produk farmasi yang berhubungan dengan Covid-19 ikut merangkak naik.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Link DANA Kaget Khusus Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cuan Rp 345 Ribu
- 7 Rekomendasi Parfum Terbaik untuk Pelari, Semakin Berkeringat Semakin Wangi
- Unggahan Putri Anne di Tengah Momen Pernikahan Amanda Manopo-Kenny Austin Curi Perhatian
- 8 Moisturizer Lokal Terbaik untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Solusi Flek Hitam
- 15 Kode Redeem FC Mobile Aktif 10 Oktober 2025: Segera Dapatkan Golden Goals & Asian Qualifier!
Pilihan
-
Grand Mall Bekasi Tutup, Netizen Cerita Kenangan Lawas: dari Beli Mainan Sampai Main di Aladdin
-
Jay Idzes Ngeluh, Kok Bisa-bisanya Diajak Podcast Jelang Timnas Indonesia vs Irak?
-
278 Hari Berlalu, Peringatan Media Asing Soal Borok Patrick Kluivert Mulai Jadi Kenyataan
-
10 HP dengan Kamera Terbaik Oktober 2025, Nomor Satu Bukan iPhone 17 Pro
-
Timnas Indonesia 57 Tahun Tanpa Kemenangan Lawan Irak, Saatnya Garuda Patahkan Kutukan?
Terkini
-
Tiga Notaris Jadi Saksi Kunci, KPK 'Kuliti' Skema Mafia Tanah Tol Sumatera
-
Tragedi Ponpes Al Khoziny: Identifikasi Korban Terus Berlanjut, 53 Jenazah Teridentifikasi!
-
Nobel Perdamaian 2025 Penuh Duri: Jejak Digital Pro-Israel Penerima Penghargaan Jadi Bumerang
-
Birokrasi Jadi Penghambat Ambisi Ekonomi Hijau Indonesia? MPR Usul Langkah Berani
-
Jejak Korupsi SPBU Ditelusuri, KPK dan BPK Periksa Eks Petinggi Pertamina
-
'Tsunami' Darat di Meksiko: 42 Tewas, Puluhan Hilang Ditelan Banjir Bandang Mengerikan
-
Prajurit TNI Gagalkan Aksi Begal dan Tabrak Lari di Tol Kebon Jeruk, 3 Motor Curian Diamankan
-
Di The Top Tourism Leaders Forum, Wamendagri Bima Bicara Pentingnya Diferensiasi Ekonomi Kreatif
-
KPK Bongkar Akal Bulus Korupsi Tol Trans Sumatera: Lahan 'Digoreng' Dulu, Negara Tekor Rp205 M
-
Buntut Tragedi Ponpes Al Khoziny, Golkar Desak Pesantren Dapat Jatah 20 Persen APBN