- Aturan FIFA Tegas: Statuta FIFA secara eksplisit melarang campur tangan politik dalam pengelolaan federasi sepak bola.
- Risiko Sanksi Berat: Indonesia berpotensi menghadapi skorsing dari kompetisi internasional jika terbukti melanggar independensi.
- Konflik Kepentingan Nyata: Jabatan menteri dan ketua umum federasi dalam satu tangan rawan penyalahgunaan wewenang.
Suara.com - Erick Thohir resmi menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga, sebuah posisi strategis di kabinet.
Namun, statusnya sebagai Ketua Umum PSSI yang masih aktif memantik pertanyaan besar.
Apakah seorang menteri, yang merupakan representasi pemerintah, boleh memimpin federasi sepak bola?
Jawabannya tidak sederhana dan berpotensi membuka kembali kotak pandora intervensi pemerintah yang sangat diharamkan oleh FIFA.
Statuta FIFA: Tembok Penghalang Intervensi Politik
Aturan main FIFA soal ini sudah sangat jelas dan tidak bisa ditawar.
Prinsip utama yang dipegang adalah independensi penuh setiap asosiasi anggota dari campur tangan pihak ketiga, terutama pemerintah.
Berikut adalah pasal-pasal krusial dalam Statuta FIFA yang relevan dengan kasus ini:
Pasal 14 Ayat 1(h)(i): "Asosiasi anggota harus independen dan menghindari segala bentuk campur tangan politik”. Klausul ini adalah jantung dari aturan FIFA, yang menuntut federasi steril dari pengaruh politik praktis. Jabatan menteri yang dipegang oleh ketua umum PSSI dapat dianggap sebagai bentuk nyata dari political interference.
Baca Juga: Dicopot dari Komite PSSI, Apa Jabatan Ratu Tisha Sekarang?
Pasal 15(c): "Anggaran dasar perkumpulan anggota harus memuat ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan independensi perkumpulan anggota dan menghindari segala bentuk campur tangan politik”. Aturan ini mewajibkan setiap federasi, termasuk PSSI, untuk memiliki anggaran dasar yang menjamin independensi dan menolak intervensi politik.
Larangan Kontrol Langsung: Jika seorang menteri aktif menjabat sebagai Ketua PSSI, FIFA bisa memandangnya sebagai pemerintah yang memiliki kontrol langsung, baik secara nyata maupun potensial, atas urusan internal federasi. Hal ini jelas melanggar prinsip non-intervensi.
UU Tentang Rangkap Jabatan
Secara politik, rangkap jabatan ini mungkin mendapat lampu hijau dari Presiden. Namun, jika menilik aturan hukum formal, situasinya jauh lebih rumit.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara menjadi sorotan utama.
Dalam Pasal 23, disebutkan dengan jelas bahwa:
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Gak Perlu Mahal, Megawati Usul Pemda Gunakan Kentongan untuk Alarm Bencana
-
5 Ton Pakaian Bakal Disalurkan untuk Korban Banjir dan Longsor Aceh-Sumatra
-
Kebun Sawit di Papua: Janji Swasembada Energi Prabowo yang Penuh Risiko?
-
Bukan Alat Kampanye, Megawati Minta Dapur Umum PDIP untuk Semua Korban: Ini Urusan Kemanusiaan
-
Tak Mau Hanya Beri Uang Tunai, Megawati Instruksikan Bantuan 'In Natura' untuk Korban Bencana
-
Jaksa Bongkar Akal Bulus Proyek Chromebook, Manipulasi E-Katalog Rugikan Negara Rp9,2 Miliar
-
Mobil Ringsek, Ini 7 Fakta Kecelakaan KA Bandara Tabrak Minibus di Perlintasan Sebidang Kalideres
-
Giliran Rumah Kajari Kabupaten Bekasi Disegel KPK
-
Seskab Teddy Jawab Tudingan Lamban: Perintah Prabowo Turun di Hari Pertama Banjir Sumatra
-
7 Fakta Warga Aceh Kibarkan Bendera Putih yang Bikin Mendagri Minta Maaf