Suara.com - Jelang pemungutan suara pemilu serentak tahun 2024, berbagai isu politik mulai santer merebak ke sejumlah orang. Mungkin sudah banyak orang yang tahu juga, bahwa momentum pesta demokrasi sengaja dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu yang menyebar hoaks.
Yakni, dengan informasi mengandung isu menyesatkan yang sengaja menggiring opini dengan informasi seolah-olah benar, faktanya itu ternyata berita bohong.
Pada umumnya, bahwa saat ini hoaks sudah beredar atau merajalela di Indonesia, apalagi mulai banyaknya media sosial atau akun palsu yang melakukan penyebaran itu.
Nah, pada kesempatan kali ini di Acara Local Media Summit 2022 digelar di Gedung Perpustakaan Nasional Indonesia, Jakarta, Kamis-Jumat (27-28/10/2022) turut membahas soal bahaya hoaks di Pemilu 2024.
Salah satu pengisi acara LMS 2022, Septiaji Eka Nugraha dari Mafindo mengatakan, bahwa saat ini hoaks di Indonesia memang sudah merabak sejak lama, apalagi semakin banyaknya akun media sosial yang menyebarkan informasi hoaks.
Pada 2020 dan 2021 kata dia, di Indonesia masuk dalam lima besar di dunia soal pemberitaan bohong atau hoaks terkait isu soal Covid-19.
"2018 sebanyak 997, 2019 sebanyak 1221, 2020 sebanyak 2298 (Paling Banyak), 2021 sebanyak 1888. Itu data hoaks terbanyak dari tahun ke tahun," kata pria yang disapa Jack, Jumat (28/10/2022).
Dalam waktu mendatang kata dia, Isu mengenai Hoaks pada Pemilu ini sangat umum digunakan kandidat atau pendukung untuk menjatuhkan lawan.
Namun menjadi sangat berbahaya jika hoaks tersebut menyangkut issue SARA dan upaya delegitimasi penyelenggaraan Pemilu 2024.
"Ini pasti isu yang cukup besar dalam prediksi kami, karena banyak oknum yang melakukan momen pada Pemilu 2024. Makanya kita harus waspada dalam menganalisa mengenai informasi soal berita hoaks di pemilu baik di daerah seperti pilkada," imbuhnya.
Dia berujar, bahwa tiga besar hoaks di Indonesia ini adalah, Soal Pemilu, Hoaks Delegitimasi Pemilu Mencetak Election Deniers, beberapa Tagar Election Deniers seperti merujuk ke gerakan kecurangan Pilpres 2019.
Ada juga pelajaran yang harus dipetik dalam hal hoaks ini, mulai dari Gap Informasi menjadi pintu masuk hoaks dan teori konspirasi, Tingkat diseminasi klarifikasi rendah (10-20%), Hoaks yang disebar tokoh/influencer, dampaknya luas, Tingkat diseminasi klarifikasi rendah (10-20%), Content moderation di platform digital belum optimal, Hoaks akan terus mewabah selama polarisasi tinggi, Humas K/L kadang tidak responsif: The Broken Window Theory, Hoaks di group privat sulit dideteksi.
"Contoh hoaks pada pemilu kemarin yakni, kecurangan KPU dan Rezim PKI Jokowi. Belum saatnya Suarat Suara Pencoblosan Sudah Bertebaran dan Dimiliki TKI dan Warga. Sudah sampai ke Taiwan dan Hongkong, tapi pada dasarnya tidak ada, bahkan KPU juga sudah menjelaskan," jelasnya.
"Tapi memang yang sangat disayangkan ini respon dari pemerintah salah, karena menjelaskan foto ini editan, bahkan beberapa jam kemudian ada yang menyebutkan KTP ini asli, ini sangat di sayangkan. Pada kenyataannya ini ternyata benar hanya ada kesalahan mengenai NIK yang salah ketik," sambungnya.
Hoaks akan berpotensi berulang, di 2022 saat ini sudah mulai terulang mengenai kasus WNA asal China, karena banyak yang menyebutkan kepemerintahan Indonesia ini diduga ditumpangi China, seperti banyaknya pegawai dari China ada di Indonesia.
Berita Terkait
-
'Bukan Cari Cuan', Ini Klaim Penggugat Ijazah Gibran yang Tuntut Kompensasi Rp125 Triliun ke Wapres
-
Discord Jadi Alat Pemilu Gen Z Nepal: Kelebihan dan Kekurangan Platform Gamers Ini
-
Saatnya 'Perbarui' Aturan Main, DPR Genjot Revisi Tiga UU Kunci Politik
-
Tokoh Senior PPP Bongkar Kelompok 'Lima Serangkai' di Balik Kudeta Suharso Monoarfa
-
Yusril Bongkar 'Sistem Gila' Pemilu, Modal Jadi Caleg Ternyata Jauh Lebih Gede dari Gajinya
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO