- Total korban keracunan akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah mencapai 11.566 jiwa per 12 Oktober 2025, dengan ribuan kasus baru dilaporkan setiap minggunya
- Puluhan siswa SMPN 1 Boyolangu, Tulungagung, menjadi korban terbaru, mengalami gejala keracunan setelah menyantap menu MBG yang diduga tidak segar
- JPPI menuding adanya kegagalan tata kelola, kurangnya transparansi, dan konflik kepentingan dalam program MBG, serta mendesak penghentian total program hingga ada audit dan payung hukum yang jelas
Suara.com - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali memakan korban. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) merilis data terbaru yang mengejutkan, di mana total korban keracunan hingga 12 Oktober 2025 telah mencapai 11.566 jiwa, mayoritas adalah anak-anak sekolah.
Krisis ini semakin nyata dengan insiden terbaru yang menimpa puluhan siswa SMPN 1 Boyolangu, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Senin (13/10/2025). Mereka serempak mengalami gejala keracunan seperti sakit perut, menggigil, pusing, dan muntah setelah menyantap paket MBG yang dibagikan di sekolah.
Kapolsek Boyolangu AKP Tarmadi mengonfirmasi kejadian tersebut. "Dugaan sementara penyebabnya berasal dari ayam atau irisan tomat dalam menu MBG yang kondisinya sudah tidak segar," kata Tarmadi sebagaimana dilansir Antara, Senin (13/10/2025).
Sebanyak 43 siswa harus dilarikan ke Puskesmas Boyolangu, bahkan empat di antaranya terpaksa dirujuk ke RSUD dr. Karneni Campurdarat untuk penanganan lebih intensif. Pihak kepolisian kini telah mengamankan sampel sisa makanan dan muntahan korban untuk penyelidikan lebih lanjut di laboratorium.
Menurut data JPPI, dalam sepekan (6–12 Oktober 2025) saja, tercatat ada 1.084 korban baru. Angka ini memperkuat kritik keras yang dilayangkan Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji.
“Setiap pekan ribuan anak tumbang karena MBG, tapi negara justru membiarkan dapur-dapur tetap beroperasi. Ini bukan sekadar kelalaian, ini adalah krisis tanggung jawab publik,” tegas Ubaid Matraji dalam keterangan pers, Senin (13/10/2025).
Penyebaran kasus juga semakin meluas, dengan dua provinsi baru, Kalimantan Selatan (Kab. Banjar) dan Gorontalo (Kota Gorontalo), melaporkan kasus keracunan untuk pertama kalinya. Berdasarkan data JPPI, lima provinsi dengan korban keracunan MBG tertinggi sejak Januari 2025 adalah Jawa Barat (4.125 korban), Jawa Tengah (1.666 korban), DIY (1.053 korban), Jawa Timur (950 korban), dan Nusa Tenggara Timur (800 korban).
Ironisnya, korban kini tidak hanya terbatas pada siswa. JPPI menemukan fakta bahwa guru, balita, ibu hamil, hingga anggota keluarga di rumah ikut menjadi korban. Hal ini terjadi karena paket MBG yang dibawa pulang atau disalurkan melalui Posyandu, seperti yang terjadi di Bima, Ketapang, dan Timor Tengah Selatan.
JPPI menuding Badan Gizi Nasional (BGN) telah gagal total dalam menjalankan tata kelola program yang transparan dan akuntabel. “Anggaran ratusan triliun digelontorkan tanpa payung hukum yang jelas, sementara ribuan anak jadi korban percobaan kebijakan yang belum matang,” papar Ubaid.
Baca Juga: Keracunan MBG Masih Terjadi, JPPI Catat Ribuan Orang Jadi Korban dalam Sepekan
Lebih jauh, JPPI menyoroti adanya konflik kepentingan yang merajalela dalam pengelolaan dapur MBG. “Bagaimana mungkin Polri menindak dapur yang mereka kelola sendiri? DPR mengawasi proyek yang dikerjakan oleh timnya sendiri?” tanya Ubaid retoris.
Atas dasar krisis yang terus berlanjut, JPPI mendesak pemerintah untuk segera menutup total semua dapur MBG hingga ada audit independen dan payung hukum yang jelas. Mereka juga merekomendasikan pelibatan kantin sekolah dan usaha lokal yang dinilai lebih transparan dan efisien.
“Ribuan korban setiap pekan bukan sekadar angka statistik, itu adalah nyawa anak-anak bangsa yang mestinya dilindungi, bukan dijadikan eksperimen proyek politik. Setiap sendok nasi dari MBG yang berujung keracunan adalah bukti nyata gagalnya negara menyehatkan rakyatnya,” tutup Ubaid.
Berita Terkait
-
Viral Siswa Protes Menu MBG Selalu Ikan Lele, Balasan Petugas Katering Tuai Sorotan
-
Keracunan MBG Masih Terjadi, JPPI Catat Ribuan Orang Jadi Korban dalam Sepekan
-
Bulan Madu Maut di Glamping Ilegal, Lakeside Alahan Panjang Ternyata Tak Kantongi Izin
-
Kronologi Bulan Madu Maut di Danau Diateh: Istri Tewas, Suami Kritis di Kamar Mandi Vila
-
Kasus Kematian Istri di Solok: Ini 5 Cara Merawat Water Heater agar Tak Keluarkan Gas Beracun
Terpopuler
- 6 Sepatu Adidas Diskon 60 Persen di Sports Station, Ada Adidas Stan Smith
- Kronologi Lengkap Petugas KAI Diduga Dipecat Gara-Gara Tumbler Penumpang Hilang
- 5 Moisturizer dengan Alpha Arbutin untuk Memudarkan Flek Hitam, Cocok Dipakai Usia 40-an
- 7 Sabun Muka Mengandung Kolagen untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Tetap Kencang
- 15 Merek Ban Mobil Terbaik 2025 Sesuai Kategori Dompet Karyawan hingga Pejabat
Pilihan
-
Polemik RS dr AK Gani 7 Lantai di BKB, Ahli Cagar Budaya: Pembangunan Bisa Saja Dihentikan
-
KGPH Mangkubumi Akui Minta Maaf ke Tedjowulan Soal Pengukuhan PB XIV Sebelum 40 Hari
-
Haruskan Kasus Tumbler Hilang Berakhir dengan Pemecatan Pegawai?
-
BRI Sabet Penghargaan Bergengsi di BI Awards 2025
-
Viral Tumbler Tuku di Jagat Maya, Berapa Sebenarnya Harganya? Ini Daftar Lengkapnya
Terkini
-
Antrean Bansos Mengular, Gus Ipul 'Semprot' PT Pos: Lansia-Disabilitas Jangan Ikut Berdesakan
-
Prabowo Jawab Desakan Status Bencana Nasional: Kita Monitor Terus, Bantuan Tak Akan Putus
-
Rajiv Desak Polisi Bongkar Dalang Perusakan Kebun Teh Pangalengan: Jangan Cuma Pelaku Lapangan
-
KPK Akui Lakukan Eksekusi Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Sesaat Sebelum Dibebaskan
-
Dongkrak Pengembangan UMKM, Kebijakan Memakai Sarung Batik di Pemprov Jateng Menuai Apresiasi
-
Gerak Cepat Athari Gauthi Ardi Terobos Banjir Sumbar, Ribuan Bantuan Disiapkan
-
Prabowo Murka Lihat Siswa Seberangi Sungai, Bentuk Satgas Darurat dan Colek Menkeu
-
Krisis Air Bersih di Pesisir Jakarta, Benarkah Pipa PAM Jaya Jadi Solusi?
-
Panas Kisruh Elite PBNU, Benarkah Soal Bohir Tambang?
-
Gus Ipul Bantah Siap Jadi Plh Ketum PBNU, Sebut Banyak yang Lebih Layak