Suara.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-26 (COP 26 UNFCCC) di Glasgow, Skotlandia, United Kingdom. Jokowi dan rombongan sudah mendarat di Bandara Internasional Glasgow Prestwick di Glasgow, Skotlandia, pada Minggu (31/10/2021), sekitar pukul 21.40 waktu setempat.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Serikat Perempuan Indonesia (Seruni), Helda Khasmy juga turut hadir dalam acara tersebut.
Dalam siaran pers yang dikirimkan kepada Suara.com, Kamis (4/11/2021), Helda menyebutkan jika "Setelah melaporkan apa yang sudah dicapai selama pemerintahannya, Presiden Joko Widodo dengan tidak tahu malu mempertanyakan 'janji' negera industri kapitalis."
Janji negara industri kapitalis yang dimaksud Helda adalah negara maju untuk memberikan dana dan transfer teknologi kepada Indonesia untuk mengurangi pemanasan global. Kemudian, menangani dampak dan mencegah perubahan iklim yang lebih buruk.
"Padahal sejak zaman Suharto istilah 'transfer teknologi' hampir setiap hari kita dengar tetapi tidak pernah terjadi," papar Helda.
Helda yang juga merupakan Ketua International League of People’s Struggle (ILPS) Indonesia menyampaikan, rezim Orba Suharto memang begitu banyak membikin kompleks industrial, namun, tidak ada juga transfer teknologi.
"Sekarang kata yang sama tetap menjadi 'jimat' penguasa Indonesia sebagai alasan pembenar utang luar negeri dan investasi asing," tegas Helda.
Helda menyampaikan, perubahan iklim ancaman yang begitu nyata bagi dunia, khususnya bagi rakyat yang bergantung sepenunya pada alam dan mengandalkan sistem pertanian tradisional.
Dalam pandangan Seruni, hal itu jelas merupakan penindasan dan penghisapan kaum imperialis dengan instrumen negara dan korporasinya, dengan bantuan kaki tangannya di Indonesia adalah penyebabnya.
Baca Juga: Menko Airlangga Ungkap Pembahasan Pertemuan Jokowi dan Joe Biden, Ini Isinya
Perubahan iklim, kata Helda, adalah tanggung jawab para penindas dan penghisap -- imperialis dan kaki tangannya. Dalam konteks ini, Helda menyebut jika Indonesia mengalami krisis kronis dalam hubungan luar negeri karena statusnya sebagai "Setengah Feodal dan Setengah Jajahan" -- meskipun tidak diakui oleh pemerintah Presiden Jokowi.
Pada kesempatan itu, Helda menyampaikan jika Jokowi mempromosikan program perhutanan sosial sebagai pembangunan berkelanjutan yang memadukan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Indonesia dan Inggris, dalam hal ini, menandatangani kesepakatan kerjasama termasuk dukungan untuk Perhutanan Sosial sebagai tujuan utama Forest, Agriculture, and Commodity Trade (FACT) Dialogue sekaligus solusi bagi iklim global.
Dalam pandangan Seruni, Program Perhutanan Sosial sendiri jelas bukan program baru. Program tersebut satu paket kebijakan imperialis agar Indonesia segera bisa mengoperasikan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang terus didesakkan imperialis melalui Uni Eropa dan Bank Dunia agar hutan Indonesia
leluasa bagi penanaman investasi dan kepentingan bisnis lainnya.
"Ini adalah solusi palsu bagi rakyat Indonesia dan iklim dunia.," tegas Helda.
Helda menambahkan, kekinian kaum tani dan perempuan hampir kehilangan segalanya karena program berkedok solusi iklim dan pembangunan berkelanjutan oleh imperialis dan kaki tangannya di Indonesia. Dalam hal ini, rakyat menuntut perubahan sistem bukan program yang memperburuk iklim dan kehidupan rakyat.
Berita Terkait
-
CEK FAKTA: Jokowi Dapat Pujian dari Pangeran Charles karena Selamatkan Alam, Benarkah?
-
Menko Airlangga Ungkap Pembahasan Pertemuan Jokowi dan Joe Biden, Ini Isinya
-
Harta Kekayaan Andika Perkasa Capai Rp179,9 M, Anggota DPR: Tentu Presiden Sudah Tahu
-
Dukung Pilihan Jokowi, Jusuf Kalla Sebut Jenderal Andika Kekar dan Berpengalaman
-
Menteri Lingkungan Hidup Sempat Viral Dan Trending di Twiiter, Ini Isi Pernyataannya
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Perkuat Ekosistem Bisnis, BNI dan Anak Usaha Dorong Daya Saing UMKM di wondr JRF Expo
-
Dosen Merapat! Kemenag-LPDP Guyur Dana Riset Rp 2 Miliar, Ini Caranya
-
Lewat Bank Sampah, Warga Kini Terbiasa Daur Ulang Sampah di Sungai Cisadane
-
Tragis! Lexus Ringsek Tertimpa Pohon Tumbang di Pondok Indah, Pengemudi Tewas
-
Atap Arena Padel di Meruya Roboh Saat Final Kompetisi, Yura Yunita Pulang Lebih Awal
-
Hadiri Konferensi Damai di Vatikan, Menag Soroti Warisan Kemanusiaan Paus Fransiskus
-
Nyaris Jadi Korban! Nenek 66 Tahun Ceritakan Kengerian Saat Atap Arena Padel Ambruk di Depan Mata
-
PLN Hadirkan Terang di Klaten, Wujudkan Harapan Baru Warga di HLN ke-80
-
Geger KTT ASEAN: Prabowo Dipanggil Jokowi, TV Pemerintah Malaysia Langsung Minta Maaf
-
88 Tas Mewah Sandra Dewi Cuma Akal-akalan Harvey Moeis, Bukan Endorsement?