Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang kembali menjerat eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kekinian Edhy sudah menjadi terdakwa dalam kasus suap izin ekspor benih lobster. Apalagi dalam putusan banding, hukuman penjara Edhy diperberat menjadi sembilan tahun penjara.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut tentunya Jaksa KPK terlebih dahulu menunggu keseluruhan hasil putusan untuk dipelajari terlebih dahulu.
"Kami pelajari dulu putusan secara utuhnya yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tersebut," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Jumat (26/11/2021).
Menurutnya, kekinian KPK juga masih menunggu sikap terdakwa Edhy Prabowo dalam putusan banding tersebut. Apakah Edhy Prabowo akan kembali mengajukan kasasi atau menerima sesuai putusan banding.
Tentunya, KPK harus terlebih dahulu mengeksekusi Edhy Prabowo bila hasil putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah sudah diterima dari pengadilan tinggi.
Setelah itu, kata Ali, tentu KPK dapat memikirkan apakah Edhy Prabowo dapat dijerat pencucian uang dengan mempelajari seluruh hasil putusan.
"Apakah sama dari fakta-fakta dari di pengadilan negeri, atau kah ada fakta-fakta baru atau kah ada kemungkinan yang bisa dikembangkan lebih lanjut ke pasal-pasal lain atau pun penerapan undang-undang lain seperti tindak pidana pencucian uang," imbuhnya.
Diketahui, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Edhy Prabowo menjadi 9 tahun penjara ditingkat banding. Edhy terbukti melakukan suap izin ekspor benih bobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Pada tingkat pertama di Pengadilan Tindak Pidanan Korupsi atau Tipikor Jakarta Pusat, Edhy Prabowo divonis lima tahun penjara. Hukuman tingkat pertama lebih rendah dari putusan tingkat banding yang memperberat Edhy saat ini.
Baca Juga: Sembilan Tahun Kurang Berat, ICW: Edhy Prabowo Seharusnya Dihukum 20 Tahun
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama sembilan tahun," kata Ketua Majelis Hakim di Tingkat Banding Haryono dikutip dari laman situs MA, Kamis (11/11/2021).
Selain pidanan badan, Edhy Prabowo harus pula membayar denda mencapai Rp400 juta, subsider enam bulan kurungan penjara.
Edhy Prabowo juga harus membayar uang pengganti mencapai Rp9,68 miliar dan US$77 ribu. Pembayaran uang pengganti dibayarkan paling lambat satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Dalam putusan hakim, hak Edhy Prabowo untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik pun dicabut selama tiga tahun. Pencabutan hak politiknya dicabut mulai berlaku setelah masa hukuman penjara selesai.
"Masa penahanan yang dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana pokoknya," imbuhnya.
Berita Terkait
-
Pensiunan Jenderal Tolak Ketua KPK Firli Bahuri Naik Bintang 4, Ini Alasannya
-
Korupsi Pengadaan Mesin Giling Pabrik Gula Jatiroto Rugikan Negara Rp 15 Miliar
-
Usulan Bintang Empat Firli Bahuri Dikritisi, Para Purnawirawan: Cukup Bintang Tiga
-
Akui Bakal Diperiksa KPK, Co-Founder Formula E: Tidak Ada Sesuatu yang Disembunyikan
Terpopuler
- Pratama Arhan dan Azizah Salsha Dikabarkan Rujuk, Ini Penjelasaan Pengadilan Agama Tigaraksa
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
- Buktinya Kuat, Pratama Arhan dan Azizah Salsha Rujuk?
Pilihan
-
Waktu Rujuk Hampir Habis! Jumat Minggu Depan Pratama Arhan Harus Ikrar Talak ke Azizah Salsha
-
Nadiem Makarim Jadi Menteri Ke-7 Era Jokowi yang Jadi Tersangka Korupsi, Siapa Aja Pendahulunya?
-
Jadwal dan Link Streaming Timnas Indonesia vs Taiwan Malam Ini di GBT
-
Pelatih Persija Kasihan dengan Gerald Vanenburg, Soroti Situasi Timnas Indonesia U-23
-
Harga Emas Antam Lebih Murah Hari Ini Jadi Rp 2.042.000 per Gram
Terkini
-
Dilema KPK: Sita Mercy Antik Habibie dari Ridwan Kamil, tapi Pembayarannya Ternyata Belum Lunas
-
Bantah Tegas Kabar Darurat Militer, TNI: Tidak Ada Niat, Rencana Memberlakukan
-
Didesak Bebaskan Seluruh Demonstran yang Ditahan, Polri Klaim Tidak Antikritik
-
Zetro Staf KBRI Diduga Tewas di Tangan Pembunuh Bayaran, Presiden Peru Surati Prabowo
-
Kapuspen TNI Jawab Tuntutan 17+8 'Kembali ke Barak': Kami Hormati Supremasi Sipil
-
Tunjangan Rumah Setop, DPR Pastikan Pensiun Tetap Ada: Ini Rincian Gaji Anggota Dewan
-
DPR Setop Kunjungan Kerja ke Luar Negeri, Dasco Janji Buka-bukaan
-
Pemprov DKI Genjot Pengerjaan SJUT, Jakarta Lebih Rapi dan Modern
-
Apa Itu Tobat Nasional? Seruan Kardinal Ignatius Suharyo
-
Nadiem Tersangka Kasus Pengadaan Chromebook, Pukat UGM Soroti Buruknya Tata Kelola Sektor Pendidikan