Suara.com - Menjelang Hari Ulang Tahun (HUT) Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke-77 yang jatuh pada 5 Oktober 2022 besok, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) merilis catatan peran dan fungsi institusi tersebut.
Dalam pemantauan selama setahun terakhir, yakni periode Oktober 2021 sampai September 2022, KontraS menilai telah terjadi fenomena merebaknya agenda militerisme. Pertama, soal anggota militer aktif maupun purnawirawan yang duduk dalam jabatan stategis -- yang seharusnya ditempati oleh masyarakat sipil.
"Berbagai langkah pun dilakukan, seperti halnya upaya menempatkan TNI di jabatan Kementerian hingga ditempatkannya TNI pada jabatan Penjabat (Pj) Kepala Daerah," kata Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, Selasa (4/10/2022).
Temuan selanjutnya adalah langkah menjadikan masyarakat sipil berwatak militer. Hal itu tercermin dengan pengaktifan komponen cadangan (Komcad) berdasar Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (UU PSDN) dan Resimen Mahasiswa (Menwa) menjadi komponen pertahanan.
Menurut Fatia, situasi itu justru memperparah konflik horizontal di tengah masyarakat seperti halnya dalam demonstrasi ataupun ragam konflik agraria di berbagai wilayah tanah air.
Masalah lain yang masih mencuat di permukaan adalah budaya kekerasan di tubuh institusi militer. KontraS menemukan 61 kasus kekerasan yang melibatkan anggota TNI dalam rentan waktu satu tahun.
"Perlu dicatat bahwa angka kekerasan tersebut tidak menggambarkan peristiwa keseluruhan yang kami percayai lebih besar," beber Fatia.
Tidal hanya itu, KontraS juga menemukan sejumlah kasus kekerasan yang melibatkan anggota TNI malah diselesaikan lewat jalur damai. Bahkan, tidak terliput oleh media nasional maupun lokal.
"Angka yang kami catat tahun ini juga meningkat dari laporan tahunan sebelumnya yang menunjukan terdapat 54 peristiwa," ucap Fatia.
Pola kekerasan ala militerisme juga masih kerap terjadi di Papua. Situasi tersebut diperparah karena pemerintah Indonesia masih percayai dapat menyelesaikan permasalahan struktural di Papua.
Fatia menyebut, pasukan silih berganti terus diturunkan menempati pos-pos militer. Pendekatan yang dipilih itu akhirnya menciptakan terus jatuhnya korban jiwa dan kerugian harta benda bagi warga sipil di Papua.
Tentunya, lanjut Fatia, hal itu malah memantik trauma berkepanjangan yang dialami Orang Asli Papua (OAP) atas parade kekerasan yang terjadi. Meski nama operasi silih berganti, dia menyebut watak asli militer tidak kunjung mengalami perbaikan signifikan.
KontraS memandang, pendekatan yang dibangun dengan pengerahan aparat gabungan TNI-Polri juga hanya memantik kontak tembak lanjutan. Pada akhirnya, mengorbankan masyarakat sipil yang tak bersalah.
"Sayangnya, pendekatan yang dipilih tersebut tanpa mekanisme koreksi yang layak ," sebut Fatia.
Atas hal itu, KontraS berpendapat bahwa wacana yang ada dalam kurun waktu setahun terakhir mengindikasikan Indonesia kembali ke jurang militerisme. Menguatnya peran militer untuk mengokupasi ruang sipil menjadi salah satu penandanya.
"Hal ini harus dijadikan sebagai masalah serius institusi khususnya dalam hal profesionalitas TNI dalam kerangka negara demokrasi. Begitupun dalam konteks militerisasi sipil, berbagai metode yang tak relevan harus dihentikan karena justru kontraproduktif terhadap agenda penguatan pertahanan."
Berita Terkait
-
Tragedi Kanjuruhan: KontraS Tak Percaya Data Versi Pemerintah dan Siap Bentuk Tim Khusus Bersama Aremania
-
Terpopuler: Heboh Isu Perselingkuhan, Ayu Dewi Posting Tulisan Berlatarbelakang Hitam, Alasan Partai NasDem Usung Anies
-
Terpopuler: Oknum TNI Tendang Suporter di Kanjuruhan, Ernest Prakasa Sentil NasDem Umumkan Anies Baswedan Capres 2024
-
Pemerintah Dituding Bohong Soal Jumlah Korban Jiwa Tragedi Kanjuruhan, KontraS ajak Aremania Bikin Tim Khusus
-
2 Alasan Nasdem Usung Anies Baswedan Jadi Capres
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
Pilihan
-
Studi Banding Hemat Ala Konten Kreator: Wawancara DPR Jepang Bongkar Budaya Mundur Pejabat
-
Jurus Baru Menkeu Purbaya: Pindahkan Rp200 Triliun dari BI ke Bank, 'Paksa' Perbankan Genjot Kredit!
-
Sore: Istri dari Masa Depan Jadi Film Indonesia ke-27 yang Dikirim ke Oscar, Masuk Nominasi Gak Ya?
-
CELIOS Minta MUI Fatwakan Gaji Menteri Rangkap Jabatan: Halal, Haram, atau Syubhat?
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
Terkini
-
Usai Dicopot Prabowo, Benarkah Sri Mulyani Adalah Menteri Keuangan Terlama?
-
Inikah Ucapan yang Bikin Keponakan Prabowo, Rahayu Saraswati Mundur dari Senayan?
-
Suciwati: Penangkapan Delpedro Bagian dari Pengalihan Isu dan Bukti Rezim Takut Kritik
-
Viral Pagar Beton di Cilincing Halangi Nelayan, Pemprov DKI: Itu Izin Pemerintah Pusat
-
Temuan Baru: Brimob Dalam Rantis Sengaja Lindas Affan Kurniawan
-
PAN Tolak PAM Jaya Jadi Perseroda: Khawatir IPO dan Komersialisasi Air Bersih
-
CEK FAKTA: Isu Pemerkosaan Mahasiswi Beralmamater Biru di Kwitang
-
Blusukan Gibran Picu Instruksi Tito, Jhon: Kenapa Malah Warga yang Diminta Jaga Keamanan?
-
DPR Sambut Baik Kementerian Haji dan Umrah, Sebut Lompatan Besar Reformasi Haji
-
CEK FAKTA: Viral Klaim Proyek Mall di Leuwiliang, Benarkah?