News / Nasional
Senin, 22 September 2025 | 11:58 WIB
Ilustrasi makan bergizi gratis atau MBG. (Antara)
Baca 10 detik
  • Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menghadapi dua masalah krusial: ribuan kasus keracunan di 17 provinsi dan serapan anggaran yang sangat rendah
  • DPR RI, melalui Wakil Ketua Komisi IX Yahya Zaini, mengusulkan agar pengelolaan MBG diserahkan kepada sekolah dan komite sekolah 
  • Badan Gizi Nasional (BGN) mengakui adanya isu keamanan pangan dan merespons dengan meminta unit di lapangan (SPPG) untuk memperkuat komunikasi publik demi menjaga kepercayaan masyarakat

Suara.com - Program andalan Presiden Prabowo Subianto, Makan Bergizi Gratis (MBG), kini berada di tengah sorotan tajam setelah serangkaian masalah serius terungkap ke publik. Alih-alih menjadi solusi gizi, program ini justru memicu bencana dengan ribuan kasus keracunan anak sekolah dan diiringi serapan anggaran yang sangat rendah, memicu pertanyaan besar mengenai efektivitas pengelolaannya oleh Badan Gizi Nasional (BGN).

Kondisi darurat ini mendorong Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini, untuk mengusulkan solusi radikal, yakni menyerahkan pengelolaan MBG sepenuhnya kepada pihak sekolah. Langkah ini dianggap sebagai jalan keluar paling logis untuk menghentikan mimpi buruk keracunan massal yang terus berulang.

"Mengingat banyaknya kasus keracunan, perlu dipikirkan alternatif MBG dikelola sekolah bersama komite sekolah," kata Yahya kepada wartawan di Jakarta, Senin (15/9/2025).

Menurut Yahya, sekolah dan komite sekolah memiliki pemahaman yang jauh lebih baik mengenai kondisi di lapangan. Mereka dinilai lebih mampu mengawasi kualitas, kebersihan, dan kesegaran makanan yang disajikan setiap hari kepada para siswa.

"Akan lebih terjamin higienitas dan keamanannya serta sesuai selera anak-anak sekolah. Mereka sudah paham selera anak-anak sekolahnya," ujarnya sebagaimana dilansir Antara.

Alarm Darurat: 5.626 Kasus Keracunan dan Anggaran Mengendap

Usulan DPR ini bukan tanpa dasar yang kuat. Data yang terungkap sangat mengkhawatirkan. Sejak Januari hingga September 2025, tercatat sekitar 5.626 kasus keracunan terkait program MBG yang tersebar di 17 provinsi.

Insiden terbaru terjadi di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, menyusul kasus serupa di Garut, Tasikmalaya (Jawa Barat), hingga Bau Bau (Sulawesi Tenggara).

Ironisnya, di tengah rentetan kasus keracunan tersebut, penyerapan anggaran raksasa program MBG justru sangat minim. Dari total alokasi Rp71 triliun, hingga September ini baru terserap Rp13,2 triliun atau hanya 18,6 persen. Angka ini sangat kontras dengan klaim BGN bahwa program telah berjalan di 38 provinsi dengan penerima manfaat mencapai 22 juta orang.

Baca Juga: Solusi dari Sri Sultan Soal Ratusan Anak di Jogja Keracunan MBG: Perbanyak Juru Masak!

Yahya Zaini mendesak pemerintah untuk segera melakukan audit dan memperbaiki mekanisme pelaporan anggaran. Ia juga menyarankan agar BGN membuka kanal pengaduan publik yang transparan untuk memastikan akuntabilitas belanja negara dan menjamin hak anak atas makanan bergizi dan aman benar-benar terpenuhi.

BGN Akui Isu Keamanan Pangan, Fokus pada Komunikasi

Di sisi lain, Badan Gizi Nasional (BGN) mengakui adanya perhatian publik yang meningkat terhadap isu keamanan pangan dalam program MBG. Namun, respons mereka lebih berfokus pada penguatan komunikasi publik melalui Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di daerah.

Kepala Biro Hukum dan Humas BGN, Khairul Hidayati, menyatakan bahwa SPPG kini tidak hanya berfungsi sebagai dapur teknis, tetapi juga sebagai wajah BGN di masyarakat.

"Seiring meningkatnya perhatian publik terhadap isu pangan dan gizi, peran SPPG tidak lagi sebatas teknis. SPPG bukan hanya dapur pelayanan gizi, tetapi juga wajah BGN serta ujung tombak Program MBG di mata masyarakat. Apa yang dilakukan SPPG di lapangan, baik besar maupun kecil, akan ikut mempengaruhi bagaimana publik memandang program dan lembaga ini," ujar Khairul Hidayati.

Hida menekankan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah memberikan amanat besar kepada BGN. Oleh karena itu, menjaga kepercayaan publik melalui komunikasi yang baik menjadi vital, terutama ketika insiden keamanan pangan mencuat dan cepat menyebar di masyarakat.

Load More