Konflik dan bencana alam membuat pertanian sulit diandalkan, sehingga memicu petani ke arus migrasi global.
Di satu sisi, negara tempat petani melarikan diri menghadapi tingkat kemiskinan yang tinggi dan tata kelola yang buruk, menurut SIPRI.
SIPRI melaporkan jumlah konflik bersenjata antarnegara berlipat ganda dari 2010 hingga 2020, menjadi 56 kasus. Jumlah pengungsi dan orang terlantar juga berlipat ganda, naik menjadi 82,4 juta orang.
Pada 2020, ada juga peningkatan jumlah hulu ledak nuklir di dunia — setelah bertahun-tahun menurun.
Pada 2021, pengeluaran militer dunia melebihi $2 triliun untuk pertama kalinya.
Ancaman umum
Para peneliti SIPRI menawarkan kemungkinan jalan keluar dari krisis global dan langkah-langkah jangka pendek.
Era risiko baru ini membutuhkan mode kerja sama baru untuk mengatasi ancaman bersama. Dan menurut laporan itu, proses pengambilan keputusan di mana pun dari PBB harus selalu melibatkan orang-orang yang paling merasakan dampaknya.
Namun, apakah masukan seperti ini realistis? Mengingat invasi Rusia ke Ukraina, potensi Tirai Besi baru, dan ketegangan antara Cina dan Barat, apakah gagasan peningkatan kerja sama internasional bukan hanya angan-angan?
Baca Juga: 4 Akibat Krisis Iklim dari Energi Fosil yang Harus Kamu Tahu, Bikin Suhu Bumi Meningkat!
"Menganggap sesuatu tidak mungkin membuatnya tidak mungkin,” kata Smith.
Dia menyarankan bahwa kepentingan pribadi harus meyakinkan pemerintah bertindak.
Para pejabat tahu bahwa "degradasi lingkungan menghasilkan - dan akan menghasilkan - ketidaksamaan,” katanya.
Dan itu "hanya bisa diatasi dengan bekerja sama,” tambahnya. "Karena mereka membutuhkan keamanan, mereka perlu membalikkan kerusakan lingkungan,” kata Smith.
"Mereka bisa melakukan ini hanya dengan bekerja sama, seperti yang diakui Cina dan AS dalam pernyataan bersama mereka tentang akli iklim di COP26 November 2021 di Glasgow.”
Sebagai kekuatan ekonomi utama, Jerman dapat memainkan peran penting dalam membentuk perubahan yang diperlukan, kata Smith.
Berita Terkait
-
Sidak Dedi Mulyadi Ungkap Dugaan Aliran Dana Janggal Aqua ke PDAM Senilai Rp600 Juta Per Bulan!
-
Dukung PPPK Jadi PNS, Anggota Komisi II DPR Sebut Usulan Terbuka Diakomodir Lewat Revisi UU ASN
-
Ogah Sembunyi, Uya Kuya Punya Alasan Langsung Nongol di Publik usai Rumahnya Dijarah
-
Pertalite Dikeluhkan di Jatim, Pertamina Investigas BBM yang Disuplai Terminal Tuban dan Surabaya
-
Bukan Sekadar Viral: Begini Cara PR Digital Bangun Reputasi dan Kepercayaan di Era Online
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- Suzuki Ignis Berapa cc? Harga Bekas Makin Cucok, Intip Spesifikasi dan Pajak Tahunannya
- 5 HP RAM 8 GB Paling Murah Cocok untuk Gamer dan Multitasking Berat
Pilihan
-
4 HP Baterai Jumbo Paling Murah mulai Rp 1 Jutaan, Cocok untuk Ojol!
-
Saham BBRI Dekati Level 4.000 Usai Rilis Laba Bersih Rp41,23 Triliun
-
Harga Emas Turun Tiga Hari Beruntun: Emas Jadi Cuma 2,3 Jutaan di Pegadaian
-
Indonesia Ngebut Kejar Tarif Nol Persen dari AS, Bidik Kelapa Sawit Hingga Karet!
-
Prabowo Turun Gunung Bereskan Polemik Utang Whoosh
Terkini
-
Sidak Dedi Mulyadi Ungkap Dugaan Aliran Dana Janggal Aqua ke PDAM Senilai Rp600 Juta Per Bulan!
-
Dukung PPPK Jadi PNS, Anggota Komisi II DPR Sebut Usulan Terbuka Diakomodir Lewat Revisi UU ASN
-
Uji Lab Tuntas! Pertamina Jawab Keluhan Pertalite Bikin Brebet di Jatim: Sesuai Spesifikasi
-
PAM Jaya Matikan Sementara IPA Pulogadung, Gangguan Layanan Bisa Terasa Sampai 48 Jam
-
Geger Dugaan Mark Up Proyek Whoosh, KPK Bidik Petinggi KCIC?
-
Skandal Korupsi Whoosh: KPK Usut Mark Up Gila-gilaan, Tapi Ajak Publik Tetap Naik Kereta
-
Dugaan Kerugian Negara Rp75 T di Proyek KCJB, Pemufakatan Jahat Pemilihan Penawar China Jadi Sorotan
-
HLN ke-80, 171 Warga Tulungagung Peroleh Sambungan Listrik Gratis dari PLN
-
KCIC Pastikan Isu Dugaan Korupsi Whoosh Tak Pengaruhi Jumlah Penumpang
-
RUU PPRT: Bukan Sekadar Upah dan Kontrak, Tapi Soal Martabat Manusia yang Terlupakan