Suara.com - Ketua DPR Puan Maharani melancarkan kritik sekaligus otokritik fundamental terhadap anomali praktik demokrasi di Indonesia.
Secara eksplisit, ia menuding bahwa hasil pemilu tidak lagi murni ditentukan oleh takdir, melainkan telah terdistorsi secara masif oleh intervensi kekuasaan ('campur tangan') dan kekuatan finansial ('buah tangan').
Puan mengawali pidatonya dengan mengingatkan kembali esensi Demokrasi Pancasila yang seharusnya berjiwa gotong royong dan mengutamakan kepentingan kolektif ('kita') di atas ego personal ('saya').
Namun, ia segera menukik pada realitas pahit dalam sistem pemilu yang menjadi arena bagi partai politik, entitas yang disebutnya sebagai 'sokoguru kedaulatan rakyat'.
"Keberhasilan partai politik dalam menjalankan perannya sangat bergantung pada sistem yang menjadi wadahnya. Sebaik apa pun visi dan integritas partai, jika sistem pemilu tidak mendukung terwujudnya kedaulatan rakyat secara nyata, maka suara rakyat berisiko terdistorsi," kata Puan.
Puncak dari kritiknya termanifestasi dalam sebuah metafora tajam yang menggambarkan kondisi elektoral saat ini.
"Saat ini, demokrasi dalam Pemilu kita, selain ditentukan oleh garis tangan, juga sering dipengaruhi oleh campur tangan dan buah tangan," tegasnya.
Puan kemudian mengurai makna di balik metaforanya. 'Garis tangan' ia definisikan sebagai takdir dan kesempatan ilahi.
Namun, problematikanya terletak pada fakta bahwa tidak semua kontestan memiliki privilese yang sama untuk bisa ikut 'campur tangan' dan menyodorkan 'buah tangan' demi merekayasa arah demokrasi.
Baca Juga: Prabowo Beri Kabar Buruk Jika Kekayaan Alam RI Terus Bocor: Bisa Jadi Negara Gagal!
"Inilah kritik sekaligus otokritik terhadap demokrasi dalam Pemilu kita. Kita harus terus memperbaiki dan menyempurnakannya," seru Puan.
Menurutnya, kondisi ini merupakan pengkhianatan terhadap cita-cita luhur demokrasi yang seharusnya menjamin kesetaraan kesempatan bagi setiap warga negara.
Ia menyerukan adanya perbaikan fundamental agar demokrasi yang berjalan bukanlah demokrasi yang dikendalikan oleh segelintir elite berkuasa dan bermodal.
"Sebab, demokrasi yang kita cita-citakan bukanlah demokrasi campur tangan dan buah tangan tetapi demokrasi yang memberi kesempatan setara bagi semua warga negara. Marilah kita bangun demokrasi yang menghidupkan harapan rakyat," katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Jenderal TNI Muncul di Tengah Konflik Lahan Jusuf Kalla vs GMTD, Apa Perannya?
-
Geger Keraton Solo: Putra PB XIII Dinobatkan Mendadak Jadi PB XIV, Berujung Walkout dan Keributan
-
Cetak 33 Gol dari 26 Laga, Pemain Keturunan Indonesia Ini Siap Bela Garuda
-
Jawaban GoTo Usai Beredar Usul Patrick Walujo Diganti
-
Waduh, Rupiah Jadi Paling Lemah di Asia Lawan Dolar Amerika Serikat
Terkini
-
Pramono Anung Kukuhkan 1.005 Pelajar Jadi Duta Ketertiban: Jadi Mitra Satpol PP
-
Hormati Putusan MK, Polri Siapkan Langkah Operasional Penataan Jabatan Eksternal
-
Istana Pastikan Patuhi Putusan MK, Polisi Aktif di Jabatan Sipil Wajib Mundur
-
Polemik Internal Gerindra: Dasco Sebut Penolakan Budi Arie Dinamika Politik Biasa
-
KPK Usut Korupsi Kuota Haji Langsung ke Arab Saudi, Apa yang Sebenarnya Dicari?
-
Boni Hargens: Putusan MK Benar, Polri Adalah Alat Negara
-
Prabowo Disebut 'Dewa Penolong', Guru Abdul Muis Menangis Haru Usai Nama Baiknya Dipulihkan
-
Satu Tahun Pemerintahan Prabowo, Sektor Energi hingga Kebebasan Sipil Disorot: Haruskah Reshuffle?
-
Hendra Kurniawan Batal Dipecat Polri, Istrinya Pernah Bersyukur 'Lepas' dari Kepolisian
-
400 Tersangka 'Terlantar': Jerat Hukum Gantung Ratusan Warga, Termasuk Eks Jenderal!