Suara.com - Penulis Putro Mas Gunawan, M.Si, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Binus dan STAN
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Satu Kahkonen, tiba-tiba mengomentari rencana program makan siang dan susu gratis pasangan Prabowo-Gibran. Wakil Bank Dunia itu cewe-cawe pada isu domestik Indonesia yang beberapa pekan terakhir ini menciptakan diskursus di tengah publik itu.
Satu mewanti-wanti Indonesia harus tetap patuh dengan aturan defisit fiskal 3 persen. Banyak pihak yang kontra program ini menilai program Paslon 02 akan menaikkan angka defisit fiskal di atas 3 persen. Sontak komentar wakil asing itu seakan mengipas kontroversi dalam urusan dalam negeri Indonesia.
Pandangan Satu Kahkonen ini bisa dianalisis secara teks maupun konteks. Seperti apa yang disampaikan Guy Cook (2006) sebuah wacana terbentuk karena teks dan konteks yang melatarbelakangi. Secara teks ucapan Sato memang memuat isu ekonomi makro soal defisit tiga persen.
Namun secara konteks, kita bisa memaknai ucapan Satu itu secara politis. Mari kita bedah lebih dalam konteks ucapan Satu. Pertama soal posisi Satu sebagai wakil Bank dunia. Kemudian fakta soal isu yang dikomentari itu hingga kini masih berada di ranah politik domestik Indonesia.
Faktanya program ini masih dalam tataran program kampanye salah satu paslon yang masih berkontestasi dalam Pemilu 2024. Meski Prabowo-Gibran unggul mutlak dalam perhitungan sementara, secara resmi Paslon itu belum ditetapkan sebagai pemenang oleh KPU. Lantas mengapa seorang wakil Bank dunia masuk pada ranah isu yang masih bersifat politis?
Ucapan Satu jelas keluar dari batasan tupoksinya sebagai wakil Bank dunia. Mengomentari program kampanye salah satu capres yang secara resmi masih berkontestasi, adalah sebuah bentuk arogansi. Satu secara gegabah telah mencampuri urusan politik di Indonesia.
Arogansi yang sejatinya kerap ditunjukkan Barat sejak era kolonisasi. Tak hanya di Indonesia, tapi di sejumlah negara berkembang. Lantas bukankah insitusi Satu Kahkonen, Bank Dunia merepresentasikan semangat neokolonialisme?
Saya ingin menukil artikel yang ditulis oleh profesor Institute for Environmental Science and Technology (ICTA-UAB), Jason Hickel. Dalam artikelnya Hickel memaparkan paradoks dari institusi bank dunia. Institusi yang justru menjadi hegemoni negara barat macam Amerika dan Eropa. Amerika memiliki veto atas setiap keputusan krusial bank dunia. Sebaliknya negara Eropa memiliki porsi setengah dari suara di bank dunia. Sebaliknya mayoritas negara berkembang yang mewakili 85 persen populasi dunia hanya memiliki suara minoritas.
Peraih Nobel kesusastraan Jose Saramago pernah berucap soal paradoksnya bank dunia. "Dunia dijalankan oleh institusi yang tidak demokratis seperti IMF dan Bank Dunia," ujarnya.
Jelas fakta ini merupakan sebuah lelucon bagi dunia yang katanya semakin inklusif. Meski bank dunia kerap menunjuk pejabatnya dari negara dunia ketiga, macam Sri Mulyani dari Indonesia, hal itu tak sekadar kamuflase atau proxy atas kepentingan belaka. Sebab secara prinsip, bank dunia dibangun atas pondasi yang semakin melahirkan ketidakadilan dan ketimpangan ekonomi di dunia.
Walhasil suara dari bank dunia tak selamanya mencerminkan kepentingan bersama. Ucapan bank dunia lebih sering menjadi representasi kepentingan barat, utamanya Amerika dan Eropa. Prinsip itu pula yang bisa jadi dilekatkan pada konteks ucapan Satu Kahkonen soal program makan siang dan susu gratis.
Agaknya bank dunia dan pemerintah Indonesia mesti bersikap tegas pada tindakan Satu Kahkonen. Kesalahan fatal Satu mencampuri urusan politik dalam negeri Indonesia mesti dikompensasi dengan ditariknya sebagai perwakilan bank dunia di Indonesia.
Mengakhiri tulisan ini, saya ingin menukil ucapan komika wanita Amerika, Sarah Silverman; "We don't live in a democracy; we live in hypocrisy."
Berita Terkait
-
Bank Dunia Soroti Program Makan Siang Gratis, Ingatkan Beban Utang yang Membengkak
-
Gonjang-ganjing Tahun Politik, Bank Dunia: Ekonomi Indonesia Menurun di 2024
-
Bank Dunia Disebut Masih Mendukung Puluhan Proyek Batubara Baru
-
Menkes Ingin Utang ke Bank Dunia Agar RS di Seluruh Indonesia Penuhi Standar
-
Indeks Logistik RI Anjlok, Luhut Marah dan Tak Percaya Data Bank Dunia
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Aktivitas Tambang Emas Ilegal di Gunung Guruh Bogor Kian Masif, Isu Dugaan Beking Aparat Mencuat
-
Sidang Ditunda! Nadiem Makarim Sakit Usai Operasi, Kuasa Hukum Bantah Tegas Dakwaan Cuan Rp809 M
-
Hujan Deras, Luapan Kali Krukut Rendam Jalan di Cilandak Barat
-
Pensiunan Guru di Sumbar Tewas Bersimbah Darah Usai Salat Subuh
-
Mendagri: 106 Ribu Pakaian Baru Akan Disalurkan ke Warga Terdampak Bencana di Sumatra
-
Angin Kencang Tumbangkan Pohon di Ragunan hingga Tutupi Jalan
-
Pohon Tumbang Timpa 4 Rumah Warga di Manggarai
-
Menteri Mukhtarudin Lepas 12 Pekerja Migran Terampil, Transfer Teknologi untuk Indonesia Emas 2045
-
Lagi Fokus Bantu Warga Terdampak Bencana, Ijeck Mendadak Dicopot dari Golkar Sumut, Ada Apa?
-
KPK Segel Rumah Kajari Bekasi Meski Tak Ditetapkan sebagai Tersangka