Suara.com - Lembaga Dana Moneter Internasional atau IMF tengah jadi sorotan akhir-akhir ini karena mengkritik kebijakan Indonesia terkait program hilirisasi yang dilakukan Presiden Joko Widodo.
IMF mengkritik pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan penghapusan kebijakan larangan ekspor nikel dan tidak meluas pada komoditas lain.
IMF dalam laporan terbarunya meminta Indonesia menghapus kebijakan pembatasan ekspor nikel secara bertahap, karena dinilai akan merugikan Indonesia. Permintaan tersebut tertuang dalam dokumen IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia.
IMF meminta, kebijakan hilirisasi, terutama nikel harus berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat lebih lanjut.
Ditengah gaduhnya kritikan lembaga pemberi pinjaman tersebut, ternyata Indonesia memiliki saham lho d IMF. Lantas berapa persen saham Indonesia di IMF ini?
Mengutip laman IMF yang dilihat Sabtu (8/7/2023), lembaga tersebut sebetulnya sama dengan koperasi simpan pinjam, dimana selain memberikan pinjaman kepada para anggota, IMF juga mendapatkan iuran atau kuota dari para anggotanya.
Nah, Indonesia sendiri sebetulnya ikut melakukan pembayaran iuran tersebut, besarannya 4.648,4 juta SDR. Apabila dicairkan, jumlah SDR ini setara dengan 6,18 miliar dolar AS atau sekitar Rp 92,73 triliun (dengan asumsi kurs Rp 15.000/dolar AS).
Dengan kepemilikan kuota sebesar 4.648,4 juta SDR, maka Indonesia berhak mendapatkan voting dalam pengambilan keputusan di IMF (voting power) sebesar 0,95 persen.
Meski memiliki suara di IMF, namun kekuatan voting yang pemerintah miliki saat ini relatif tidak signifikan. Sehingga bukan merupakan negara yang secara langsung bisa mengendalikan organisasi keuangan dunia ini.
Di sisi lain penyumbang dana terbesar atau nomor wahid di IMF saat ini dipegang oleh Amerika Serikat dengan jumlah kuota sebesar 82.994,2 juta SDR dengan kepemilikan voting power 16,50 persen, sehingga sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan.
Di posisi kedua ada Jepang dengan 30,820.5 juta SDR. Berkat itu Negeri Sakura ini memiliki voting power sebesar 6,14 persen di lembaga keuangan internasional ini.
Kemudian disusul China dengan kuota sebesar 30,482.9 SDR dengan kepemilikan voting power 6.08 persen. Selanjutnya ada beberapa negara besar asal eropa lainnya seperti Inggris, Jerman, Prancis, hingga Italia yang memiliki kuota dan voting power terbesar dalam organisasi IMF.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Bukan Septic Tank! Ternyata Ini Sumber Ledakan di Pamulang yang Rusak 20 Rumah
-
Nama PBNU Terseret Kasus Haji, KPK Buka Suara: Benarkah Hanya Incar Orangnya, Bukan Organisasinya?
-
Rentetan Kasus Keracunan Makan Bergizi Gratis, DPD Minta BGN Kurangi Jumlah Penerima MBG
-
Asmara Berujung Maut di Cilincing: Pemuda Tewas Dihabisi Rekan Sendiri, Kamar Kos Banjir Darah!
-
Video Gibran Tak Suka Baca Buku Viral Lagi, Netizen Bandingkan dengan Bung Hatta
-
KPK Ungkap Kasus Korupsi Kuota Haji, Libatkan Hampir 400 Biro Perjalanan
-
Nabire Diguncang Gempa Berkali-kali, Jaringan Internet Langsung Alami Gangguan
-
KPK Sita Uang Hingga Mobil dan Tanah dari Dirut BPR Jepara Artha dalam Kasus Kredit Fiktif
-
Terungkap! Modus Oknum Kemenag Peras Ustaz Khalid Basalamah dalam Kasus Kuota Haji
-
PWNU DKI Ingatkan soal Transformasi PAM Jaya: Jangan Sampai Air Bersih Jadi Barang Dagangan