Suara.com - Di tengah perubahan iklim yang memicu banjir dan suhu ekstrem, suku Kajang di Sulawesi Selatan tetap menjaga kepercayaan dan gaya hidup leluhur mereka. Sementara banyak hutan Indonesia terganggu oleh jalan dan pembangunan, wilayah hutan primer Kajang tetap utuh—tanpa jalan dan bebas dari pembangunan.
Inilah yang menjadi alasan media The Washington Post menobatkan Suku Kajang sebagai penjaga hutan terbaik di dunia. Dalam konteks krisis iklim global, Suku Kajang menjadi contoh nyata bagaimana masyarakat adat mampu menjaga hutan secara berkelanjutan.
Kajang bukan hanya tinggal di hutan, mereka hidup bersama hutan. Filosofi hidup mereka, Kamase-Mase, mengajarkan kesederhanaan, keseimbangan, dan rasa hormat terhadap alam.
Pasang Ri Kajang: Hukum Leluhur sebagai Panduan
Peter Yeung dalam laporannya di The Washington Post menyebut Suku Kajang hidup berdasarkan Pasang Ri Kajang, hukum adat yang diwariskan secara lisan. Hukum ini bukan sekadar aturan, tapi panduan hidup yang mengakar kuat dalam keyakinan bahwa manusia pertama turun dari langit ke hutan mereka—membuat kawasan ini sebagai tanah suci.
Segala bentuk eksploitasi terhadap hutan dilarang. Menebang pohon, berburu hewan, bahkan mencabut rumput sembarangan adalah pelanggaran berat. Wilayah mereka dibagi menjadi lingkaran luar dan dalam, dengan empat desa di bagian dalam yang dianggap paling sakral. Di sini, semua orang wajib berjalan tanpa alas kaki dan mengenakan pakaian berwarna hitam atau nila sebagai simbol kerendahan hati dan kesetaraan.
Pengakuan Hutan Adat: Kemenangan Panjang
Sampai beberapa tahun lalu, seluruh hutan Indonesia berada di bawah kendali negara. Namun pada 2013, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa hutan adat harus dikembalikan kepada masyarakat adat. Putusan ini membuka jalan bagi pengakuan resmi terhadap wilayah adat Kajang seluas sekitar 3 kilometer persegi pada 2016.
Sejak saat itu, luas hutan adat yang diakui secara nasional terus meningkat. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, saat ini lebih dari 1.500 km² hutan telah diberikan kepada lebih dari 100 komunitas adat, termasuk Kajang. Namun angka ini masih jauh dari potensi 137.000 km² hutan adat yang bisa diakui.
Baca Juga: Akar Lokal untuk Krisis Global: Bisa Apa Desa terhadap Perubahan Iklim?
Menjaga dari Ancaman Luar
Meskipun sudah diakui secara hukum, hutan Kajang tetap menghadapi ancaman. Salah satunya berasal dari perusahaan perkebunan PT London Sumatra (LONSUM) yang konsesinya tumpang tindih dengan wilayah adat. Pada 2003, bentrokan berdarah terjadi saat ratusan warga Kajang memprotes penguasaan lahan tersebut. Empat orang tewas, puluhan lainnya terluka.
Kini, berbekal pengakuan hukum dan dukungan hukum adat, masyarakat Kajang punya posisi tawar yang lebih kuat. Mereka bisa menolak atau menegosiasikan setiap rencana pembangunan. Hukum adat memberikan sanksi tegas, mulai dari denda hingga pengusiran.
Generasi Penerus dan Tantangan Modernitas
Tantangan tidak hanya datang dari luar, tetapi juga dari dalam. Generasi muda Kajang, terutama yang tinggal di desa-desa luar atau merantau ke kota, mulai terpapar modernitas. Mereka memakai pakaian buatan pabrik, menggunakan ponsel, dan tidak lagi mematuhi Pasang secara ketat.
Di tengah sorotan dunia terhadap kegagalan program pengurangan deforestasi, seperti offset karbon, pelajaran dari Kajang menjadi semakin penting. Studi global menunjukkan bahwa lahan adat mengalami deforestasi 20% lebih sedikit dibandingkan kawasan yang tidak dilindungi.
Berita Terkait
Terpopuler
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
- Ditunjuk Jadi Ahli, Roy Suryo Siapkan Data Akun Fufufafa Dukung Pemakzulan Gibran
Pilihan
-
Belajar dari Cinta Kuya: 5 Cara Atasi Anxiety Attack Saat Dunia Terasa Runtuh
-
Kritik Menkeu Purbaya: Bank Untung Gede Dengan Kasih Kredit di Tempat yang Aman
-
PSSI Diam-diam Kirim Tim ke Arab Saudi: Cegah Trik Licik Jelang Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
-
Pemain Eropa Telat Gabung, Persiapan Timnas Indonesia Terancam Kacau Jelang Hadapi Arab Saudi
-
STY Sudah Peringati Kluivert, Timnas Indonesia Bisa 'Dihukum' Arab Saudi karena Ini
Terkini
-
Kasus Korupsi Sritex Resmi Masuk Meja Hijau, Iwan Lukminto Segera Diadili
-
Pesan Mendalam Jelang Putusan Gugatan UU TNI: Apakah MK Bersedia Berdiri Bersama Rakyat?
-
Pemerintah Finalisasi Program Magang Nasional Gaji Setara UMP Ditanggung Negara
-
Korupsi Bansos Beras: Kubu Rudy Tanoesoedibjo Klaim Sebagai Transporter, KPK Beberkan Bukti Baru
-
Polisi Ringkus 53 Tersangka Rusuh Demo Sulsel, Termasuk 11 Anak di Bawah Umur
-
DPR Acungi Jempol, Sebut KPU Bijak Usai Batalkan Aturan Kontroversial
-
Manuver Comeback dari Daerah: PPP Solok 'Sodorkan' Epyardi Asda untuk Kursi Ketua Umum
-
Mengapa Penculik Kacab Bank BUMN Tak Dijerat Pasal Pembunuhan Berencana? Ini Logika Hukum Polisi
-
PT Gag Nikel di Raja Ampat Kembali Beroperasi, Komisi XII DPR: Tutup Sebelum Cemari Geopark Dunia!
-
KPK Dinilai 'Main Satu Arah', Tim Hukum Rudy Tanoe Tuntut Pembatalan Status Tersangka