Suara.com - Para Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) pada Kamis (12/6/2025) kembali menggelar konferensi pers untuk mengkritik kebijakan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, terutama soal penanganan bullying di lingkungan pendidikan kedokteran spesialis.
Para guru besar ini bilang, antara lain, bullying dalam pendidikan dokter spesialis masih terulang karena kurangnya insentif. Sementara yang lain menilai, kasus bullying di dalam institusi pendidikan kedokteran harusnya diselesaikan secara internal saja.
Seruan ini disampaikan ketika tradisi bullying dalam pendidikan kedokteran, khususnya di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), mulai terungkap ke publik. Tidak hanya kekerasan verbal dan fisik, para senior dan dosen juga diduga melakukan pemerasan dengan nilai miliaran rupiah.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Ari Fahrial Syam mengeklaim bahwa bullying di lingkungan pendidikan kedokteran bisa dicegah bila Kemenkes taat peraturan tentang pemberian insentif kepada mahasiswa kedokteran yang sedang masa tugas di rumah sakit pemerintah.
Menurut Ari, kejadian bullying antara dokter, khususnya di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) masih terulang akibat beban kerja yang berat dan tanpa insentif.
"Kenapa senior misalnya melakukan suatu tindakan? Memang mereka itu juga merasa beban kerja yang berat. Beban kerja yang berat itu terkait juga pelayanan rumah sakit dan yang terpenting adalah tidak adanya insentif," kata Ari dalam konferensi pers seruan Guru Besar FKUI terhadap Kementerian Kesehatan di Gedung Imeri UI, Salemba, Jakarta, Kamis (12/6/2025).
Guru Besar FKUI itu memaparkan bahwa insentif tentang mahasiswa kedokteran yang bertugas di RS itu telah diatur dalam Undang Undang No 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran serta undang-undang 17 tahun 2023. Bahkan kedua UU itu juga telah diperkuat dengan adanya Peraturan Pemerintah (PP).
"Itu disebutkan bahwa peserta didik spesialis dan sub spesialis mendapatkan insentif oleh rumah sakit di mana mereka bekerja. Tapi sampai saat ini pun itu masih wacana. Kalau itu saja bisa diatasi oleh pemerintah, rasanya tingkat bullying itu pun juga semakin turun," kata Ari.
Dia mengaku masih pemisistis dengan sikap Kemenkes kapan akan menjalankan UU tersebut.
Baca Juga: Jawab Soal Protes Guru Besar FKUI, Menkes: Kita Lakukan Kebijakan Berbasis Kepentingan Masyarakat
"Karena tadi bahwa mereka dengan beban kerja yang berat, tapi ada insentif yang diberikan, yang sampai saat ini nampaknya belum dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan. Padahal itu undang-undangnya sudah ada, PP sudah ada," ucapnya.
Guru Besar FKUI prof. dr. Siti Setiati juga menambahkan, persoalan bullying antardokter seharusnya diselesaikan oleh setiap pihak yang terlibat dalam pendidikan kedoktetan karena terjadi di RS pendidikan.
Namun yang disesalkan oleh para Guru Besar FKUI itu bahwa pemerintah justru terus menerus melakukan framing negatif terhadap institusi kedokteran akibat bullying.
"Jangan kemudian digeneralisasi menjadi masalah yang terjadi pada seluruh peserta didik, dan jangan lupa kejadian itu ada di rumah sakit pendidikan. Jadi harusnya mari kita bersama-sama mencari solusi, bukan kemudian delegitimasi fakultasi kedokteran," kritiknya.
Dokter spesialis penyakit dalam itu menyebutkan kalau persoalan bullying antar dokter sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia. Kendati begitu, Fakultas Kedokteran di berbagai kampus Indonesia sebenarnya juga telah memiliki kebijakan untuk mencegah tindak perundungan.
"Masalah bullying ini saya kira itu masalah yang juga terjadi di berbagai institusi pendidikan di berbagai belahan dunia sebetulnya, bukan hanya di Indonesia. Dan sudah berbagai upaya dikerjakan aturan-aturan sudah kami buat di Fakultas Kedokteran. Saya kira bukan hanya di Universitas Indonesia tapi juga di universitas lain," ucapnya.
Ini merupakan kali kedua para guru besar FKUI menggelar aksi dari kampusnya. Seruan pertama disampaikan juga dalam konferensi pers pada Mei lalu.
Berita Terkait
-
Kasus Covid-19 Melonjak? Menkes Budi: Varian Baru Tidak Mematikan, Tapi...
-
Seskab Teddy Buka Suara: Pertemuan Prabowo-Menkes Budi Bahas Kesehatan, Bukan Reshuffle
-
7 Fakta Senioritas PPDS Undip, Ungkap Borok 'Kejahatan Terstruktur' Pendidikan Dokter
-
Dokter Senior PPDS Anastesi Undip Minta Ratusan Juta dari Junior untuk Bayar Joki Tugas
-
Dibela? Legislator PKB Tanggapi Desakan Copot Menkes Budi Gunadi: Itu Berlebihan!
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Terbongkar! Bisnis Pakaian Bekas Ilegal Rp669 M di Bali Libatkan Warga Korsel, Ada Bakteri Bahaya
-
Mendagri Tegaskan Peran Komite Eksekutif Otsus Papua: Sinkronisasi Program Pusat dan Daerah
-
Prabowo ke Menteri: Tenang Saja Kalau Dimaki Rakyat, Itu Risiko Pohon Tinggi Kena Angin
-
Bahlil Lapor ke Prabowo Soal Energi Pasca-Bencana: Insyaallah Aman Bapak
-
Manuver Kapolri, Aturan Jabatan Sipil Polisi akan Dimasukkan ke Revisi UU Polri
-
KPK Geledah Rumah Plt Gubernur Riau, Uang Tunai dan Dolar Disita
-
Bersama Kemendes, BNPT Sebut Pencegahan Terorisme Tidak Bisa Dilaksanakan Melalui Aktor Tunggal
-
Bareskrim Bongkar Kasus Impor Ilegal Pakaian Bekas, Total Transaksi Tembus Rp668 Miliar
-
Kasus DJKA: KPK Tahan PPK BTP Medan Muhammad Chusnul, Diduga Terima Duit Rp12 Miliar
-
Pemerintah Aceh Kirim Surat ke PBB Minta Bantuan, Begini Respons Mendagri