Respons Indonesia: hati-hati atau ragu-ragu?
Saat serangan Rusia di Ukraina pertama kali pecah pekan lalu, Presiden Joko Widodo menulis cuitan tentang perang di akun Twitternya tanpa menyebut nama negara atau konteks perang tersebut.
Pernyataan tersebut menuai protes, salah satunya dari Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Riski Natakusumah.
"Ketika seluruh dunia, bahkan warga Rusia sendiri, mengecam invasi kepada Ukraina, sangat mengherankan Pemerintah Indonesia yang katanya cinta perdamaian malah tidak mengeluarkan statement tegas," kata Rizki Natakusumah kepada wartawan, Minggu (27/02).
"Padahal Indonesia sekarang memiliki momentum emas sebagai presiden G-20 yang pastinya dinantikan dunia. Jangan sampai momen berharga ini terlewatkan karena presiden tidak menjawab dinamika global," tambahnya.
Belum selesai kritik pada Jokowi, muncul kritik baru, saat akun resmi Misi PBB Norwegia di New York melansir daftar negara-negara yang mendukung draf resolusi mengakhiri agresi Rusia terhadap Ukraina.
Tidak ada nama Indonesia di dalamnya.
Namun, akademisi Hubungan Internasional dari Universitas Gadjah Mada, Muhadi Sugiyono, mengingatkan pentingnya memahami konteks besar di balik serangan Rusia ke Ukraina.
"Ada missed opportunity, ruang diplomasi yang terlewatkan sebelum serangan ini, saat Rusia dengan jelas menyatakan tidak ingin Ukraina menjadi anggota NATO," kata Muhadi.
Menurutnya, permintaan ini esensial bagi Rusia dan pernah terjadi pada negara lain, misalnya saat Amerika Serikat pada tahun 60an tidak bisa menerima rencana Uni Soviet membangun pangkalan militer di Kuba.
Baca Juga: Hari Keenam Invasi Rusia: Rumah Sakit Bersalin Jadi Sasaran Artileri, 70 Tentara Ukraina Tewas
Sehingga, menurut Muhadi, jika peristiwa yang terjadi saat ini hanya dilihat dalam konteks serangan semata-mata, maka Indonesia akan dihadapkan pada posisi hitam dan putih.
"Padahal, bagi Indonesia saat ini persoalannya adalah bagaimana perang itu dihentikan dulu dan masuk ke ruang negosiasi, [sehingga pernyataan dan sikap Indonesia] ini lebih frutiful dibanding condemning," ujar Muhadi.
"Posisi kita yang bebas aktif itu harus seperti itu. Bahwa kita tidak menjadi bagian dari mayoritas, itu bukan masalah, yang penting kita berpegang pada prinsip."
"Di saat kita tidak ada di posisi yang hitam-putih itu lah, ruang-ruang untuk perdamaian bisa dibangun," tambahnya.
Muhadi berharap, di belakang sikap dan respon Indonesia yang terlihat publik, ada proses negosiasi dan pendekatan yang sedang berjalan.
"Setidaknya Indonesia sebagai pemimpin G-20 bisa punya akses ke salah satu negara G-20, yakni Rusia ... dan kedekatan Indonesia dengan kedua belah pihak bisa menjadi modal bagi Indonesia untuk berperan lebih."
Berita Terkait
-
Pesona Nicole Parham Jadi Wajah Baru Ipar Adalah Maut Gantikan Davina
-
Timnas Indonesia Takluk 1-3 dari Zambia di Laga Perdana Piala Dunia U-17 2025
-
5 Pilihan Obat Batu Ginjal Berbahan Herbal, Aman untuk Kesehatan Ginjal dan Ampuh
-
Dua Platform E-commerce Raksasa Catat Lonjakan Transaksi di Indonesia Timur, Begini Datanya
-
5 Body Lotion Mengandung SPF 50 untuk Mencerahkan, Cocok untuk Yang Sering Keluar Rumah
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
Dorong Pertumbuhan Industri, PLN Teken PJBTL 1.800 MVA di Jawa Barat dan Jawa Tengah
-
Aktif Lagi di DPR, Tangis Haru Adies Kadir dan Uya Kuya Pecah Usai MKD Nyatakan Tak Langgar Etik
-
Pasrah Gaji DPR Disetop 6 Bulan usai Sebut Rakyat Tolol, Hukuman MKD Bikin Ahmad Sahroni Kapok?
-
Siswa 13 Tahun Tewas di Sekolah Internasional Gading Serpong, Diduga Jatuh dari Lantai 8
-
Soeharto, Gus Dur dan Marsinah Penuhi Syarat Terima Gelar Pahlawan, Ini Penjelasan Fadli Zon
-
Jejak Digital Budi Arie Kejam: Dulu Projo Pro Jokowi, Kini Ngeles Demi Gabung Prabowo
-
Bau Busuk RDF Rorotan Bikin Geram! Ribuan Warga Ancam Demo Balai Kota, Gubernur Turun Tangan?
-
Terbukti Langgar Etik, MKD DPR Nonaktifkan Nafa Urbach, Eko Patrio, dan Ahmad Sahroni Tanpa Gaji
-
Angka Pengangguran di Jakarta Tembus 330 Ribu Orang, BPS Klaim Menurun, Benarkah?
-
Sebut Usulan Gelar Pahlawan Absurd, Koalisi Sipil: Soeharto Simbol Kebengisan Rezim Orba