Suara.com - Suara tegas datang dari Parlemen yang meminta Kementerian Kehutanan (Kemenhut) untuk segera mengkaji ulang Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA) di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK). Izin ini dianggap tidak sejalan dengan prinsip konservasi, merusak pariwisata berkelanjutan, dan berpotensi besar merugikan masyarakat lokal.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, menyatakan bahwa meskipun dukungan infrastruktur pariwisata di destinasi super prioritas seperti Labuan Bajo penting, pembangunan masif di dalam kawasan TNK adalah cerita lain.
Jika pembangunan resort dan infrastruktur besar-besaran di Pulau Padar, Pulau Rinca, dan pulau inti lainnya bertentangan dengan semangat konservasi, maka proyek tersebut harus dihentikan.
"Apalagi hal ini berpotensi merusak Outstanding Universal Value (OUV) TNK sebagaimana yang telah diingatkan oleh UNESCO. Bila ingin membangun, sebaiknya dilakukan di luar kawasan taman nasional,” kata Evita di Jakarta, dilansir Antara, Rabu (5/8/2025).
Pernyataan ini muncul sebagai respons atas gelombang protes dari masyarakat adat, organisasi masyarakat sipil, hingga DPRD setempat. Protes ini menargetkan rencana pembangunan resort dengan 619 fasilitas wisata oleh PT Kencana Watu Lestari (PT KWT) di Pulau Padar, yang memegang konsesi selama 55 tahun, serta perusahaan lain yang beroperasi di dalam kawasan TNK.
Menurut Evita, tuntutan untuk meninjau ulang izin dan perubahan zonasi sejak 2012 adalah langkah yang sangat wajar. Ia menegaskan, jika perubahan zonasi terbukti mengganggu habitat komodo, zona tersebut harus dikembalikan seperti semula, dari zona pemanfaatan menjadi zona inti atau zona rimba. Artinya, tidak boleh ada pembangunan fasilitas wisata apa pun di dalam taman nasional.
Evita menjelaskan bahwa komodo adalah satwa liar yang ruang geraknya tidak mengenal batas zonasi buatan manusia. Pembangunan masif di dalam kawasan akan semakin mendesak ruang hidup komodo akibat peningkatan aktivitas manusia.
"Oleh karena itu, penataan ruang harus dilakukan secara cermat dan tidak boleh sembarangan diubah-ubah. Kita mendengar bahwa UNESCO sangat prihatin terhadap perubahan zonasi tahun 2012 tersebut,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa status TNK sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO menuntut perhatian khusus dan tidak bisa disamakan dengan taman nasional lainnya.
Baca Juga: Labuan Bajo Darurat Sampah Kaca! Aktivis Ini Bagikan Trik Kreatif Mengubah Botol Bekas Jadi Berkah
"Setiap proyek pembangunan harus dinilai secara menyeluruh dengan pendekatan analisis dampak dalam konteks situs warisan dunia,” tegasnya.
Evita mengingatkan adanya landasan hukum yang kuat, yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dalam Pasal 33, UU tersebut secara eksplisit melarang kegiatan yang dapat mengubah keutuhan zona inti taman nasional. Sementara Pasal 35 memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menghentikan pemanfaatan bahkan menutup taman nasional jika diperlukan.
Aspek partisipasi masyarakat juga menjadi sorotan tajam. Evita menyayangkan masyarakat lokal yang justru seringkali tidak dilibatkan dalam proses penting terkait taman nasional.
“Kita juga mendorong adanya partisipasi yang lebih besar dari masyarakat adat dan lokal dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi seluruh aktivitas yang berkaitan dengan taman nasional. UU Nomor 5 Tahun 1990 menegaskan bahwa konservasi adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Sayangnya, masyarakat justru seringkali tidak dilibatkan,” kata Evita.
Untuk itu, ia mendorong dilakukannya audit independen terhadap seluruh proyek pariwisata yang sedang berjalan di TNK, memastikan setiap proyek sejalan dengan standar perlindungan situs warisan dunia UNESCO.
“Sekali lagi, saya minta agar suara UNESCO benar-benar diperhatikan. Jangan sampai status warisan dunia Komodo ini dicabut karena aktivitas bisnis yang mengancam kelestarian komodo serta nilai alam dan budaya kawasan ini,” kata dia.
Berita Terkait
-
Bandara Komodo Labuan Bajo Ditutup
-
Labuan Bajo Darurat Sampah Kaca! Aktivis Ini Bagikan Trik Kreatif Mengubah Botol Bekas Jadi Berkah
-
Setengah Tahun Pemerintahan Prabowo! Dulu Ekonomi RI Disebut Komodo, Mungkin Sekarang Cicak?
-
Beredar Info Cristiano Ronaldo Bakal Lihat Komodo di Pulau Rinca, Benarkah?
-
7 Destinasi Wisata Menarik di NTT, Cristiano Ronaldo Dikabarkan Bakal ke Kupang
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO
-
Wacana 'Go Public' PAM Jaya Bikin DPRD DKI Terbelah, Basri Baco: Ini Dinamika, Normal
-
Bukan Cuma Wacana, Ini Target Rinci Pemindahan ASN ke IKN yang Diteken Presiden Prabowo
-
Polandia Jadi Negara Eropa Kedua yang Kerja Sama dengan Indonesia Berantas Kejahatan Lintas Negara
-
Gerakan 'Setop Tot tot Wuk wuk' Sampai ke Istana, Mensesneg: Semau-maunya Itu
-
Koalisi Sipil Kritik Batalnya Pembentukan TGPF Kerusuhan Agustus: Negara Tak Dengarkan Suara Rakyat!
-
Menkeu Purbaya Bahas Status Menteri: Gengsi Gede Tapi Gaji Kecil
-
Semua Agama Dapat Porsi, Menag Nazaruddin Umar: Libur Nasional 2026 Sudah Adil
-
Presiden Prabowo 'Ketok Palu!' IKN Resmi Jadi Ibu Kota Politik 2028 Lewat Perpres Baru