Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi mendatangi Kementerian Pekerjaan Umum (PU) pada hari ini, Selasa (10/6/2025) di tengah kasus dugaan praktik penerimaan gratifikasi pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum (PU) untuk pernikahan anaknya.
“Iya, tindak lanjut yang sebelumnya rapai di publik,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (10/6/2025).
Meski begitu, Budi mengatakan, bahwa kunjungan kali ini tidak dilakukan KPK dalam rangka penindakan, tetapi pencegahan.
“Koordinasi terkait pencegahan,” ujar Budi.
Sebelumnya, KPK menegaskan akan menindaklanjuti informasi mengenai dugaan praktik penerimaan gratifikasi di Kementerian Pekerjaan Umum (PU).
Sebagai langkah awal, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan Direktorat Gratifikasi dan Pelayanan Publik, Kedeputian Pencegahan dan Monitoring KPK akan berkoordinasi dengan Inspektorat Jenderal atau Inspektur Investigasi Kementerian PU.
Pasalnya, informasi dugaan gratifikasi di Kementerian PU berasal dari Inspektur Jenderal Kementerian PU.
Informasinya, dugaan gratifikasi terjadi dengan modus permintaan uang dilakukan seorang penyelenggara negara terhadap jajaran pegawainya untuk kepentingan pribadi.
"KPK melalui Direktorat Gratifikasi dan Pelayanan Publik Kedeputian Pencegahan dan Monitoring pada kesempatan pertama akan berkoordinasi dengan Inspektorat Jenderal ataupun Inspektur Investigasi Kementrian PU," kata Budi kepada wartawan, Jumat (30/5/2025).
Baca Juga: Simak Informasi yang Diperlukan untuk Ikut Lelang Barang Rampasan KPK!
Pada kesempatan yang sama, dia mengapresiasi Inspektorat Jenderal yang bertindak cepat dengan menyampaikan kepada KPK setelah memperoleh temuan tersebut.
“KPK akan melakukan analisis atas temuan investigasi tersebut,” ujar Budi.
Dia juga mengingatkan kepada seluruh penyelenggara negara dan aparatus sipil negara (ASN) untuk tidak menerima gratifikasi dalam bentuk apapun.
Sekadar informasi, beredar sebuah surat hasil audit investigasi dari Inspektorat Jenderal Kementerian PU di media sosial.
Dalam dokumen yang ditandatangani Inspektur Jenderal Dadang Rukmana itu, ditemukan dugaan gratifikasi yang diterima oleh pejabat di lingkungan Sekretariat Jenderal Kementerian PU.
Adapun dugaan total gratifikasi itu terdiri dari Rp10 juta dalam bentuk rupiah dan US$5.900 atau sekitar Rp96 juta jika dikonversikan dengan kurs saat ini, dengan total nilai sekitar Rp100,6 juta.
Hasil audit investigasi itu mengungkapkan uang gratifikasi tersebut diberikan oleh seorang kepala biro berinisial D kepada Sekretaris Jenderal PU.
Pemberian itu diduga dalam rangka membantu pembiayaan pernikahan anak dari Sekjen PU dengan cara meminta dukungan kepada sejumlah kepala balai besar.
Menteri PU Dody Hanggodo menyampaikan respons terkait dugaan gratifikasi yang menyeret salah satu pejabat di kementeriannya.
Dia mengaku telah menerima laporan dari Inspektorat Jenderal terkait adanya dugaan pengumpulan uang untuk pernikahan anak pejabat eselon I di Kementerian PU.
"Saya sih sudah terima laporan dari Pak Irjen beberapa saat lalu, tapi saya sudah perintahkan Pak Irjen untuk menindaklanjuti. Belum terima laporan lebih lanjutnya," kata Dody Kantor Kementerian PU, Jakarta Selatan, Rabu (28/5/2025).
Pada kesempatan itu, Dody menegaskan tidak akan melakukan intervensi terhadap proses pemeriksaan yang sedang berjalan Itjen PU.
"Kalau misalnya dirasa sama Irjen itu nanti memang ada unsur pidana, pasti dia limpahkanlah ke KPK, Kejaksaan, atau Kepolisian," tandas Dody.
Gabung OECD
Sementara itu, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan, apabila lembaga antirasuah itu bergabung dalam Konvensi Anti Suap Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD Anti-Bribery Convention) maka memungkinkan mengkriminalisasi pejabat asing.
“Manfaatnya memperkuat hukum antikorupsi yang memungkinkan kriminalisasi suap pejabat asing, pemberian sanksi tegas bagi korporasi, serta penguatan aturan pelaporan dan audit untuk deteksi korupsi,” kata Setyo, Jumat (6/6).
Selain itu, dia mengatakan bahwa manfaat bergabung dengan organisasi tersebut adalah mendapatkan dukungan internasional terhadap akses pada mekanisme penelaahan sejawat atau peer review, bantuan teknis, tenaga ahli, hingga pelatihan dari negara-negara anggota.
Ia mengatakan bahwa manfaat lainnya adalah pengoptimalan pembersihan korupsi pada sektor swasta.
Sementara itu, dia mengatakan bahwa KPK saat ini mendorong peran aktif sektor swasta dalam pencegahan korupsi, sehingga dapat meningkatkan iklim investasi maupun reputasi bisnis Indonesia di dalam dan luar negeri.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa pemerintah sedang mengupayakan memperluas lingkup kerja KPK untuk memenuhi syarat keanggotaan OECD, yakni bergabung dalam OECD Anti-Bribery Convention.
Airlangga mengatakan bahwa pemerintah telah menyerahkan surat persetujuan komitmen dari Ketua KPK kepada Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann saat Pertemuan Tingkat Menteri Dewan OECD 2025 di Paris, Prancis.
"Ini akan mengatur terkait dengan korupsi yang dilakukan oleh korporasi, tetapi lintas batas negara. Jadi, ini salah satu pilar dalam perjanjian dengan OECD," ujarnya dalam konferensi pers virtual yang diikuti di Jakarta, Rabu (4/6).
Berita Terkait
-
Simak Informasi yang Diperlukan untuk Ikut Lelang Barang Rampasan KPK!
-
Kubu Hasto Tuding Penyadapan Tanpa Izin Dewas, Begini Respons Balasan KPK
-
Undang Mahasiswa hingga Ahli Pidana, Komisi III Bakal Gelar Rapat Bahas Revisi UU KUHAP Pekan Depan
-
Mendadak Raib usai Tersangka, KPK Gandeng Polisi Buru Eks Ketua DPRD Jatim Kusnadi
-
Masuk OECD, KPK Bisa Usut Suap Pejabat Negara Lain hingga Tuntut Korporasi Asing
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Dicopot
Pilihan
-
Studi Banding Hemat Ala Konten Kreator: Wawancara DPR Jepang Bongkar Budaya Mundur Pejabat
-
Jurus Baru Menkeu Purbaya: Pindahkan Rp200 Triliun dari BI ke Bank, 'Paksa' Perbankan Genjot Kredit!
-
Sore: Istri dari Masa Depan Jadi Film Indonesia ke-27 yang Dikirim ke Oscar, Masuk Nominasi Gak Ya?
-
CELIOS Minta MUI Fatwakan Gaji Menteri Rangkap Jabatan: Halal, Haram, atau Syubhat?
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
Terkini
-
CEK FAKTA: Viral Klaim Proyek Mall di Leuwiliang, Benarkah?
-
Aktivis '98: Penangkapan Delpedro adalah 'Teror Negara', Bukan Kami yang Teroris
-
Menteri PKP Ara Minta Pramono Sediakan Rumah Tapak di Jakarta Pakai Aset Pemerintah
-
Ngadu ke DPR, Ojol Bongkar Praktik 'Beli Order' dan Tagih Janji Kesejahteraan yang Terlupakan
-
IHSG Tertekan, Rupiah Melemah, Pegiat ke Purbaya: Tugasmu Berat, Lawan Kesongonganmu
-
Tim Pencari Fakta Bantah Kompolnas: Affan Merunduk, Bukan Jatuh Sebelum Terlindas!
-
Pemprov DKI Gencarkan Pelatihan MTU, Warga Sambut Antusias
-
Anak Demo di Cirebon: Menteri PPPA Minta Usut Motifnya! Alarm Bagi Keluarga dan Sekolah?
-
Curhat Wakil Ketua DPRD Jabar, Tunjangan Rp71 Juta Tak Cukup Beli Rumah
-
Jhon Sitorus ke Loyalis Jokowi: Setelah Budi Arie Dipecat, Kok Kayak ODGJ Semua?